CEO Galak Itu Suamiku
Seorang gadis berlari memasuki gedung di sebuah perusahaan, napasnya tersengal-sengal ketika sudah masuk ke dalam.Dia sudah sangat terlambat di hari pertama ia masuk bekerja sebagai sekretaris.
"Akhirnya sampai juga." Dinda mengusap keringat yang membasahi dahinya.
Baru saja mengatur napas, asisten dari CEO berjalan mendekat ke arah Dinda.
"Dinda cepat ke ruang pak Devan, dari tadi dia mencari mu." ujar Arya yang merupakan sahabat dan asisten Devan.
"I-iya Pak, saya akan segera ke sana. Tapi saya tidak tahu ruangannya di mana, " Dinda tersenyum ke arah Arya yang menghela napas berat.
"Mari saya antar."
Dinda mengikuti langkah Arya dari belakang. Mereka berdua berjalan menuju ke ruangan pimpinan perusahaan tersebut.
"Ini ruangan pak Devan, silahkan kau masuk, " titah Arya yang pergi meninggalkan Dinda setelah mengantarkan sampai depan pintu yang bertuliskan pimpinan perusahaan.
Dinda meneguk ludahnya kasar. Dia sangat gugup dan kedua tangannya berkeringat dingin. Ini merupakan hari pertama ia bekerja di sebuah perusahaan yang cukup ternama di kota ini.
"Tenang Dinda, semoga pak Devan tidak marah karna kamu datang terlambat," gumam Dinda pada dirinya sendiri.
Dinda mengetuk pintu tersebut. Namun, tidak ada sahutan di dalam sana. Gadis itu pun memilih masuk ke ruangan tersebut. Di lihatnya Devan tangah berdiri membelakanginya sambil menatap lurus memandang kepadatan jalan kota di balik jendela kaca yang cukup besar. Pria itu masih belum menyadari kehadiran seseorang, mungkin tengah melamun atau memikirkan sesuatu.
"Maaf, Pak Devan memanggil saya? " tanya Dinda. Devan langsung berbalik dan menatap tajam ke arah Dinda. Sedangkan yang diberi tatapan tajam meneguk ludahnya kasar.
"Kenapa terlambat? Kau niat kerja atau tidak dengan saya?!" tanya Devan dengan nada suara yang meninggi.
"Maaf Pak, tadi saya kesiangan bangunnya," ujar Dinda jujur dengan kepala tertunduk.
"Saya paling tidak suka dengan karyawan yang datang tidak tepat waktu dan tidak disiplin sepertimu!" sentak Devan dengan tatapan yang makin menajam.
"Iya Pak, saya janji tidak akan terlambat lagi, sumpah." Dinda mengangkat dua jarinya sambil cengengesan tidak jelas dihadapan bosnya.
"Sekarang kembali ke tempatmu," perintah Devan seakan mengusir.
Namun, Dinda masih setia berdiri di sana menatap ke arah Devan tanpa berkedip. Seakan terpesona dengan ketampanan yang dimiliki pria tersebut.
"Dinda...!!" teriakan Devan membuat gadis itu tersadar dari kekagumannya pada Devan.
" Iya Pak, ada apa?" tanya Dinda seakan tidak tahu apa kesalahannya.
Sedangkan Devan memijit pangkal hidungnya. Dia harus sabar menghadapi tingkah sekretaris barunya tersebut. Kalau bukan karna paksaan dari Vano yang merupakan sepupunya, dia tidak akan menjadikan gadis ini sebagai sekretarisnya , tentu dia takkan mau.
"Kau mendengar apa yang saya katakan? Sekarang cepat keluar dari ruangan saya!" ketus Devan dengan emosi tertahan.
" I-ya Pak, saya keluar." Gadis itu segera keluar dari ruangan Devan.
Sekitar beberapa menit Arya yang merupakan asisten Devan masuk ke ruangan atasannya tersebut.
"Kau kenapa?" tanya Arya yang baru masuk dan di sambut dengan raut wajah Devan yang terlihat pusing, mungkin memikirkan sesuatu.
"Kau tahu, 'kan sekretaris baruku itu, sudah datang terlambat dan juga dia hanya lulusan SMA dan tidak punya pengalaman bekerja di kantor ataupun sebagai sekretaris. Kalau bukan paksaan Vano aku tidak akan mungkin merekrut dia menjadi sekretaris ku," ujar Devan. Arya hanya tersenyum mendengarnya.
"Dev, mungkin Vano yakin dengan kemampuan Dinda. Dia juga baru bekerja, nanti akan aku ajari gadis itu agar dia tahu apa yang harus dikerjakan. Jangan terlalu galak dengan Dinda," nasehat Arya.
••••
Jam menunjukkan pukul dua belas siang, seluruh karyawan berhamburan ke kantin untuk mengisi perut mereka yang minta di isi setelah setengah hari berkutat dengan pekerjaan. Dinda. Gadis itu tengah duduk di pojokan kantin sambil meminum jus jeruknya. Ini hari pertama dia bekerja dan dia belum mendapatkan teman. Eka dan dua temannya berjalan mendekat ke arah Dinda.
"Hei, kamu sekretaris nya pak Devan yah? " tanya Eka.
"Iya, aku sekretaris pak Devan," jawab Dinda tersenyum ramah seakan senang ada yang menegurnya.
"Menurut ku dia tidak pantas menjadi sekretaris pak Devan, terlihat kampungan," bisik Dea pada Andin yang merupakan teman Eka. Mereka memperhatikan penampilan Dinda yang terlihat sederhana dan wajah yang terlihat natural tanpa di polesi make up, hanya pemerah bibir itu pun sedikit memudar.
"Kau lulusan universitas mana?" tanya Eka.
"Aku lulusan SMA," jawab Dinda dengan polos nya.
