Di sebuah kamar yang berada di lantai dua Ruko. Indira menjatuhkan tubuhnya di atas ranjangnya. Dia baru saja selesai memasukkan baju cukup banyak, beberapa tas juga sepatu dan sandal. Tak lupa perlengkapan untuk kuliahnya. Hingga dua koper besar terisi penuh.
"Jika di fikirkan, aku ini mengajukan syarat gila," gumam Jova, "meskipun Jova bilang Rakha tidak akan mudah mengambil yang bukan haknya, bagaimana kalau seandainya dia khilaf?" Indira duduk menyilangkan kaki, menatap dua kopernya.
"Ah! kau gila Ndi!" memukul tempat tidurnya. "Bagaimana kalau selama satu bulan Rakha belum juga jatuh cinta padaku?" gumamnya lagi, "aku harus pura - pura tidak mengenalnya! Aaah! berat sekali!" keluh Indira.
Pikiran Indira berjalan kemana - mana, antara ragu dan yakin menjadi satu. Belum lagi rasa takut jika ada khilaf di antara keduanya.
"Aku yakin seorang Rakha Leonard masih punya hati dan pikiran yang waras!" gumamnya meyakinkan dirinya. "Meskipun dia Playboy!" lanjutnya kecewa.
Indira turun dari tempat tidurnya, mengambil tas kecilnya, dan membawa dua kopernya turun ke lantai bawah di bantu seorang karyawannya.
"Mbak Indira mau liburan ke luar negeri?" tanya seorang Waiters melihat dua koper besar milik Indira.
"Tidak," jawab Indira, "selama satu bulan aku akan tinggal di apartemen temanku. Kalian bekerjalah dengan baik. Sesekali aku akan datang kesini untuk meminta pertanggung jawaban kinerja kalian selama aku tidak ada di sini, mengerti?"
"Mengerti, Mbak Indira!" jawab karyawannya serentak.
"Bagus! aku berangkat dulu!"
"Iya, Mbak!"
Indira memasukkan kopernya ke dalam mobil, kemudian melajukan mobilnya menuju apartemen Rakha. Sepanjang perjalanan Indira berusaha meyakinkan dirinya, bahwa dia pasti bisa menaklukkan sang pujaan hati.
Indira memarkirkan mobilnya di parkiran apartemen, dia menurunkan kopernya dan membawanya menuju lobby. Indira masuk ke dalam lift. Indira keluar dari lift setelah pintu lift terbuka di lantai tempat apartemen Rakha berada.
Indira menekan bel apartemen Rakha, cukup lama Indira menekan bel tapi tidak kunjung ada jawaban.
"Kemana dia sepagi ini?" gumamnya sambil terus menekan bel.
Sampai akhirnya terdengar bunyi Cleekk! pintu terbuka yang memperlihatkan muka bantal Rakha dengan mata yang belum terbuka sempurna, di tambah hanya menggunakan celana boxer berwarna hitam. Indira menganga melihat tubuh atletis Rakha. Rakha melihat Indira dan dua koper di kanan kirinya dengan penuh tanda tanya. Rakha berusaha menyadarkan dirinya.
"Mau apa kau kemari?" tanya Rakha menyandarkan dirinya di daun pintu, "kau kabur dari rumahmu?" Indira masih belum fokus sepenuhnya, dia masih tertegun melihat perut sixpack Rakha. "Apartemen ku tidak menampung orang - orang yang kabur dari rumahnya, apalagi anak gadis sepertimu! pulang sana!" usir Rakha dengan mata yang masih menahan kantuk.
"Hey!" Indira mulai menyadarkan dirinya, "kau lupa dengan perjanjian kita?" tanya Indira dengan nada tinggi.
"Perjanjian?" Rakha mengerutkan keningnya.
"Iya!" tegas Indira, "Perjanjian kita! mulai hari Sabtu ini aku akan tinggal di apartemen mu selama satu bulan!" Indira menunjukkan jari kelingkingnya di depan Rakha.
Rakha menatap jari kelingking Indira, berusaha mengingat perjanjian apa yang mereka sepakati. Sampai akhirnya Rakha terlonjak kaget begitu ingat apa yang pernah mereka sepakati di malam pesta Jova dan Alexander. Dia berdiri tegak menghadap Indira.
"Sudah ingat?" tanya Indira dengan senyum manisnya.
Rakha menatap tajam wajah Indira, menyadarkan dirinya sepenuhnya. Menarik nafasnya panjang sebelum bicara pada Indira.
