BAB 11- Panti Asuhan 1

Hari berlalu begitu cepat, berganti dengan minggu dan bulan. Hingga tak terasa dua bulan berlalu begitu saja. Jahan yang tinggal bersama Zara dan Hanan pun, mulai terbiasa akan kehidupan rumah yang ia tempati.

Sedangkan Hanan dan Zara? hubungan keduanya masih saja sama. Acuh tak acuh dengan kehidupan dan pekerjaan masing-masing. Bahkan untuk berbicara satu sama lain pun hanya seperlunya, sekedar mengabarkan, atau memerintah. Dan hubungan seperti itu, sudah biasa bagi keduanya.

Namun, beruntung bagi Zara. Kehadiran Jahan sedikit mengurangi kesunyian di rumah mewah tersebut.

Membuatnya sering membantu Zara bepergian atau sekedar menolongnya untuk melakukan pekerjaan ringan.

Tentunya, itu semua ia lakukan atas perintah dari tuannya, Hanan Kourosh. Yang menyuruhnya untuk membantu dan menemani Zara.

Kala itu, di Minggu pagi yang cerah. Di balkon rumahnya, Zara tengah bersantai menikmati hari liburnya, mengingat hari Minggu, adalah hari di mana restoran akan tutup.

Ditemani dengan teh panas dan biskuit di sampingnya, ia menikmati suasana pagi, yang di suguhkan oleh alam.

“Hah, hari yang tenang." desahnya, merasa lega dengan suasana, dan tidak adanya gangguan dari orang-orang sekitarnya.

Namun semua berakhir dengan cepat, ketika Jahan datang mengejutkannya.

“Kakak..., aku datang!” Teriak Jahan memanggil. Yang sontak membuat Zara terkejut akan teriakannya.

“Oh, astaga! Kau membuatku terkejut Jahan” Celetuk Zara.

“Ha, ha, Maaf Kazar( Kakak Zara) aku tak bermaksud untuk mengejutkan kakak” Balasnya kemudian, dengan mengukir senyum manis di wajahnya.

“Hei, kau tampak sangat bahagia hari ini, Coba ceritakan padaku, apa yang terjadi?” tanya Zara, ketika melihat wajah berseri sang sekretaris kedua.

“Apa benar-benar terlihat, ya. Jika aku sedang bahagia?”

“Ya, itu tersirat jelas di wajahmu.”

“Oh, tampaknya aku memang tidak bisa menyembunyikannya”

“Baiklah, sekarang ceritakan lah padaku mengapa kau sangat bahagia hari ini?” Tanya Zara sekali lagi, sembari merubah posisi duduknya menghadap Jahan dengan mata berbinarnya.

“Ya, kakak tahu? Aku mendapatkan libur seminggu penuh dari tuan Hanan, tanpa ada pekerjaan yang menggangguku dan itu tentu membuatku sangat bahagia” Jelasnya kemudian

Mendengar penjelasan Jahan, ekspresi Zara berubah seketika “Hah, Bukankah, kau lebih banyak menghabiskan waktu di rumah dari pada bekerja Jahan?”

“Aih, Kazar! Walaupun aku menghabiskan banyak waktu di rumah, pekerjaanku itu menguras otak tahu. Aku pusing memikirkannya, dan sudah waktunya aku libur,” Jawabnya dengan nada kesal.

Ya, berbeda dari Huta, yang terlihat dewasa dan ambisius. Jahan justru kebalikan nya, ia adalah seorang yang humoris dan supel, juga pencair suasana dingin antara Hanan dan Zara di rumah.

Tiada hari tanpa tersenyum atau tertawa baginya. Walaupun ia lebih tua dari pada Huta, sifatnya yang kekanakan tidak mencerminkan hal itu.

“Ha, ha, baiklah-baiklah aku mengerti. Tapi kau ingin menghabiskan waktu liburanmu ke mana?” tanya Zara.

“Ya, aku hanya ingin menghabiskan liburanku di rumah. Tapi hari ini aku ingin mengunjungi panti,"

“Panti? kau ingin menghabiskan waktu liburmu di panti asuhan?”

“Ya, kenapa tidak. Itu sangat menyenangkan Kazar, bermain dan makan es krim bersama mereka.”

“Tapi, boleh tidak aku ikut denganmu?” Tanya Zara, dengan wajah memelas.

“Tentu Kazar, itu akan sangat menyenangkan jika Kazar ikut”

Mendengar itu Zara sangat senang, ia pergi meninggalkan Jahan untuk mengganti pakaiannya

...****************...

Sesampainya di panti asuhan....

Zara turun dari mobil hitam milik Jahan. Ia melihat ke sekitarnya, sebuah bangunan bertingkat yang tampak tua dengan cat putih yang tampak lunturnya. Sekilas, terlihat seperti bangunan kosong tak berpenghuni.

