"Tinggal tiga hari waktu ku untuk tinggal di sini!" gumam Indira, "tapi sampai detik ini belum juga ada tanda - tanda Rakha akan menerima ku! Hari terasa begitu cepat, sudah 27 hari aku berjuang untuk menaklukkan Rakha. Tapi ternyata tidak berhasil!" Indira bergumam dan melamun sendiri di apartemen Rakha yang sepi.
Indira berdiri dari duduknya, merapikan meja makan. Setelah itu Indira berjalan keruang tengah. Memandangi sofa tempat mereka selama 27 hari bercanda dan mengobrol. Setelah itu dengan pelan Indira menaiki tangga. Menyeret tangan kirinya pada pegangan tangga. Pandangannya menyusuri setiap sudut ruangan itu. Ruangan yang setiap sore dia bersihkan.
Indira mencoba masuk ke kamar Rakha yang entah kenapa tidak di kunci seperti biasanya. Biasanya Rakha selalu menguncinya menggunakan finger print. Indira masuk dengan perasaan bercampur aduk, melihat kamar yang begitu rapi.
"Aku kira dia sama seperti laki - laki pada umumnya, yang enggan merapikan tempat tidur setelah bangun tidur!" ucapnya, "ternyata ranjangnya sangat rapi!"
Indira memandangi ruangan yang tampak sangat nyaman itu. Dia mengusap bantal Rakha, membayangkan mengusap wajah tampan Rakha. Sedikit senyum tipis tersungging di bibirnya.
Indira beralih pada balkon kamar Rakha, dia keluar dan mengamati balkon yang terdapat meja kecil, dua kursi dan satu kursi tidur.
"Rokok?" pekik Indira melihat putung rokok di asbak yang terlihat baru saja di hisap, "sejak kapan Rakha merokok?" gumamnya memandangi putung rokok itu.
Indira tak ambil pusing masalah rokok Rakha, karena menurutnya wajar jika seorang laki - laki merokok. Meskipun dia sedikit shock karena selama 27 hari tinggal bersama, tak sekalipun Indira pernah melihat Rakha memegang rokok.
Indira kembali masuk ke kamar Rakha dan membuka pintu yang merupakan pintu menuju walk in closed. Indira membuka almari kaca yang tertutup, ada banyak kemeja Rakha yang berjajar. Indira mengambil satu kemeja warna biru langit polos yang menggantung. Indira menempelkan kemeja itu pada pipinya, dan menghirup bau harum dari kemeja itu.
"Aku pernah berharap untuk bisa memeluk tubuhmu setiap hari. Bersandar di dada bidang mu kapanpun aku mau!" ucap Indira yang masih menikmati halus dan harumnya kemeja Rakha.
Setelah puas mencium bau kemeja dan memeluknya, Indira mengembalikan kemeja itu ke dalam almari Rakha.
"Selama aku di sini tak pernah sekalipun aku mencuci bajunya," gumamnya, "siapa yang mencucinya?" ucap Indira melihat keranjang baju kotor yang hanya ada sedikit bahu kotor.
Indira beralih pada koleksi jam tangan Rakha dan kaca mata hitam yang jumlahnya cukup banyak di etalase full kaca.
"Semuanya bermerk!" gumamnya.
10 menit Indira di dalam walk in closed, lalu dia keluar dari kamar Rakha. Menuruni anak tangga menuju kamarnya untuk mengambil tas dan kunci mobilnya. Indira melajukan mobilnya menuju kampus.
Jam setengah 12 siang Indira keluar dari ruang kelasnya. Berjalan ke kantin dan memesan bakso untuk makan siangnya.
"Kenapa aku tidak mencoba memberi kejutan pada Rakha ya?" gumam Indira pelan, "ah! iya! aku datang saja di tempat biasa dia makan siang!" senyum tipis tersungging di bibirnya. "Jova juga pasti sudah di sana dari tadi!" lanjutnya.
Indira meninggalkan bakso yang baru di makan setengahnya. Dan beranjak menuju mobilnya yang terparkir di parkiran kampus. Indira dengan cepat melajukan mobilnya ke tempat di mana dia pernah di ajak makan siang oleh Rakha dan Jova.
"Semoga saja keburu!" ucap Indira di tengah perjalanan yang cukup padat. "Kenapa lampu merah ini terasa sangat lama sih!" gumamnya kesal.
Indira memarkirkan mobilnya di parkiran restoran tepat jam setengah satu siang.
"Itu mobil Rakha dan mobil Pak Alex ada di sana! pasti ada Jova di dalam!" gumamnya melepas seat belt nya.
Indira hendak membuka pintu mobilnya tapi dia urungkan.
"Alasan apa yang aku gunakan untuk bisa masuk ke ruang VIP mereka?" gumamnya. "Aku tunggu di sini sajalah! aku akan ikut ke kantor Rakha nanti!" senyum bahagia tersungging di bibirnya.
15 menit menunggu akhirnya Indira melihat Alexander dan Jova yang bergandengan tangan keluar dari restoran itu.
"Rakha nya mana?" tanya Indira.
Saat hendak membuka pintu Indira di kejutkan dengan Rakha yang keluar dari restoran dengan seorang gadis cantik seumurannya bergelayut manja di lengan Rakha, yang tak lain adalah Fellicya. Bagai petir menyambar di siang bolong, hati Indira seolah meledak saat itu juga.
Tiba - tiba nafasnya berubah menjadi sesak, seolah dadanya tengah di remas kuat oleh tali yang mengikat. Tubuh Indira kaku, tangannya bergetar hebat, bagai mendapat berita paling buruk di dunia yang tidak ingin dia dengar.
