Selesai mengurus segala berkasnya, Zara pun duduk di bawah pohon Oak yang tak jauh tempatnya dari pekarangan panti, bersama Jahan yang telah selesai memperbaiki atap rumah.
Keduanya duduk bersantai, sambil melihat anak-anak bermain di pekarangan.
“Kak, terima kasih!”
“Ha, Terima kasih? terima kasih untuk apa?”
“Terima kasih, terima kasih Kazar mau
memberikan dana pada panti ini. Aku senang, ketika mendengar berita ini dari ibu pengasuh. Aku tak mengira bahwa Kazar akan melakukan hal sebesar ini, aku sangat malu pada diriku sendiri, aku hidup dan dibesarkan di sini. Tapi tak sekalipun--"
Dengan cepat Zara menyela perkataannya
“Eh, ya. Aku mengerti, aku juga senang jika mereka bahagia, Jahan. Karna aku pernah berada di posisi mereka"
Hening untuk sejenak...
“Apa Kazar tahu? dulunya aku dan Huta hanyalah anak-anak jalanan, kami bernasib sama. Anak yatim piatu yang telantar begitu saja, kami tidak memiliki tempat tinggal bahkan untuk makan pun, kami harus mengais sampah. Aku dan Huta benar-benar menderita kala itu, tapi kami hanya bisa pasrah dengan keadaan."
“Hingga secercah cahaya datang pada kami. Aku dan Huta bertemu dengan pemilik panti, ia membawa kami kemari. Di panti inilah kami merasakan lagi kehangatan keluarga. Orang-orang baik yang tidak peduli dengan suku atau agama, mereka menganggap kami semua sama. Yaitu anak-anak yang masa depannya akan baik."
"Sampai ketika aku berusia 9 tahun dan Huta 8 tahun, tuan Hanan datang kemari, dan mengadopsi kami. Ia mengangkat aku dan Huta sebagai anak angkatnya. Ia memberikan kehangatan dan kasih sayang yang sama pada kami, dan membesarkan kami hingga seperti sekarang dan menempatkan kami di posisi penting di sekitarnya”
Zara tertegun ketika Jahan bercerita tentang pengalaman hidupnya, ia baru mengetahui fakta. Bahwa Jahan dan Huta adalah anak angkat dari Hanan. Tapi di lain sisi, ia dapat melihat sisi lain dari Jahan, ia terlihat serius ketika ia berbicara, tidak seperti biasanya.
“Tapi, mengapa kau dan Huta memanggilnya Tuan, dan bukan ayah?”
Jahan tertawa kecil “Panggilan Tuan, bagi kami sama saja seperti panggilan Ayah atau papa untuknya, Kazar!”
“Oh, jadi selama ini kau dan Huta memanggilnya Tuan, itu sama saja dalam artiannya kalian berdua memanggilnya ayah.”
“Ya, seperti itulah. Kami memanggilnya Tuan, tapi dalam artian yang bersamaan itu panggilan ayah untuknya.”
Ketika Zara dan Jahan tengah bersantai ria, seorang anak laki-laki berusia sekitar 8 tahun datang menghampiri dan menyapa keduanya.
“Halo, Kak Jahan dan halo Bibi manis, perkenalkan namaku Joy, aku kemari ingin memberikan coklat ini pada kakak dan bibi”
Setelah memperkenalkan dirinya, ia memberikan Zara dan Jahan masing-masing satu permen coklat, yang ia keluarkan dari sakunya.
Zara tertawa ketika melihat tingkah lucu dan polosnya anak itu.
“Ha, ha, Joy. Kau benar-benar mampu memikat orang-orang dengan tampang dan tingkah lucu mu itu, ya,” puji Zara
“He, He, Terima kasih Bibi manis” Jawabnya dengan senyum tulus di wajah polosnya.
Zara lalu berlutut dan menyesuaikan dirinya dengan Joy
“Heh, kau juga pandai memuji. Apa kau tidak takut dengan wajahku ini, ini tidak sesuai dengan sebutan Bibi manismu itu,” goda Zara
“Tidak, aku tidak takut dengan wajah Bibi. Karna Bibi tahu? Ibu pengasuh mengajarkan kami untuk menilai seseorang dari hatinya bukan dari paras ataupun penampilannya, jadi aku menilai Bibi adalah seorang yang manis dan baik hati,” Jawabnya, membuat Zara terdiam.
“Wah, Joy kau pintar. Jadi sekarang sebagai hadiah dari bibi, apa kau ingin sesuatu? bibi akan membelikannya untukmu”
“Tidak, bibi. Bibi sudah memberikan banyak untuk panti dan itu sudah membuat aku dan anak-anak lain senang sekali”
Zara tersenyum dan mengusap kepala anak tersebut.
“Kau benar-benar anak baik”
Zara lalu menoleh pada Jahan.
