Indira duduk di dalam mobilnya dengan membuka satu kaca pintu mobil di sampingnya. Tatapan matanya hanya tertuju pada ombak yang berdebur. Air mata yang sedari tadi mengalir, mulai mengering. Tak sedikitpun dia mengeluarkan kata - kata.
Setengah jam kemudian dia mengeluarkan ponselnya Membuka galery foto yang mana mulai banyak fotonya bersama Rakha akhir - akhir ini.
Indira menggeser satu persatu foto mereka. Ingatannya kembali pada saat foto itu di ambil. Bayangan canda tawa mereka terlihat di ingatan Indira.
"Haha!" gelak tawa kecil Indira melihat foto Rakha yang berhasil dia kerjai saat itu.
Indira mengusap satu foto, di mana mereka sedang bermain kartu dengan main coret di muka, dan mengambil foto berdua.
Air mata Indira kembali menetes, meski tanpa suara. Manakala ingatannya kembali pada Rakha yang keluar dari restauran dengan seorang gadis cantik yang bergelayut manja di lengannya. Dan yang lebih sakit, ternyata gadis itu menunggu Rakha sampai dia pulang kerja. Lebih parahnya, mengingat kebohongan Rakha kemarin malam.
Hati Indira seolah tercabik - cabik, hingga tersayat benda tajam, tapi tak ada darah yang menetes. Hanya cairan bening yang kembali membasahi pipi Indira dan butirannya jatuh di psngkuannya. Dengan deraian air mata, Indira menandai semua foto Rakha di ponselnya. Dengan menutup mata Indira menghapus semua foto Rakha yang dia tandai.
"Hahaha!" gelak tawa Indira. "Apa yang membuatmu menangisi buaya darat Indira!" ucap Indira menutupi air matanya yang menetes. "Laki - laki brengsek itu berhak memilih gadis yang di cintai!" lanjutnya. "Lalu apa yang kau tangisi Indira! hah?"
Indira melempar kasar ponselnya di bangku sebelahnya tanpa melihat sedikitpun. Hingga ponselnya membentur pintu mobil.
Satu jam berlalu Indira masih duduk di dalam mobilnya. Menatap kosong ke arah depan. Tanpa menghiraukan lapar dan haus yang dia rasakan sejak di parkiran restoran tadi siang.
Setelah merasa bosan, Indira menutup kaca mobilnya dan keluar dari mobilnya. Dengan bertelanjang kaki Indira berjalan di tepi pantai yang sudah gelap itu seorang diri. Berkali - kali kaki Indira tertabrak deburan ombak. Dan tubuhnya yang hanya memakai tank top dan rok selutut itu tertabrak angin pantai.
Indira tak lagi menghiraukan rasa dingin di sekujur tubuhnya. Indira berjalan tanpa tujuan dan tanpa tau akan melakukan apa di pantai itu. Dia hanya berjalan pelan menyusuri tepi pantai. Pikirannya melayang - layang entah kemana.
Hingga jam 10 malam, Indira masih berjalan dari satu ujung pantai ke ujung pantai lainnya. Entah sudah berapa kali dia bolak balik seperti itu. Kakinya pun sampai berkerut karena basah oleh air laut terus menerus.
Sampai akhirnya Indira merasakan badannya yang mulai tidak nyaman. Bagaimana tidak, perutnya yang kosong di serang angin pantai di malam hari. Pandangan matanya yang semula normal, menjadi sedikit buram.
Indira memilih sedikit menjauh dari pantai. Duduk di atas pasir pantai yang kering. Menekuk kakinya dan mendekapnya dengan kedua tangannya. Dan menjadikan lututnya sebagai bantalnya.
"Selamat tinggal Rakha!" gumamnya dengan suara yang sangat lemah, sebelum akhirnya matanya terpejam.
# # # # # #
Dan saat itu juga bersamaan dengan Rakha yang menakan sandi apartemennya, membuka pintu utama apartemennya dengan perlahan. Seketika dia tersentak, melihat ruangan yang gelap, hanya cahaya dari luar jendela yang masuk ke ruangan itu.
