Dunia Sandra seperti hancur seketika saat ia mendengar keputusan mutlak dari sang papa yang menegaskan jika bayi yang dikandungnya harus dilenyapkan. Air matanya meleleh begitu saja. Bagaimana pun, mereka adalah darah dagingnya dan merupakan cucu dari papanya.
“Bayi itu masih sangat kecil Sandra. Kita bisa melakukan aborsi tanpa melukaimu.” Tomy memegang bahu Sandra yang bergetar.
“Tidak pa. Jangan berkata seperti itu. Bayi ini adalah cucumu juga.”
“Aku tidak memiliki keturunan haram.”
“Pa mereka tidak salah. Mereka karunia Tuhan.”
“Sadarlah Sandra. Jika kamu mempertahankan mereka, masa depanmu akan hancur.” Tomy menggoyangkan bahu Sandra. Membuat gadis itu semakin terisak.
“Bukan hanya kamu. Nama baik keluarga juga akan tercoreng karenamu. Bahkan Vina yang tidak bersalah pun akan merasakan dampaknya.” Ani melipat kedua tangannya. Bagus juga ada kejadian ini. Dengan begitu nama baik Sandra akan buruk di mata Tomy.
“Ayo ikut papa. Papa punya teman yang mengetahui tempat utnuk aborsi.” Tomy bangkit. Menarik tangan Sandra untuk dibawanya pergi. Namun gadis itu menghentakkan nya.
“Tidak pa! Mereka anak-anak Sandra. Tidak ada yang boleh melenyapkannya.” Sandra mundur dua langkah. Menjauh dari jangkauan Tomy. Wajahnya penuh dengan kekecewaan. Meskipun ia sudah memperkirakan hal paling buruk sekalipun, ia tidak menyangka jika papanya benar-benar tega berniat melenyapkan keturunannya.
“Semua ini papa lakukan demi kebaikanmu Sandra. Mengertilah. Aborsi ini harus dilakukan.”
“Tidak pa. Tidak!” Sandra menggelengkan kepalanya. Bagaimanapun caranya, ia harus menyelamatkan anak-anak nya apapun konsekuensinya.
“Baik jika kamu berkeras. Aku tidak memiliki anak yang susah diatur. Jika kamu memang tidak mau melakukan aborsi. Tinggalkan rumah ini! Membuat malu saja.” Ucap Tomy dengan kerasnya. Bahkan setelah selesai berkata, ia membalikkan badannya. Tidak mau melihat Sandra sama sekali.
Jederrr....
Sandra menutup matanya. Kalimat yang ia dengar dari mulut sang papa sangat menyakiti hatinya. Namun ia sudah memilih. Ia telah memilih anak-anaknya.
“Kalau papa memang malu mempunyai anak sepertiku. Aku akan pergi pa.”
Tomy tersenyum sinis. “Ternyata itu pilihanmu. Bagus. Bi Sumi!” Teriak Tomy memanggil Bu Sumi yang sedari awal mendengar dengan jelas perdebatan mereka.
Bi Sumi yang memang menguping dari dapur segera menghampiri dengan cemas. Wanita tua itu juga sudah menangis.
“Ada apa tuan?” tanya bi Sumi ketika sampai di ruang keluarga. Ia menautkan kedua tangannya.
“Bantu Sandra mengemasi barang-barang nya. Setelah itu antar ia keluar.” Tomy berlalu diikuti Ani dan Vina.
“Akhirnya kau pergi juga dari sini. Hahaha.” Vina tertawa mengejek sebelum bergegas menyusul Tomy dan Ani yang sudah naik ke lantai atas. Sandra hanya meliriknya sekilas
“Non...” Bi Sumi melihat Sandra dengan kasihan.
“Aku tidak apa-apa bi Sumi. Lakukan saja seperti perintah papa.” Sandra berjalan dengan ke arah kamarnya diikuti bi Sumi yang berderai air mata.
Di dalam kamar, Bi Sumi segera mengeluarkan koper dari dalam lemari. Koper besar itu sedikit berdebu karena sudah sangat lama tidak dipakai. Terakhir saat Sandra berlibur ke Bali bersama keluarganya lima tahun lalu.
Bi Sumi memilih pakaian yang bagus dan nyaman dipakai. Sandra tidak mungkin membawa semuanya. Setelah memasukkan pakaian, tak lupa Bi Sumi juga memasukkan semua dokumen penting yang mungkin dibutuhkan Sandra nantinya. Selain itu, ia juga mengemasi alat make up yang tidak banyak jumlahnya.
Sedangkan Sandra sendiri duduk di tepian ranjang. Menundukkan kepalanya.
“Non Sandra, bibi sudah memasukkan sabun dan alat mandi lainnya juga. Ada di slaam kantong ini.” Ucap Bi Sumi sambil menunjuk salah satu bagian dari koper. Sandra meliriknya dan mengangguk.