Tanpa dia sadari jawabannya itu membuat Eka dan teman-teman nya menertawakan Dinda yang mengernyitkan keningnya, bingung dan heran.
"DENGERIN SEMUANYA YANG ADA DISINI! SEKRETARIS PAK DEVAN CUMA LULUSAN SMA!!" teriak Eka mempermalukan Dinda di depan umum. Sontak semua karyawan yang ada di sana menatap dan ikut menertawakan Dinda.
"PANTASNYA JADI OG!" teriak Eka lagi.
"Kau kenapa sih? memang salah kalau aku hanya lulusan SMA?" sahut Dinda tidak terima dengan ucapan Eka.
"Ya salahlah, dasar bodoh di mana-mana orang yang bekerja sebagai karyawan di kantor harus lulusan Universitas, lah kamu SMA. Pantasnya jadi tukang pel di kantor ini." Eka tersenyum miring dan menatap Dinda dengan tatapan mengejek.
"Atau kau diterima jadi sekretaris pak Devan karna...," Eka menjeda ucapannya dan melirik teman-temannya.
"Membayar dengan tubuhamu," lanjut Eka.
Plak
Dinda langsung menampar Eka cukup keras. Sudah habis kesabarannya dengan ucapan Eka yang mempermalukan dirinya dan kini menganggap dia wanita murahan. Dia tidak serendah itu, bukan berarti karna dia menginginkan sesuatu dia harus menjual tubuhnya.
"Cukup sudah kau permalukan ku! Aku bukan wanita murahan yang gila dengan jabatan dan rela menjual tubuh ku!" bentak Dinda dengan tatapan yang menajam.
Eka menatap marah ke arah Dinda sambil memegangi pipinya yang terasa perih dan kebas setelah di tampar.
Plak
Eka balik menampar Dinda dan menyiram baju gadis itu dengan air yang ada di dekatnya hingga baju putih yang terkena air itu menampakkan dal*man Dinda yang menerawang kala terkena air. Gadis itu langsung menutupi dadanya yang kini menjadi tontonan karyawan di sana. Sedangkan Eka tersenyum puas.
Tapi sebuah jas hitam menutupi tubuh Dinda. Membuat gadis itu mendongak. Devan. Pria tersebut yang menutup tubuh Dinda dengan jas hitam miliknya. Devan sudah menyaksikan berdebatan mereka berdua. Awalnya dia tidak ingin ikut campur tapi melihat Dinda yang terpojokkan membuat Devan merasa kasihan dan memilih menolong gadis tersebut.
Tentu Eka dan teman-temannya menatap takut ke arah Devan dengan wajah yang langsung pucat dan Pias.
"DI SINI SAYA MENGGAJI KALIAN UNTUK BEKERJA! BUKAN MENONTON BERDEBATAN DUA ORANG INI DAN MEMBIARKAN SEKRETARIS SAYA DI POJOKKAN! DENGARKAN SAYA BAIK-BAIK, SAYA TIDAK MELIHAT DIA DARI LULUSAN SMP, SMA, ATAU LULUSAN UNIVERSITAS MANA, TAPI KINERJANYA YANG SAYA NILAI!" teriak Devan dengan tegas.
Devan menatap tajam ke arah Eka, Dea dan Andin yang tertunduk takut.
"Dinda, ikut ke ruangan saya," ucap Devan dan berlalu pergi dari sana diikuti oleh Dinda dibelakangnya. Eka menatap sinis ke arah Dinda.
Devan masuk ke ruangannya diikuti dari belakang oleh Dinda. Pria itu masuk ke sebuah ruangan yang terdapat tempat tidur khusus untuknya. Setelah keluar dari ruangan tersebut, pria itu melempar kemeja abu-abu ke arah Dinda. Dengan sigap gadis itu menangkap kemeja yang dilempar Devan.
"Ganti kemeja mu dan pakai kemeja saya," perintah Devan. Karna dia hanya mempunyai kemeja pria, itu pun miliknya.
"Ganti bajunya dimana Pak?"
"Dihadapan saya," Devan dengan wajah kesalnya.
"Bapak mesum!" celetuk Dinda sambil menyilangkan tangannya didada.
"Dasar bodoh! Hal seperti ini kau tanyakan pada saya, gantinya di toilet!" ujar Devan.
Bisa gila dia menghadapi Dinda yang otaknya lemot. Gadis tersebut segera masuk ke toilet dan mengganti kemeja nya yang basah.
Dinda menatap dirinya di pantulan cermin, kemeja Devan kebesaran untuk tubuhnya yang kecil. Tapi gadis itu terlihat senang mengingat bagaimana Devan membelanya tadi.
"Jadi jatuh cinta aku dengan bapak Devan," gumamnya dan tersenyum-senyum.
"Harumnya kemeja bapak Devan, aroma maskulin," ucap Dinda menghirup dalam aroma kemeja Devan.
Dinda keluar dari toilet dan berjalan ke arah Devan yang tengah membaca berkas.
"Bapak Devan..." panggilan Dinda membuat pria itu menoleh ke arah Dinda. Devan hampir tertawa melihat tubuh Dinda yang terlihat kecil memakai kemeja yang kebesaran. Membuat tubuh gadis itu tampak tenggelam.
"Sekarang kau siap-siap, saya ada meeting di restoran."
"Tapi tidak apa-apa bila saya berpakaian seperti ini?"
"Nanti di jalan kita mampir ke butik."
Devan bangkit dari kursi kebesarannya dan melangkah ke arah pintu keluar diikuti oleh Dinda.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments
Dina kei
mampir ya bund....
2022-03-20
1
maharastra
lumayan
2022-01-20
0
Zeniz Jookie
lanjut...
semangat Thor😄
2021-12-31
0