BAB 16 (RUMAH SAKIT)

“Terima kasih, Halima. Karna sebab kecerobohanku, aku jadi terluka”

“Ya, sama-sama Kazar. Tapi apa sebaiknya kita pergi ke dokter saja, aku takut jika terjadi apa-apa dengan Kazar. Luka Kazar sangat lebar, dan itu juga langsung mengenai dua jari, Kazar.”

“Tidak, apa. Halima. Nanti juga ia akan sembuh sendiri, aku tidak selemah itu, sampai-sampai dengan luka yang seperti ini harus di bawa ke dokter..!”

Pembicaraan keduanya lalu terputus, kala dering telepon Zara berbunyi.

“Halo, Atzia. Ada apa?”

“Hah, apa? baiklah aku ke sana sekarang.”

Zara yang mendapat kabar bahwa sang paman sedang sakit, langsung meninggalkan restoran dan pergi ke rumah sakit yang di tunjuk oleh Atzia lewat telepon. Ia langsung melajukan kendaraan roda duanya ke jalanan, tanpa memperhatikan lagi keselamatannya.

Setibanya Zara di rumah sakit, ia langsung mendatangi ruang rawat inap, tempat di mana sang paman berada. Di sana ia bisa melihat sang Bibi dan dua adik kembarnya sedang menunggu.

Zara juga dapat melihat sang paman yang tengah tertidur pulas dengan luka di beberapa tubuhnya yang di perban.

“Atzia, bagaimana keadaan paman? dan mengapa paman sampai bisa terluka seperti ini?” Tanya Zara pada Atzia yang duduk di samping sang Bibi.

“Ya, begitulah Papa, Kazar. Ia tidak ingat dengan usia sendiri, Papa seolah merasa masih muda, dan dengan mudahnya ia pergi memperbaiki atap taman belakang itu sendirian, beruntung ketika Papa jatuh kami mendengar teriakannya, jika tidak? entah apa yang terjadi!” Jelas Atzia panjang lebar.

Zara yang melihat sang Paman yang telah bangun dari tidurnya, segera menghampiri.

“Zara, kau disini?” tanya sang paman ketika melihat Zara

“Ya, aku langsung kemari ketika Atzia memberi kabar tentang paman”

“Oh, Atzia kau ini!” (Marah karna tidak mau Zara datang dan menceramahinya)

“Apa? aku kan hanya mengabarkan tentang

Papa pada Kazar, dan bagus Kazar datang kesini, Kazar bisa menegur papa yang susah mendengarkan perkataan mama!”

“Atzia, sudahlah jangan seperti itu pada Papamu, dan Paman juga, seharusnya Paman mendengarkan perkataan Bibi. Apalagi usia paman itu sudah tidak muda lagi sekarang. Tapi malah dengan santainya Paman memperbaiki atap taman yang tinggi itu seorang diri.

"Sebenarnya apa yang tersimpan di atap itu? Sehingga jika paman pergi ke taman belakang, selalu beralasan untuk memperbaiki atap taman. Padahal jika dilihat atap itu baik-baik saja, dan tidak ada yang perlu di perbaiki.”

Mendengar pertanyaan Zara, sang Paman menatap istrinya. Lewat tatapan matanya itu, seolah mengisyaratkan sesuatu, yang membuat sang bibi sontak berdiri dan menyela

“Begitulah Pamanmu itu, susah untuk di tegur, ia lebih mencintai taman itu dari pada aku. Sehingga jika taman itu memiliki sedikit saja kerusakan, ia dengan sigap akan langsung memperbaikinya. Taman itu adalah cintanya baginya, Bukankah begitu Murade?” Balas sang Bibi dengan gaya bahasanya yang khas.

Mendengar itu, sontak membuat sang Paman dan dua adik kembarnya tertawa, juga berhasil membuat Zara tersenyum akannya

“Ha, ha, Apa kau cemburu Aegul?” Tanya sang Paman.

“Siapa yang tidak cemburu! Kau lebih memperhatikannya daripada aku, seolah-olah taman itulah istrimu”

“Hei, lihatlah siapa yang cemburu disini?” Goda sang paman pada istri satu-satunya yang ia cintai.

Yang sontak membuat Zara dan dua adik kembarnya tertawa, suasana seperti inilah yang Zara rindukan dengan keluarga kecilnya, kebahagiaan yang didapatnya dari hal sederhana, perlahan telah sedikit mengobati luka di hatinya. Dan itu, tentu saja sangat berbeda dari yang ia dapatkan setelah menikah dengan Hanan.

"Zara, tapi mengapa wajahmu terlihat lebam seperti itu? Apa terjadi sesuatu?" tanya sang Paman, ketika melihat bekas tamparan yang masih terlihat di pipi Zara

"Tidak, tidak terjadi apapun. Ini karna aku membersihkan lemari di restoran dan tak sengaja jatuh mengenai pipiku" jawab Zara memberi alasan

🦋🦋🦋🦋🦋🦋🦋🦋🦋🦋🦋🦋

Waktu berlalu, malam yang dingin telah datang kembali, menggantikan siang yang tadinya terik. Zara pun pulang, kala waktu telah menunjukkan pukul 21.00 malam.