“Bi, tolong masukkan foto mama juga.” Kata Sandra ketika melihat Bi Sumi hampir selesai.
“Iya non.” Bi Sumi berjalan ke arah nakas. Mengambil pigora yang menampilkan foto yang majikan. Ibu kandung Sandra. Wanita cantik dan sangat baik. Sama seperti Sandra.
“Bibi kagum pada non Sandra. Meskipun jalan yang non pilih akan sulit, non memilih yang tepat. Bagaimana pun, anak-anak non tidak bersalah dalam hal ini. Mereka berhak hidup. Jika mama non Sandra masih hidup, bibi yakin beliau juga akan sangat bangga terhadap nona.” Bi Sumi menarik napasnya dan menghembuskannya perlahan.
“Hidup di dunia luar sangat sulit dan penuh dengan bahaya non. Jagalah diri non baik-baik. Bibi yakin, non bisa menjalani cobaan ini dengan tabah.” Lanjutnya.
“Terima kasih Bi. Semua sudah siap. Aku akan pergi sekarang.” Sandra berdiri dan meraih kopernya.
“Sekarang sudah malam non. Sebaiknya besok pagi saja perginya.”
“Tidak bi. Papa akan marah nanti.”
“Non, bisa saja kan papa non sedang sangat emosi saat ini. Siapa tahu jika besok pagi tuan akan merubah keputusannya.”
Sandra tersenyum miring dan berjalan keluar kamar. Ia tahu bagaimana papanya. Laki-laki itu tidak pernah merubah keputusan yang telah diambilnya.
Saat sampai di luar rumah, sebuah mobil sudah menunggu. Sebelumnya, Sandra sudah memesan taksi online untuk mengantarkannya ke tempat kost Dinda.
Malam itu, Sandra meninggalkan rumahnya dengan perasaan hancur. Diiringi dengan tangisan bi Sumi yang juga semakin terdengar pilu saat melepas kepergian sang nona.
Butuh waktu hampir satu jam untuk sampai di tempat kost Dinda. Tempatnya memang berada di pinggiran kota. Sengaja karena memilih yang termurah.
Saat ia turun dari taksi, ia mendapati pintunya tertutup. Bahkan lampunya pun tidak ada yang menyala. Menandakan sang penghuni tidak berada di rumah sejak pagi atau siang.
“Dinda buka pintunya. Ini aku Sandra.” Ucap Sandra sambil mengetuk pintunya agak keras. Namun beberapa dipanggil tak ada seorangpun yang keluar.
“Mbak cari Dinda ya?” tanya seorang gadis yang kamar kost nya tepat di samping milik Dinda. Gadis muda itu menyembulkan kepalanya dari balik pintu yang setengah terbuka.
“Iya. Dinda kemana ya kok sepi?” tanya Sandra.
“Dinda pulang kampung siang tadi. Katanya bapaknya kecelakaan.” Jawab gadis itu.
“Oh. Ya sudah kalau begitu. Terima kasih mbak.”
“Sama-sama.” Gadis muda itu mengangguk sebelum menutup pintu. Meninggalkan Sandra yang terduduk lemas saat ini.
Sandra bingung kemana ia harus pergi. Ia tidak memiliki teman dekat lain selain Dinda dan Nesya yang tidak mungkin akan membantunya karena ia masih tinggal dengan keluarganya dan keluarganya hanyalah orang miskin. Jangankan untuk menampung Sandra, Nesya pun harus berbagi kamar dengannya.
Malam semakin larut. Ia harus segera menemukan tempat untuk tidur malam ini.
Sandra melangkahkan kakinya dengan lunglai. Koper yang dibawanya ia tarik dengan sedikit kesusahan. Sandra berjalan di tengah malam tanpa tujuan yang jelas.
Beberapa kali ia mengelus perutnya yang terasa sangat lapar. Ia sampai lupa jika ia hanya sarapan pagi ini. Dan tidak sempat makan siang karena terburu-buru pergi ke dokter.
“Maafkan mama ya. Mama lupa ada kalian yang juga butuh makan. Mama janji tidak akan egois lagi. Malam ini kalian harus bersabar ya.” Gumam Sandra sambil mengelus perutnya yang masih datar.
Tiba-tiba hujan turun dengan deras.
*
*
*
Terima kasih sudah mampir 😘
Jangan lupa like dan vote ea...🥰
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 168 Episodes
Comments
Dick Roell
duh kasihan bnget Sandra...sbar y
2022-07-06
1
Berdo'a saja
lengkap sudah
2022-05-29
1
Dina kei
ya ampun pake acara hujan lagi. mengsedih. 😭😭
2022-04-23
0