Aulia memelototi layar monitor komputernya. Menelaah baik-baik soal yang ada dihadapannya. Dia sudah memeras otaknya selama dua jam untuk menjawab soal-soal ilmu pengetahuan alam. Dua menit sebelum bel tanda berakhirnya ujian berbunyi, Lia sudah mengunci jawabannya.
"Ya, Tuhan. Akhirnya berakhir sudah beban hari ini," gumam Lia sambil menyandarkan kepalanya didinding. Dia menuruni tangga menuju halaman bawah lalu menuju lorong samping sekolah. Melewati taman kecil yang penuh dengan bunga-bunga cantik. Kemudian menuju asramanya yang terletak dibelakang sekolah.
Tangga-tangga yang ia naiki menuju kamar asramanya dilantai dua terasa jauh lebih panjang. Langkahnya terasa berat. Namun hatinya lega telah memperjuangkan pendidikannya di SMP dengan usaha yang maksimal. Dia membuka pintu kamar. Melepas sepatu dan meletakkan tas sekolahnya. Melepas kerudungnya lalu membaringkan tubuh kecilnya diatas kasur. Untuk beberapa saat dia tertidur pulas. Melepaskan semua rasa letih ditubuhnya.
Suara ketukan pintu membangunkannya. Aulia mengerjapkannya matanya. Jarum jam sudah menunjukan pukul tiga sore. Dia mengambil kerudungnya lalu membuka pintu.
"Lama sekali sih buka pintunya," protes Bian kesal.
"Mas Bian?" Lia tak menyangka kalau Bian akan muncul di balik pintu kamarnya sore itu.
"Bereskan pakaianmu cepat. Mama menyuruhku menjemputmu kerumah." titah Bian. Untuk dua detik berikutnya Lia terbengong mendengar ucapan Bian tadi. "Kenapa diam? Cepatlah!" bentak Bian yang mengejeutkan gadis muda itu. Lia yang masih separuh nyawa terkumpul itu menuruti kata-kata calon suaminya. Dia mengambil beberapa lembar pakaian dan memasukkannya kedalam tas traveling nya.
"Aku mandi dulu Mas, sekalian salin baju, boleh?" tanya Lia.
"Ya sudah, cepat!" jawab Bian sambil menerobos masuk ke dalam kamar. "Kenapa lagi?" Bian makin kesal dengan kelakuan tunangannya yang di anggapnya lelet.
"Bagaimana aku mau salin nanti. Mas Bian keluar dulu," pinta Lia.
"Kamu pikir aku berminat padamu. Sudah salin saja dikamar mandi." Lagi-lagi Bian arogan. Memerintah sesuka hatinya. Iih, ni orang masih nyebelin banget. Kenapa juga dia bisa langsung ke asrama, tidak lewat pemantauan ibu pengasuh dulu di lobi asrama, batin Lia sambil mengambil baju salinnya di lemari.
Bian berbaring diatas tempat tidur. Dia sebenarnya tidak mau repot-repot menjemput Lia ke asrama. Hanya saja seperti biasanya mamanya memintanya untuk menjemput calon istrinya itu. Setelah berdebat panjang akhirnya Bian melakukannya juga. Menjemput Lia dengan menerobos masuk langsung ke kamar asrama putri.
"Lama sekali sih," protes Bian saat Lia keluar dari kamar mandi. Aulia sudah rapi dengan pakaiannya. Dia mengambil bedak tabur di meja riasnya lalu memoles sedikit wajahnya. Menyemprotkan sedikit parfum lembut di pakaiannya. Aromanya yang halus membuat Bian sedikit melirik kearahnya. Namun cepat-cepat dia memalingkan wajahnya.
"Ayo, Mas." Lia tersenyum memandang ke arah Bian yang masih berbaring malas di atas tempat tidur. Bian bangkit dari tidurnya, lalu mengambil kunci mobilnya yang ia letakkan diatas meja. Aulia memanggul tas ranselnya menuruni tangga bersisian bersama Bian. Lalu mereka menaiki mobil dan meninggalkan asrama.
******
"Istirahatlah dulu, Sayang. Kamu pasti lelah," ucap Mira setelah menyambut kedatangan calon menantunya itu.
Lia menuju kamar tamu, meletakkan semua barangnya disudut lemari. Lalu merebahkan tubuhnya diatas kasur. Perjalanan panjang tadi membuatnya lelah. Apalagi sepanjang jalan mereka tak bicara sepatah katapun. Sungguh sangat membosankan. Sepeti dua orang asing yang berada dalam sebuah mobil. Padahal ini bukan pertemuan pertama mereka. Bukan juga kali pertama mereka jalan berdua. Namun sikap Bian yang tak perduli dan Lia yang pemalu membuat suasana semakin diam.
******
"Bagaimana rencanamu selanjutnya, Sayang? Apa kamu sudah menentukan sekolah pilihanmu?" tanya Mira pada calon menantunya itu sesudah makan malam. Mereka bertiga duduk santai disofa. Bian tidak menggubris pembicaraan mereka berdua. Dia tidur selonjoran di atas sofa sambil bermain game online di ponselnya.
"Aku berencana mengambil beasiswa di Internasional Boarding School, Ma." Lia dengan tegas menyatakan keinginannya untuk masuk di sekolah yang menjadi cita-citanya sejak dulu, mengikuti jejek sang abang yang menjadi panutannya.
"Boarding school? Beasiswa?" tanya Mira sambil mengerutkan dahinya. Sedikit terkejut dengan ucapan calon menantunya itu. Namun dia tak bisa memaksa Lia untuk tinggal di sana. Dia menghargai keputusan gadis muda pilihannya itu. Upaya lembut untuk membujuknya perlahan masih tetap dia lancarkan agar Lia mau tinggal bersama mereka.
"Tapi kenapa harus boarding school lagi sih, sayang. Sekolah itukan dekat dari sini. Kamu tinggal saja disini ya. Biar sekalian kamu bisa dekat dengan Mas Bian mu." Mira mencoba membujuk gadis muda itu lagi.
"Nanti malah merepotkan, Mama dan Mas Bian," tolak Lia halus. "Kenapa repot? Tentu saja tidak. Kamu tidak merepotkan. Mama malah senang kamu bisa tinggal disini." Miraenggeser posisi duduknya, dia merangkul calon menantunya itu.
"Tidak usah pake tapi-tapi. Mas Bian mu juga pasti setuju." Lia melirik pada Bian. Laki-laki itu tetap tidak bergeming. Perempuan paruh baya itu mendengkuskan nafas lembutnya, kesal dengan sikap acuh putra tunggalnya.
"Kapan pengumuman kelulusanmu, Sayang?"
"Bulan depan, Ma." Lia menjawab dengan singkat. Dia tahu calon mama mertuanya masih kesal dengan kelakuan tunangannya yang malah asik bermain game online di ponselnya.
"Kalau begitu kamu disini saja sampai pengumuman kelulusanmu nanti. Habis itu baru kita urus sekolah mu nanti," titah Mira yang membuat calon menantunya tak bisa nolak. Lia hanya tersenyum kecil, meng-iya-kan permintaan si calon mama mertua.
******
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments
Erieka Evianty
bagusnya Lia nya sdh SMA jd gk aneh ceritanya
2020-12-18
3
Neneng Aca
gk ad izin tuh sma ibu asrama...minggat judlx
2020-12-12
3
MakNyak
kok aneh ya..anak smp tuh masih remaja..tp udah disibukin ama perjodohan...
2020-12-03
4