"Oh no, Mama. Please, jangan paksa Bian. Bian tidak suka di paksa begitu. Pokoknya Bian tidak mau bertunangan apalagi sampai menikah. Tidak!" Bian menolak lagi.
"Bian, kamu selama ini tidak pernah mendengar kata-kata Mama. Mama mohon sama kamu untuk kali ini saja, untuk pertama dan terakhir kamu dengarkan perkataan mama. Dengarkan permintaan Mama."
"Tidak!"
Bian mengambil kunci mobilnya lalu menancap gas menuju arena balap. Dia ingin menenangkan diri disana. Memacu adrenalinnya. Setelah itu seperti biasa Bian menuju sebuah club malam untuk bersenang-senang disana. Dia tak memperdulikan lagi handphone nya yang sejak tadi siang berbunyi.
Malam makin larut, Bian makin buas dengan prilaku liarnya. Dia menghabiskan malam bersama seorang perempuan penghibur. Libidonya selalu tertantang jika menyaksikan aroma sensual yang di suguhkan para penjaja kenikmatan itu. Seorang pelayan tergopoh-gopoh mencari Bian dikamar hotel melati, dia mengetuk pintu kamar hotel. Bian baru saja hendak memulainya, dengan kesal dia membuka pintu kamar.
"Ada apa?" tanyanya dengan nada tinggi.
"Maaf, Tuan. Ada seseorang yang mencari anda?" jawab pelayan itu ketakutan. "Dia menunggu di lobi." Pelayan itu tertunduk, dia tak berani menatap mata Bian.
"Baiklah, aku kesana sebentar lagi." Bian belum mulai apa-apa saat pelayan tadi memanggilnya. Dia segera menuju lobi hotel dan menemui orang itu.
"Ada apa kamu mencariku, Ujang?" tanya Bian heran saat mendapati supirnya di sana. Wajah Ujanh panik dan juga takut. Namun mau tak mau dia harus menemui tuan mudanya.
"Maaf, Mas Bian. Saya dari kemarin menelepon ponsel mas Bian. Tapi tidak di angkat," ucap Ujang.
"Aku sedang sibuk. Ada apa?"
"Ibu, Mas ... "
"Mama kenapa, Ujang?" Bian menggeser posisi duduknya. Dia menatap tajam pada laki-laki lusuh yanh ada di hadapannya.
"I-ibu sudah tiga hari ini tidak keluar kamar. Tidak makan tidak minum. Tidak juga merespon panggilan kami. Ibu mengunci pintu kamarnya. Kami takut terjadi sesuatu dengan Ibu, Mas. Mas Bian tolong pulang dulu sebentar." Wajah Bian pias mendengarnya. Dia bergegas menuju mobilnya. Dia menginjak gas mobilnya kuat-kuat, berharap sampai dirumah dalam waktu secepatnya.
Tok ... Tok ... ketukan keras menggema dari pintu kamar Mira yang di ketuk kencang Fabian. Panik. Takut. Dia tak sabar ingin mengetahui apa yang terjadi di dalam.
"Ma-mama, mama dengar Bian, Ma." Mira tidak memberi reaksi apa-apa. Bian mendobrak pintu kamar.
Brak!
Dia menyerobot masuk kamar mamanya. Dia melihat mamanya sudah tergeletak lemas diatas tempat tidur. Bibirnya kering dan membiru. Tubuhnya lemas. Wajahnya seolah kehilangan rona merahnya, pucat seperti sesosok mayat. Bian mengangkat tubuh mamanya.
"Mama! Mama dengar Bian, Ma. Bangun, Ma!" teriaknya panik.
Dia segera membawa mamanya ke rumah sakit. Dokter memasang infus di pergelangan tangan Mira. Dia menolak makanan dan minuman yang diberikan.
"Makanlah, Ma," pinta Bian. Namun Mira tetap menolaknya. Dia merapatkan kedua bibirnya. Lalu bibi, asisten rumah tangganya datang menghampiri.
"Mas, maaf. Bibi menemukan ini didepan pintu kamar kemarin." Bian mengambil secarik kertas itu lalu membukanya.
Mama mau kamu bertunangan lalu menikah dengan Lia. Tolong ikuti kata-kata mama kalau kamu masih ingin melihat mamamu hidup, Bian.
Dengan kesal Bian meremas kertas itu lalu membuangnya kelantai. Mama mengancamku, pikirnya. Namun dia tak mau dan belum siap kehilangan mamanya saat ini.
"Baiklah, Ma. Aku akan bertunangan dan menikah dengan perempuan pilihan mama, jika itu membuat mama sembuh." Tanpa pikir panjang Bian menyanggupi titah mamanya kemaren. Mira yang terbaring lemas di atas tempat tidur menghela nafas panjang dan tersenyum.
******
Lia didampingi dengan kepala asrama dan ibu pengasuh nya berkumpul di ruang kepala asrama. Bian dan Mira yang sudah berpakaian rapi pun ada disana.
"Nak Bian, saya sebagai wali dari Aulia Izzatunnisa, ingin menanyakan kesungguhan niat Nak Bian ingin meminang Aulia."
"Iya, Pak saya berniat meminta perempuan ini untuk bertunangan, insha Allah empat tahun lagi menikahinya," jawab Bian diplomatis.
"Baiklah, saya akan panggilkan Aulia, tunggu sebentar." Kepala asrama masuk kedalam ruangan bagian dalam, memangil Aulia dan seorang ibu pengasuh yang menemani Aulia. Perempuan muda itu muncul dengan mengenakan kerudungnya dan baju kurung sederhana. Tanpa riasan apapun. Bian meliriknya dengan pandangan mengejek.
"Jadi ini perempuan yang akan menjadi istriku? Ya,Tuhan ... gayanya kampungan sekali," batin Bian.
Aulia duduk disebelah ibu pengasuh asrama, sementara Bian dan mamanya duduk dihadapannya, lalu kepala asrama disisi antara mereka.
"Aulia, ini Nak Bian ... Dia ingin memintamu bertunangan lalu menikahimu empat tahun dari sekarang. Apakah kamu bersedia menerima pinangannya?" tanya kepala asrama. Aulia melirik pada Bian, dia hanya menganggukkan kepalanya. Mira mengeluarkan sebuah kotak berisi sepasang cincin emas. Bian memasangkan cincin itu ke jari tangan Aulia. Sejak saat itu resmilah mereka berdua bertunangan. Mira sangat bahagia melihatnya. Perasaannya terpancar dari wajahnya yang cerah, secerah pagi hari itu. Namun Bian tetap memasang wajah dingin dan sikap acuh tak acuh.
******
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments
tralala 😽😽😽😽
tulisan mu ringan tor.... tampa penjelasan yg berteletele....
alurnya cepat ... laju 😅😅😅😁
2022-01-11
0
riva Fardilla
cerita nya sangat ringan...,mantap pol🥰
2021-09-09
1
Octa Febian Nii
masih yimak
2021-05-02
1