“Jahan, apa kau yakin ini panti asuhan?” tanya Zara sekaan tak percaya dengan bangunan panti yang dilihatnya.

“Iya, Kazar. Ini Panti asuhan.” jawabnya, sambil melihat ke sekitar.

Zara mengikuti pandangan Jahan, dan ia dapat melihat jelas, pekarangan dari bangunan panti tersebut. Banyak bunga-bunga telah layu dan ilalang semakin meninggi.

Apa ini benar panti? mengapa bangunan dan sekitarnya terlihat tak terawat cukup lama?. Zara.

Ketika Zara melihat Jahan melangkah masuk ke bangunan, ia buru-buru mengikutinya dari belakang. Saat Zara masuk ke bagian dalam bangunan tersebut, ia dibuat tercengang.

Berbeda dengan bagian luar, bagian dalam terlihat terawat dan bersih. Bahkan untuk suasananya pun berbeda. Nyaman dan Hangat, menenangkan siapa saja yang tinggal di dalamnya.

Tring...!

Suara bel di atas pintu berbunyi, tanda seseorang datang berkunjung, membuat sang pemilik datang menghampiri.

“Selamat Pagi Ibu pengasuh.” Sapa Jahan pada seorang wanita tua yang menghampiri.

“Oh, Jahan. Senang bisa melihatmu, setelah sekian lama”

Jahan tertawa kecil “Ha, ha, maaf Bu. Baru bisa mengunjungi setelah sekian tahun lamanya,”

“Tidak apa, aku tahu kau sangat sibuk dengan pekerjaanmu.” Balasnya kemudian.

“Oh, ya. Jahan! siapa wanita manis di sampingmu ini?” Tanya wanita tua itu ketika melihat Zara.

“Ah, ya. Aku lupa mengenalkan, dia Nyonya Zara, istri dari tuan Hanan.”

Mendengar itu, wanita tua itu tersenyum dan menyapanya “Senang bisa bertemu denganmu Zara, kuharap kau nyaman berada di sini”

Zara tersenyum “aku yang sangat senang bisa bertemu denganmu, Bu. Dan aku juga sangat nyaman berada di sini"

“Syukurlah jika kau merasa nyaman di sini. Ayo, kemari duduklah dulu! Aku akan membuatkan kalian teh”

Wanita itu pun pergi, ketika Jahan dan Zara duduk. Ia pergi ke dapur membuat teh untuk keduanya.

Setelah beberapa saat menunggu, wanita tua itu kembali dengan Nampan berisi teh dan camilan.

“Ayo, minumlah. Kalian pasti lelah bukan? setelah perjalanan jauh!”

Jahan dan Zara pun menyeruput teh yang di sajikan. Sedangkan ibu pengasuh, ia duduk di salah satu kursi yang berdekatan dengan Zara.

“Oh, ya. Bu! anak-anak ada di mana? mengapa aku tidak melihatnya?” Tanya Jahan memecah suasana

“Mereka sedang pergi beribadah”

“Oh, pantas saja sepi”

Di saat ketiganya tengah asyik berbincang, seorang ibu pengasuh yang lebih muda datang menghampiri.

“Farida, apa kau melihat Lail?”

“Ia pergi beribadah bersama anak-anak! kenapa kau mencarinya?”

“Kau, tahu? Genteng di lantai atas bocor, dan aku butuh bantuannya untuk memperbaiki itu”

“Ya, kau tunggu saja. Nanti jika Lail datang aku akan menyuruhnya!”

“Jika tidak keberatan, aku bisa membantu” Sela Jahan.

“Tapi, kau baru datang, Nak. Kau juga tamu di sini”

“Tidak apa, Bu. Lagi pula aku tidak keberatan!”

Jahan beranjak dari tempatnya, dan bersama dengan ibu pengasuh yang lebih muda, ia pergi menuju lantai atas untuk memperbaiki atap yang bocor. Meninggalkan Zara bersama Farida, ibu pengasuh.

Hening beberapa saat...

“Oh, ya. Nak! Apa kau ingin berkeliling?” tanya Farida memecah keheningan

“Hmm, ya! Jika ibu pengasuh tak keberatan...”

“Tidak, sama sekali tidak. Aku tidak keberatan jika kau ingin berkeliling, Ayo! aku akan mengantarmu” Ajak Farida

Zara lalu berdiri dan berjalan beriringan bersama Farida, melihat bagian dalam dari bangunan tersebut. Ia dapat melihat dengan jelas, bangunan tua dengan dinding yang retak dan cat yang luntur, juga tambalan papan dan paku di mana-mana untuk menutupinya.