"Kau yakin benar - benar ingin tinggal di sini selama satu bulan?" tanya Rakha penuh penekanan.
"Tentu saja!" jawab Indira yakin membuat Rakha membuang nafasnya kesal.
"Bagaimana jika dalam satu bulan aku tetap tidak menyukaimu?" tanya Rakha serius.
"Sesuai perjanjian kita, aku akan pergi jauh dari hidupmu" jawab Indira dengan senyum menantang.
Rakha menatap intens wajah Indira. Sebelum akhirnya kembali berjalan masuk tanpa berkata sepatah katapun. Indira langsung membawa kopernya masuk dan menutup pintu apartemen Rakha.
"Kau tinggal di kamar ini," tunjuk Rakha pada pintu di lantai bawah dekat ruang tengah.
"Siap, Tuan Rakha yang tampan" jawab Indira dengan senyum manisnya.
Rakha hanya menyebikkan bibirnya heran pada antusiasme Indira.
"Ingat! di sini tidak ada pembantu, dan selama satu bulan kau di sini, aku tidak akan sekalipun memanggil Cleaning Service. Jadi kau yang harus membersihkan. Aku tidak mau ada orang yang tau kalau ada perempuan di apartemen ku, paham!"
"Paham 100%!" jawab Indira yakin, "kau sudah sarapan?" tanya Indira.
"Kau tidak lihat? mataku saja baru terbuka, bagaimana aku sudah sarapan!" jawab Rakha acuh.
"Hehe, maaf maaf," Indira menerbitkan senyum kikuknya, "mandilah, aku akan siapkan sarapan untukmu." ucap Indira menunjukkan kantong kresek berisi bahan masakan yang sengaja dia bawa dari dapur Cafenya.
"Hemm," jawab Rakha cuek lalu naik ke kamarnya di lantai atas.
Indira masuk ke kamar bawah. Apartemen Rakha tidak terlalu besar. Di lantai atas hanya ada satu kamar utama yang lumayan luas beserta walk in closed nya. Dan satu ruangan untuk Gym, juga ruang untuk santai yang kecil juga. Di lantai bawah hanya ada ruang tamu kecil, ruang tengah yang tidak terlalu luas, satu kamar tamu, satu dapur kecil, satu kamar mandi, dan satu ruang belakang untuk mencuci baju kotor.
Setelah merapikan baju dan barang lainnya ke dalam lemari pakaian yang ada di kamar tamu, Indira keluar dari kamar menuju dapur. Indira melihat - lihat peralatan dapur yang tidak terlalu lengkap. Tapi Indira yang basic nya hobi memasak, bahkan semua menu ala Cafenya adalah resep yang dia ciptakan bersama kedua orang tuanya yang sama - sama pengusaha Cafe, tentu bukan sesuatu yang sulit memanfaatkan bahan masakan yang ada dengan alat masak seadanya.
Satu jam berlalu Indira berkutat di dapur mini Rakha, barulah Indira membawa beberapa menu sarapan untuknya dan Rakha. Indira menata rapi set piring dan sendok di atas meja. Tapi Rakha belum juga terlihat turun dari atas. Indira memutuskan untuk naik ke lantai atas. Terlihat ada dua pintu di lantai atas.
"Mana yang kamar Rakha?" gumam Indira.
Indira mengetuk beberapa kali pintu yang pertama, tapi tidak ada jawaban sama sekali. Lalu beralih ke pintu satunya, beberapa kali mengetuk terlihat gagang pintu bergerak.
Cekleekk!
Pintu terbuka memperlihatkan Rakha yang hanya terlilit handuk di pinggangnya dan handuk kecil yang dia gosokkan di kepalanya. Tubuh segar Rakha terpampang nyata di mata Indira.
"Apa?" tanya Indira.
Ya ampun, pemandangan macam apa ini?, ucap Indira dalam hati.
Rakha melihat arah pandang Indira, lalu melirik perutnya yang menjadi pusat perhatian Indira.
"Kenapa mencari ku?" tanya Rakha lagi karena Indira hanya bernafas tanpa ekspresi.
"Ehm! ini.., Em..!" Indira mendadak gaguk.
"Apa!" tanya Rakha lebih tegas.
"Sarapan kita sudah siap, kenapa kamu tidak juga turun," Indira menyadarkan dirinya sepenuhnya. "Bukankah kamu harusnya sudah selesai mandi dari tadi?" lanjutnya.
"Aku bukan dirimu yang malas berolah raga!" jawab Rakha ketus.