Dengan mata kepalanya sendiri Indira melihat Rakha membukakan pintu untuk gadis itu. Dan gadis itu melambaikan tangannya pada Jova yang juga di bukakan pintu oleh Alexander.
"Siapa gadis itu?" gumamnya dengan nafas yang masih sulit untuk dia atur. "Sepertinya Jova mengenal baik gadis itu! kenapa Jova tidak pernah menceritakan padaku kalau Rakha juga dekat dengan gadis lain?" air mata Indira menetes begitu saja. "Kejutan macam apa ini? hiks!" Indira tidak bisa lagi menahan air mata yang menetes di pipinya.
Dengan tatapan nanar dan mata yang basah oleh air mata kekecewaan, Indira melihat kepergian dua mobil sport itu. Indira semakin menangis, meratapi nasibnya. Perjuangannya sia - sia menjelang akhir perjanjian.
"Aku tidak tau kepada siapa aku harus kecewa!" gumamnya, "dari awal kemungkinan ku untuk bisa mendapatkan Rakha sangat kecil. Tapi aku sendiri yang memaksa diriku untuk berjuang!"
Indira menyandarkan kepalanya di sandaran mobil, menatap langit yang terlihat dari kaca depan mobilnya. Indira kembali menundukkan kepalanya, bersandar pada kemudi mobil. Indira menangis sejadi - jadinya.
Hingga beberapa jam Indira masih berada di parkiran restoran itu, dengan pikirannya yang berkelana kemana - mana.
Jam 3 sore, Indira melajukan mobilnya menuju perusahaan Group G untuk mencari kepastian. Indira memarkirkan mobilnya di parkiran khusus tamu. Dengan mencari posisi yang paling tepat untuk melihat jelas arah lobby.
Dan lagi, setelah Jova dan Alexander keluar dari lobby, Rakha dan Fellicya keluar dari lobby bersamaan di ikuti oleh Maya di belakangnya. Air mata Indira kembali menetes begitu saja.
Dua orang Security membukakan pintu untuk Jova dan Alexander. Dua Security lainnya membukakan pintu untuk Rakha dan Fellicya. Dua mobil itu melaju bersamaan meninggalkan gedung perkantoran Group G.
Jantungnya seolah tak kuat lagi menahan rasa sakit yang jelas terlihat di depan matanya. Dengan sekuat hatinya, dia mengusap air mata yang seolah sulit untuk di bendung nya. Indira keluar dari mobilnya saat melihat Maya berjalan ke arah parkiran khusus tamu.
"Maya!" panggil Indira pada Maya yang hendak masuk ke mobil Jova.
"Iya!" jawab Maya merasa namanya di panggil, "apa kita kenal?" tanya Maya yang tak mengenali gadis yang memanggilnya.
"Kamu lupa? aku temannya Jova di kampus, kita pernah bertemu saat aku bersama Bayu waktu itu!"
"Oh, iya ingat!" jawab Maya setelah mengingat dua kali pertemuan singkat mereka saat di kampus Jova. "Ada apa ya?"
"Apa Jova masih ada di dalam?" tanya Indira yang pura - pura tidak tau keluarnya dua mobil sport itu.
"Wah! baru saja keluar! bersama Tuan muda dan Tuan Rakha, juga Nona Fellicya"
Fellicya? batin Indira.
"Oh ya?" pekik Indira pura - pura shock, "kalau boleh tau kemana ya mereka?" tanya Indira mencoba mencari Informasi.
"Tadi Nona Jova bilang mereka akan menemui EO untuk acara ulang tahun Nona Jova minggu depan!" jawab Maya.
"Oh! gitu!" jawab Indira. "Apa mereka akan lama?"
"Kalau Nona Jova mungkin tidak, karena mereka hanya bertemu EO, kalau Tuan Rakha dan Nona Fellicya sepertinya akan lama"
"Kenapa begitu?" tanya Indira.
"Tadi Nona Fellicya meminta Tuan Rakha untuk menemaninya nonton!"
"Nonton?" Indira mengerutkan keningnya.
"Iya!" jawab Maya singkat.
"Oh! ya sudah kalau begitu!" pungkas Indira, "aku hanya ingin mencari Jova saja tadi! bye!"
"Oh iya!" Maya melambaikan tangan singkat.
Air mata Indira kembali pecah saat ia masuk ke dalam mobilnya. Dengan perasaan yang kacau Indira melajukan mobilnya membelah kemacetan Ibukota sore itu, tanpa arah dan tujuan.
Sepanjang perjalanannya tak sedikitpun air matanya berhenti menetes. Seolah tidak ada yang mampu membendungnya.
"Rakhaaaa!!!" teriak Indira di dalam mobilnya. "Pembohong!" teriaknya lagi sambil memukul kemudi mobilnya.
Menjelang malam Indira memarkirkan mobilnya di tepi pantai yang bahkan mulai sepi pengunjung, karena hari hampir gelap.
Ya ampun, hati Author ikut merasa berantakan.
Apa yang akan di lakukan Indira di pantai seorang diri?
Jangan lupa tinggalkan like nya yaa.. spesial hari ini Author kasih 2 episode.
Yang nungguin mereka jadian, mungkin lima hari lagi. Sabar yaa, itu pun kalau mereke berjodoh, kalau nggak yaa maap! hehehe.
Masih ada adegan dramatis yang menguras emosi nanti.
Terima kasih,
Salam Lovallena.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
Linda Napitu
sakit hati ini
2021-11-11
2
Botte Chizzy
gak seru.....tokoh cewek nya kayak yg murahan bucin amat ma laki nya ,
2021-09-17
1
hiatus
lanjuttt Thor 😍🥰
2021-09-14
2