Bersama Farida, ia melihat kamar, perpustakaan, dan dapur dari bangunan tersebut, semuanya sangat sederhana. Bahkan sangat memprihatinkan ketika ia melihat bagian perpustakaan, yang hanya terdapat satu rak buku, dan dua komputer di sana.

“Ibu pengasuh, Apa di perpustakaan ini tidak ada lagi buku selain di satu rak itu?”

“Ya, hanya ini yang dimiliki panti Nona ... Kami tidak memiliki dana untuk penambahan!” Jawab Farida dengan tatapan sendunya

Zara menghela nafas panjang “Lalu bagaimana cara anak-anak di sini belajar?”

“Anak-anak menggunakan fasilitas seadanya, jika memang tidak ada buku yang ingin mereka baca, maka kami akan membantu untuk menceritakan kisah yang ingin mereka dengar.”

“Apa, pemerintah tidak memberikan dana, Bu?”

“Pemerintah memberikan, tapi dana itu hanya cukup untuk biaya dapur. Kau tahu? kami tidak memiliki penghasilan disini. Dengan itu saja sudah cukup beruntung bagi kami Nona.”

“Tapi, bukankah panti asuhan ini milik pemerintah, Bu?”

“Tidak, Nak. Panti ini berdiri sendiri, ini milik swasta”

Zara diam sambil menatap lekat Farida.

“Aku tahu? kau penasaran kenapa pihak pengelola panti tidak memberikan bantuan bukan?”

Zara mengangguk pelan, ingin tahu. Membuat Farida tertawa kecil. Dan mulai menceritakannya.

“Panti ini, dulunya adalah panti asuhan swasta yang didirikan oleh seorang pengusaha kaya. Untuk anak-anak terlantar yang hidup di jalanan, dengan harapan mereka bisa memiliki kehidupan yang baik dan masa depan lebih cerah. Sesuai yang ia harapkan, panti ini pun berdiri dan semuanya berjalan lancar seperti yang ia inginkan. Semuanya teratur dan dalam pengawasan kala itu.

Hening sejenak...

“Anak-anak bahagia, begitu pula dengan pemilik panti ini. Tapi..., seiring berjalannya waktu, ketika sang pemilik meninggal. Panti asuhan ini mulai terbengkalai, tidak ada lagi yang mengelola dan mengurusnya.”

“Aku sebagai pengasuh, benar-benar sedih akan hal itu. Aku berjuang untuk anak-anak, yang pada akhirnya hak kepemilikan panti berpindah tangan padaku. Aku memutuskan, untuk mengabdikan diriku di sini, bahkan tanpa di gaji sekalipun, aku rela. Asalkan aku bisa melihat kebahagiaan anak-anak”

Zara terenyuh mendengar kisah yang disampaikan Farida tentang panti, sekilas ia mengingat masa lalunya, ia juga seorang anak yatim piatu dan tahu rasanya di tinggalkan. Zara akhirnya memutuskan untuk mengambil keputusan besar.

“Bu, apa aku boleh meminjam pena?”

“Ah, ya. Boleh tentu saja! Tapi Nak, kau membutuhkan pena untuk apa?”

“Aku sudah memutuskan, Bu. Mulai sekarang aku akan bertanggung jawab penuh atas panti asuhan ini. Aku akan memberikan dana setiap bulannya pada panti, dan melakukan perbaikan pada bangunannya,” Seru Zara, yang membuat Farida tertegun dan tanpa sadar buliran air keluar dan membasahi kedua pipinya.

“Oh, terima kasih, Nak. Terima kasih!” Ucapnya sambil berlutut di kaki Zara. Yang sontak membuat Zara terkejut dan memegangi Farida agar ia tak berlutut.

“Oh, astaga! Apa yang ibu pengasuh lakukan? jangan seperti itu. Ibu pengasuh lebih tua dariku!”

“Terima kasih..., terima kasih, Nak!”

“Sudah, Bu. Jangan berlebihan seperti itu, aku senang jika ibu pengasuh dan anak-anak bahagia!” Jelas Zara sambil memeluknya.

...****************...

Selesai mengurus segala berkasnya, Zara pun duduk di bawah pohon Oak yang tak jauh tempatnya dari pekarangan panti, bersama Jahan yang telah selesai memperbaiki atap rumah.

Keduanya duduk bersantai, sambil melihat anak-anak bermain di pekarangan.

“Kak, terima kasih!”

“Ha, Terima kasih? terima kasih untuk apa?”

Terpopuler

Comments

玫瑰

玫瑰

karya nya bagus.

2022-06-17

0

Mila Zahrotul

Mila Zahrotul

zara baik banget sich kamu. jadi haru pengen mewek nich 😭😭😭

2021-12-15

0

Kenzi Kenzi

Kenzi Kenzi

jgn2 yg mendirikan panti itu ,ayahnya zahra y

2021-03-09

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!