“Jahan, Ayo! Tepati janjimu, kau ingin makan es krim bersama anak-anak bukan?”
“Ah, ya. Itu benar.”
Jahan melangkah mendekati Joy, dan berbicara padanya.
“Joy, apa kau suka es krim?”
“Ya, tentu aku sangat suka es krim, Kak Jahan”
“Kalau begitu, maukah kau ikut bersama kakak membeli es krim!”
Mendengar itu pupil matanya membesar, ia tidak bisa menyembunyikan kesenangannya.
“Ya, aku mau! Tapi...” Wajahnya berubah murung seketika.
“Ada apa? mengapa wajahmu terlihat murung?” tanya Jahan ketika melihat ekspresinya.
“Tapi, apa boleh yang lainnya juga ikut?”
“Tentu. Memang semuanya harus ikut, kita kan akan bersenang-senang hari ini. Ayo! panggil lah yang lainnya. Agar kita bisa langsung pergi ”
Wajahnya kembali cerah, ketik mendengar hal itu, ia dengan cepat pergi memasuki bangunan dan memanggil yang lainnya.
Jahan dan semua anak panti pun pergi membeli es krim dan menikmati waktu jalan-jalan bersamanya. Sedangkan Zara ia menghabiskan waktunya bercengkerama bersama tiga ibu pengasuh panti.
Begitulah, Zara dan Hanan menghabiskan hari minggunya yang indah di panti asuhan. Zara begitu senang berada sana, ia bisa tertawa lepas dan merasakan kehangatan dan kasih sayang keluarga. Baginya tak ada lagi hari yang berati seperti hari minggu yang ia lalui ini.
...****************...
Di Rumah pada saat makan malam...
Sepulangnya dari panti asuhan, Zara langsung memasak untuk makan malam, dan ia makan bersama Hanan dan Jahan di meja makan.
“Bagaimana dengan liburmu Jahan? apa menyenangkan?” tanya Hanan memecah Keheningan.
“Ya, begitulah Tuan. Tapi... Ada yang kurang,”
“Apa yang kurang Jahan? bukankah kau bilang liburanmu menyenangkan," sela Zara.
“Iya. itu menyenangkan Kazar, tapi... setelah pulang ke rumah rasanya benar-benar hampa, aku ingin sekali ada anggota keluarga baru di rumah ini,”
“Anggota baru? kau ingin mengajak seseorang untuk tinggal di sini, Jahan?” Tanya Hanan.
“Bukan, Tuan. Maksudku aku ingin seorang keponakan, anak dari Tuan dan Kazar, Aha, ha,” Balasnya dengan wajah polos tanpa dosa.
Mendengar hal itu, sontak membuat Hanan yang sedang minum tersedak akannya, ia hampir menyemburkan air dari mulutnya ke wajah Jahan. Sedangkan Zara, ia terbatuk-batuk dan memicingkan matanya pada Jahan, seolah-olah apa yang dikatakannya adalah hal yang tabu.
“Kenapa kalian jadi batuk-batuk seperti itu? kalian kan tidak sakit?”
“Jahan, berhentilah bercanda. Makan saja makananmu,” Balas Hanan dengan tegas.
“Iya, baiklah Tuan."
Beberapa saat keheningan menguasai, menimbulkan rasa canggung antara Zara dan Hanan
“Hmm, aku telah selesai dengan makananku, kalu begitu aku pernisi!” Sela Zara sembari beranjak dari duduknya.
Setelah hari itu, waktu terus bergulir dan tibalah saat di mana Hanan dan Jahan harus pergi ke luar negeri, untuk mengurus bisnisnya, selama seminggu penuh.
Meninggalkan Zara seorang diri di rumah itu. Tentunya, Zara senang dengan situasi tersebut, ia bisa menikmati waktu kesendiriannya tanpa orang yang ia benci selama beberapa hari.
Kebahagiaannya bertambah ketika Atzia dan Latzia datang mengunjunginya, untuk pertama kali setelah pernikahan.
“Kakak..!” Teriak Atzia dan Latzia secara bersamaan ketika melihat Zara menyambut keduanya di ambang pintu. Keduanya lalu berlari dan langsung memeluk Zara dengan erat.
Zara membalas pelukan keduanya, ia benar-benar merindukan dua adik kembar tersayangnya.
“Kakak, apa kau tahu? Kami benar-benar merindukanmu, sudah lama kami tidak bertemu denganmu setelah hari pernikahan.” Keluh Latzia ketika secara bersamaan, melepas pelukannya.
Tunggulah beberapa saat lagi, kakak akan kembali bersama kalian dan kita akan bahagia seperti dulu. Zara
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 49 Episodes
Comments
Kenzi Kenzi
mbok ya o sikembar berjodoh sama.huta dan jahan y....
gw jdi pingin tahu reaksi hanan ketika nge gep kulit mulus zahra dan aura cantik wajahnya....
2021-03-09
1