"Kenapa gelap?" gumam Rakha, "tidak mungkin Indira belum pulang kan?" tanya Rakha pada dirinya sendiri.
Rakha berjalan ke arah ruang tengah dan menyalakan lampu ruang tengah yang biasanya selalu di biarkan menyala jika mereka tidur. Rakha melihat jam dinding yang sudah menunjukkan jam 10 malam.
"Indira!" panggil Rakha dengan suara lantang, namun tak ada tanda - tanda kehidupan lain di apartemen itu.
Rakha mengetuk pintu kamar Indira, namun hasilnya sama, tidak ada jawaban sama sekali. Akhirnya Rakha masuk ke kamar Indira yang juga gelap gulita. Rakha menyalakan lampu dan tampak ruangan itu kosong, dengan gorden yang bahkan masih terbuka.
"Sekarang aku yakin dia belum pulang!" ucap Rakha yang mulai dilanda kepanikan.
Rakha keluar dari kamar Indira, melepas jas hitamnya dan melemparnya ke sofa ruang tengah. Lalu mengeluarkan ponsel dari saku celananya dan mendial nomor Indira dengan perasaan cemas.
Sayang seribu sayang, puluhan kali Rakha mendial nomor Indira, tak satupun panggilan yang di angkat. Rakha semakin cemas memikirkan di mana Indira saat ini. Akhirnya Rakha mendial nomor ponsel Jova.
"Untuk apa malam - malam begini kau menelpon istriku!" Alex yang mengangkat panggilan Rakha.
"Alexander! tolong tanyakan pada istrimu, apa dia tau kemana Indira?"
"Kau ini gila ya! bukannya kau yang tinggal bersamanya?"
"Tch! cepat tanyakan!" ucap Rakha tegas. "Dia belum pulang sampai selarut ini!"
"Memangnya kenapa kalau dia tidak pulang ke apartemen mu?" tanya Alex, "kau mulai mengkhawatirkan nya! hah?" goda Alex.
"Tch! sialan kau!" celetuk Rakha mematikan panggilannya.
Di sebrang sana Alexander tertawa jahil. Setelah itu mengembalikan ponsel Jova ke atas nakas. Agar istrinya yang sedang di kamar mandi tidak curiga.
"Kau harus berusaha Rakha! anggap saja itu hukuman bagimu yang masih plin - plan!" ucap Alexander pelan.
Di apartemen Rakha, Rakha masih pusing bukan kepalang.
"Kenapa kau bodoh si Kha!" ucapnya sendiri. Rakha mengirim pesan pada seseorang.
Cari ****dimana**** nomor ini berada, sekarang juga! ini nomor ponselnya!. Rakha mengirim nomor ponsel Indira.
Baik Tuan!. Seseorang di sebrang sana.
Rakha menjatuhkan dirinya di sofa ruang tengah. Memikirkan Indira yang belum pernah sekalipun pulang di atas jam 6 sore.
"Kenapa pergi tidak bilang! dan tak sekalipun menerima panggilanku!" gumam Rakha yang merasa cemas.
Rakha memutar ponselnya beberapa kali untuk menunggu kabar dari orang suruhannya.
Ting!
Sebuah pesan masuk langsung di buka Rakha dengan cepat. Tak butuh berpikir lama, Rakha langsung keluar dari apartemennya.
Menggunakan mobil sportnya dengan kecepatan tinggi di tengah jalan yang sepi, Rakha mengemudikan mobil tanpa memperdulikan satu atau dua kendaraan di sekitarnya yang merasa takut dengan kecepatan mobil Rakha. Pikiran Rakha hanya satu, segera sampai di pantai tempat sinyal ponsel Indira berada.
Cit!
Rakha memarkirkan mobilnya tepat di samping sebuah mobil yang dikenali Rakha sebagai mobil Indira. Dan hanya mobil itu yang ada di pantai itu. Rakha turun tanpa pikir panjang. Rakha memutari mobil, untuk melihat Indira di dalam atau tidak, ternyata kosong. Rakha mencoba membuka pintu mobil Indira.