"Hehe!" Indira tersenyum kikuk menggaruk tengkuk lehernya, menyadari kalau Rakha baru saja berolah raga.
"Turunlah, aku akan menyusul!" ucap Rakha cuek.
"Ok!" jawab Indira.
Indira kembali menuruni tangga, menunggu Rakha di meja makan dengan memainkan ponselnya.
Selang beberapa menit Rakha menuruni tangga dan langsung duduk di kursi yang sudah ada pering tepat di depannya.
"Kamu mau makan yang mana"
"Terserah" jawab Rakha cuek.
Indira dengan sangat telaten dan ikhlas mengambilkan menu sarapan untuk Rakha. Rakha hanya memperhatikan setiap gerak gerik Indira. Terkahir Rakha menatap wajah Indira yang terlihat senang melakukan hal itu untuknya.
"Rakha, apa hari ini kamu sibuk?" tanya Indira setelah makanan mereka habis.
"Kenapa?"
"Ayo temani aku belanja ke supermarket!" ucap Indira, "kamu tidak punya bahan masakan, dan alat masak mu juga tidak lengkap."
Rakha menatap Indira dengan heran, dan penuh tanda tanya.
"Apa!" pekik Rakha, "belanja? ke supermarket?" Rakha mengerutkan keningnya.
"Iya!"
"Cih! kau mengajakku belanja bahan masakan ke supermarket? apa tidak salah?" tanya Rakha terheran - heran.
"Kenapa?" Indira mengerutkan keningnya.
"Di taruh di mana mukaku belanja bahan masakan bersama mu?"
"Hey! di sana banyak kok laki - laki yang belanja!" ucap Indira.
"Tapi bukan untuk bahan masakan dan alat dapur kan?" ucap Rakha menahan kesal.
"Tch! kata siapa?" ucap Indira, "kelak kau juga akan menjadi calon suami, kau bisa di cincang istrimu kalau kau tidak mau menemani dia belanja ke supermarket!" lanjutnya.
"Itu beda lagi!"
"Beda apanya, sama saja dengan sekarang! Di sana banyak kok para suami yang mendorong troli istrinya"
"Kau kan bukan istriku!"
"Selama kita belanja, anggap saja aku ini istrimu. Itung-itung belajar menjadi suami yang baik." bujuk Indira.
"Kau tau kan aku ini suka gonta - ganti pasangan kencan. Bagaimana kalau seandainya salah satu dari mereka yang pernah kencan dengan ku melihatku mendorong troli belanja mu!" Rakha bicara berapi - api, "memalukan!" Rakha menyilangkan kedua tangannya di dada.
Indira tersenyum melihat Rakha yang sangat kesal dengan ajakannya.
"Kalau yang melihat mu itu sudah putus dari mu, mereka pasti menyesal. Karena seorang Rakha Leonard ternyata punya jiwa calon suami yang baik," ucap Indira dengan lembut, "kalau yang melihatmu sekarang sedang berstatus gebetan atau bahkan pacarmu dia akan semakin mengagumimu. Jika mereka bertanya siapa aku, aku tidak akan keberatan kalau aku kau anggap sebagai sepupu mu. Lagi pula usia kita beda 7 tahun." jelas Indira dengan sangat hati - hati.
Rakha masih diam memikirkan ucapan Indira. Sesekali dia menyebikkan bibirnya, membuang nafas kasarnya.
Ingat Indira! kau harus berusaha mengambil hatinya senatural mungkin. Jangan memaksa dan jangan menggenggamnya terlalu erat. Ucap Indira dalam hati melihat Rakha yang masih berfikir.
"Bagaimana, mau kan?" tanya Indira penuh harap.
"Baiklah!" jawab Rakha pasrah.
"Yes!" pekik Indira.
Rakha melirik Indira yang kegirangan dengan tatapan yang sulit di artikan.
"Aku ambil kunci mobil dulu!" Rakha beranjak dari duduknya.
"Ok!" jawab Indira ikut berdiri mengambil tasnya di kamar.
"Ingat! di dalam nanti jangan sampai kau menggandeng tanganku!" ucap Rakha ketus saat memarkirkan mobilnya di parkiran supermarket.
"Iya..iya..!" jawan Indira memanyunkan bibirnya.
Rakha dan Indira berjalan bersama memasuki supermarket. Indira menarik troli sendiri, karena ia yakin Rakha tidak akan mau mendorong troli.
Yang penting dia mau menemaniku berkeliling, batin Indira.