Ketika Zara masuk ke dalam rumah, ia dapat melihat Jahan dan Arfan yang menyambutnya.

“Oh, Nona! syukurlah akhirnya kau pulang!”

“Kazar! Kazar dari mana saja, hah? mengapa baru pulang sekarang? Apa Kazar tahu, seberapa khawatirnya kami? Dan lagi, mengapa Kazar tidak mengangkat teleponku?” Tanya Jahan langsung dengan banyak pertanyaannya.

“Sudahlah, Jahan! Jangan terlalu khawatir seperti itu. Aku tidak mengangkat teleponmu, karna teleponku mati, dan lagi pula, aku pulang terlambat karna aku pergi ke rumah sakit.”

“Kazar pergi ke rumah sakit? Kenapa? Apa yang terjadi? Apa karna luka ini? ” tanyanya lagi sambil menunjuk luka di jari Zara.

“Tidak, Aku pergi ke sana untuk menjenguk pamanku yang sedang sakit, dan itu tidak ada hubungannya dengan jari-jemariku yang terluka”

“Tapi tetap saja, luka ini...!”

“Ini hanya luka kecil, Jahan. jangan terlalu khawatir!”

“Oh, Kazar! Bagaimana aku tidak khawatir, jika Kazar saja pulang terlambat dari biasanya, dan tidak memberi kabar apa pun pada kami!”

“Sudahlah, Jahan. Jangan membicarakan hal itu lagi, yang penting sekarang, aku sudah kembali bukan? Jadi, lupakanlah hal itu. Oh, ya. Apa sekarang kau dan paman tidak merasa lapar? Jika, ya, maka aku akan memasak makan malam untuk kita.”

“Tidak, terima kasih. Nona. Aku sudah kenyang sendari tadi?” Jawab Arfan menolak

“ya, aku juga sama, aku sudah--"

Belum sempat Jahan menyelesaikan kata-katanya, Zara langsung menutup mulut Jahan

menggunakan lengannya.

“Baiklah, baiklah. Aku mengerti, Jahan! Kau masih lapar, untuk itu aku akan memasak makan malam untuk kita, dan ya, Paman Arfan juga, tidak boleh pergi sebelum paman makan bersamaku dan Huta.” Ucapnya sambil pergi berlalu, tanpa menghiraukan lagi perkataan Jahan ataupun Arfan yang ingin menolak.

Setelah memasak beberapa menu masakan, ia lalu makan bersama Jahan dan Arfan, juga dengan para pelayan yang masih tersisa, untuk pekerjaan malam.

Di maja makan ruang dapur itu pulalah, mereka saling bercerita dan bersenda gurau bersama. Bahkan tak tampak sekalipun, bahwa Zara tengah bersedih dengan masalah yang ia hadapi. Ia telah berhasil, menutup luka dengan senyuman.

Arfan yang melihat Zara seperti itu, tentu merasa sedikit sedih. Bagaimana tidak, gadis baik dan periang ini, menjadi korban pembalasan dendam atas masalah yang tidak pernah ia tahu.

Oh, Nona. Kuharap kau mendapatkan kebahagiaan yang kau inginkan nantinya, kuharap kau selalu bahagia, sampai kau tak pernah lagi mengingat kesedihanmu. Arfan.

🦋🦋🦋🦋🦋🦋🦋🦋🦋🦋🦋

Setelah makan malam, Zara langsung memasuki kamarnya. Ia duduk di sebuah sofa, menenangkan pikirannya dan mencoba menyatu dengan keheningan. Tetapi tetap saja, kesepian mengingatkannya pada peristiwa yang terjadi kemarin.

Dadanya terasa sesak mengingat itu. Di kesunyian malam, Zara menangis dalam diam. Hingga tanpa sadar, Zara tertidur di sofa.

Hingga pagi menjelang, Zara terbangun karna sinar yang mengenainya. Ia terkejut, mengetahui dirinya yang tanpa sadar tertidur di sofa tersebut. Buru-buru dirinya pergi ke kamar mandi. Untuk segera memulai aktivitasnya paginya kembali.

Seperti kebiasaan paginya, Zara pergi ke lantai dasar untuk memasak. Kali ini ia lebih tenang dari kemarin. Ya, mungkin karena Hanan yang tidak pulang sejak pertengkaran, itu membuatnya lebih tenang.

Ketika Zara telah selesai memasak dan sarapan, ia berniat untuk pergi ke restoran.

Namun ketika ia melenggang keluar, ia dapat melihat Hanan dari kejauhan. Ia terpaku di tempatnya ketika melihat Hanan datang bersama...

.

.

.

.

.

.

.

( jangan lupa buat terus baca episode terbaru novel koko, ya.)

Terpopuler

Comments

Cahayah Indah Kasih

Cahayah Indah Kasih

lanjut

2021-01-27

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!