"Tidak terkunci!" celetuk Rakha, "kemana dia?" Rakha mengambil ponsel Indira lalu kembali melempar ponselnya ke tempat semula.
"Brarti dia sudah meninggalkan mobil ini cukup lama!" Rakha melirik jam di tangannya yang menunjukkan pukul setengah 12 malam.
Rakha berlari ke arah pantai, matanya menyusuri pantai yang hanya diterangi oleh sinar rembulan itu. Tak nampak satu orangpun yang berkeliaran di sana.
"Indira!" teriak Rakha yang tak mendapatkan jawaban sekalipun.
Sampai akhirnya mata Rakha, menangkap seorang gadis yang merangkul kakinya dengan menenggelamkan wajah di antara kedua lututnya. Rakha berlari secepat kilat, menghampiri gadis itu.
"Indira?" panggil Rakha pelan, setelah yakin gadis itu adalah Indira. Karena bajunya tetap sama dengan baju yang di pakai Indira tadi pagi.
"Indira?" panggil Rakha dengan lembut. Tapi Indira tak mengangkat kepalanya sedikitpun.
"Indira?" panggil Rakha lagi dengan menggoyangkan pundak Indira.
Bluk!
"Eeh!" pekik Rakha yang kaget, tiba - tiba Indira roboh. Namun tangan Rakha berhasil lebih cepat menangkap tubuh Indira.
Apa yang dia lakukan di sini? kenapa wajahnya sampai sepucat ini? batin Rakha.
Rakha segera menggendong tubuh lemah Indira dan membawanya ke mobil. Setelah berhasil meletakkan tubuh Indira di kursi mobil dan memakaikan seat belt Rakha menutup pintu dengan sangat hati - hati. Dia mendial satu nomor dari ponselnya.
"Ambil mobil warna merah di pantai Y sekarang!" ucap Rakha tegas.
"Baik, Tuan!" jawaban dari sebrang.
Rakha segera masuk dan duduk di balik kemudi. Dengan kecepatan tinggi Rakha kembali melajukan mobilnya menuju Rumah Sakit.
Rakha kembali mengangkat tubuh Indira yang sudah tak berdaya. Petugas yang melihat kehadiran Rakha segera mengambil brangkar. Dengan cepat Rakha meletakkan tubuh Indira dan para petugas mendorong brangkar menuju ruang UGD.
Rakha ikut masuk ke ruang UGD untuk mengetahui dengan jelas. Tentu saja pihak Rumah Sakit tidak bisa menolak. Dari pada di pecat pikir mereka.
"Lakukan yang terbaik!" ucap Rakha tegas.
"Baik, Tuan!" ucap Dokter dan Perawat uang berjaga.
Dengan cepat, Perawat memasang infus untuk Indira. Setelah melewati pemeriksaan sekitar 15 menit Indira di pindah ke ruang rawat VVIP. Rakha dengan setia menemani Indira di ruang rawat itu.
Rakha duduk di kursi samping tempat tidur Indira. Menggenggam erat tangan Indira. Beberapa kali Rakha tampak mengecup tangan Indira.
"Apa yang terjadi denganmu?" gumam Rakha, "kenapa kamu sampai menyiksa dirimu di pantai itu?"
Rakha merasa menyesal sudah pulang terlambat. Dalam hatinya, andai tadi tidak mengikuti keinginan Fellicya untuk nonton dan bermain.
Sampai di sini dulu Ya! besok up lagi.
Jangan lupa tinggalkan Like dan Komentarnya ya.
Terima kasih,
Salam Lovallena.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
Linda Napitu
sudahlah indira carilah kebahagiaanmu dgn yg lain
2021-11-11
2
Yuheni Ziregard
dikitnya thor
2021-09-06
1
Joice Meitasari
Yang tegas kmu Rakha.pilih Indira atau Fellicya
2021-09-06
2