"Kau mau aku masak kan apa?" tanya Indira yang sedang memilih bahan masakan.
"Terserah kau! yang penting enak" jawab Rakha yang berjalan di belakang Indira.
"Kalau masakan ku yang tadi enak tidak?"
"Lumayan," jawa Rakha cuek.
"Kok lumayan sih, padahal itu menu terlaris di Cafe ku" ucap Indira memanyunkan bibirnya.
Rakha hanya tersenyum samar.
"Aku sangat suka brokoli, buatkan aku menu terbaikmu dari bahan ini!" meletakkan brokoli ke dalam troli.
"Kecil!" ucap Indira.
"Rakha!" sapa seseorang, "kamu benar Rakha Leonard kan?"
Rakha menatap wajah seorang wanita yang menyapanya, dengan tatapan bingung.
"Aahh.. tentu saja kamu tidak ingat siapa aku, gebetanmu kan banyak" ucapnya dengan senyum manis.
Rakha hanya tersenyum kikuk, karena dia benar - benar tidak ingat siapa perempuan yang menyapanya.
"Kamu...?" Rakha kesulitan melanjutkan kalimatnya.
"Tere!" jawab perempuan bernama Tere itu.
"Tere?" Rakha mengerenyitkan dahinya.
"Teresha!" ucapnya lagi, "yang setelah kau beri harapan, eh malah kabur sama Angel!" imbuhnya.
"Oh!" Rakha tersenyum kikuk, menunjukkan semua gigi putihnya, menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal.
"Sudah ingat?" tanya Tere yang di angguki Rakha dengan rasa malunya, "ini pacar mu? atau gebetan lagi?" tanya Tere menunjuk Indira yang dari tadi hanya melihat interaksi keduanya.
"Saya sepupunya," jawab Indira mengulurkan tangan pada Tere, Rakha langsung menatap tak percaya pada Indira.
"Tere," ucap Tere menyambut uluran tangan Indira.
"Indira!" ucap Indira memperkenalkan diri
"Ya sudah kalian lanjutkan saja kegiatan kalian. Have fun!" ucap Tere dan berlalu dari Rakha dan Indira.
"Iya!" jawab Rakha dan Indira bersamaan.
"Kenapa kau bilang kalau kau sepupuku" tanya Rakha.
"Kan aku tadi sudah bilang, jika ada wanita yang menyapamu, aku akan memperkenalkan diriku sebagai sepupumu. Jadi kau tetap aman dari barisan mantan maupun gebetanmu!" ucap Indira dengan menyungging senyum manis.
Rakha tidak menjawab dia hanya merasa aneh dengan dirinya sendiri.
Lalu apa yang membuat gadis ini begitu menginginkanku, kalau dia tau aku punya banyak mantan bahkan gebetan. Bukankah itu hal yang buruk. Ucap Rakha dalam hati lalu mengambil alih troli yang di dorong Indira.
"Kau jalan duluan, pilih yang kau butuhkan. Biar aku yang mendorong troli ini!" ucap Rakha.
Indira menerbitkan senyum manisnya, menatap mata Rakha lekat - lekat.
"Ok!" ucap Indira berpindah ke depan troli.
Lama - lama kau pasti membuka hatimu untukku! batin Indira yakin.
Belanjaan mereka sudah satu troli penuh, Rakha mendorongnya ke meja kasir, setelah Indira mengatakan cukup. Indira mengeluarkan belanjaannya satu persatu. Setelah seluruhnya selesai di scan, Rakha mengeluarkan kartu debitnya untuk membayar.
"Kita makan siang di sini saja," ucap Rakha berhenti di salah satu stand makanan.
"Ok!"
Rakha kembali mendorong trolinya ke parkiran mobil setelah menyelesaikan makan siangnya. Dan memindah beberapa kantong plastik dari troli ke dalam mobilnya.
Ini episode khusus yang Author ambil dari Novel pertama yang berjudul I LOVE YOU DOSEN! agar cerita lebih detail dan bagi pembaca yang langsung membaca novel ini tau cerita awal mula mereka tinggal bersama.
Jangan lupa untuk selalu meninggalkan Like dan Komentarnya ya.
Dukungan dalam bentuk apapun adalah penyemangat untuk Author siap lembur.
Terima kasih,
Salam Lovallena.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
auliasiamatir
hadir lagi Thor...
2021-12-08
1
Welli Brenda
lanjutt
2021-08-21
3
Nur Gina
semangat kak thor upx...
2021-08-21
3