BAB 13 (KESENANGAN DAN AWAL TERUNGKAPKANNYA KEBOHONGAN)

“Kakak..!” Teriak Atzia dan Latzia secara bersamaan ketika melihat Zara menyambut keduanya di ambang pintu. Keduanya lalu berlari dan langsung memeluk Zara dengan erat.

Zara membalas pelukan keduanya, ia benar-benar merindukan dua adik kembar tersayangnya.

“Kakak, apa kau tahu? Kami benar-benar merindukanmu, sudah lama kami tidak bertemu denganmu setelah hari pernikahan.” Keluh Latzia ketika secara bersamaan, melepas pelukannya.

Tunggulah beberapa saat lagi, kakak akan kembali bersama kalian dan kita akan bahagia seperti dulu lagi. Zara

“Kakak, juga merindukan kalian, sayang. Sudah lama kakak tidak melihat kalian.” Balas Zara sambil mengelus rambut dua adik kembarnya itu.

“Ayo! Sekarang masuklah, kita berbicara di dalam” Ajak Zara pada Latzia dan Atzia.

Ketiganya masuk secara bersamaan, dan duduk di sofa yang sama. Atzia dan Latzia lalu banyak bercerita pada Zara, tentang apa yang terjadi setelah kepergiannya. Zara mendengarkan secara seksama cerita keduanya, hingga tak terasa waktu terus bergulir, membuat ketiganya dilanda kebosanan.

“Kak, Apa tidak ada sesuatu yang bisa dilakukan?” Tanya Atzia.

“Tampaknya, tidak ada yang bisa dilakukan, Atzia!” Jawab Zara lesu

“Agghh, aku benar-benar bosan!” Pekik Atzia.

“Kak, apa di rumah yang sebesar seperti ini, terdapat ruang musiknya juga?” Tanya Latzia kemudian.

“Ruang musik? tentu ada, bahkan tidak jauh dari sini!”

Mata keduanya berbinar ketika mendengar itu dari Zara.

“Nah, kalo begitu. Ayo! Ke sana saja, Kak!” Ajak Latzia

“Tapi...!”

“Ayolah kak, kami sudah lama tidak mendengar kakak bernyanyi!” Pinta Latzia, yang telah beranjak dari duduknya dan menarik lengan Zara.

Pada akhirnya Zara mengiyakan, ia bersama dua adik kembarnya pergi ke ruang musik.

Namun Latzia terlebih dahulu, pergi ke dapur untuk membuat jus lemon segar bagi dirinya dan dua saudaranya. Sedangkan Atzia, ia terperangah ketika melihat ruang musik terbuka. Ruangan tersebut di desain dengan begitu mewah dan padu dengan interiornya. Alat musik pun lengkap dan tertata rapi di sana.

Tapi dari semua itu, pandangannya teralih pada sebuah kamera yang tergeletak di atas meja televisi. Ia melangkah, dan mengambil kamera tersebut.

Ini kan kamera merek terbaru yang sudah lama kuimpikan!. Aku tidak bisa membelinya karena harganya yang benar-benar mahal. Tapi kakak ipar, ia bisa membeli ini dan membuatnya tergeletak begitu saja seolah ini tidak berharga. Oh, aku tidak bisa membayangkan sekaya apa kakak ipar. Atzia.

“Atzia, apa yang sedang kau lakukan?” Tanya Zara ketika melihat Atzia memegangi sebuah kamera.

“Aku hanya sedang melihat kamera ini saja, kak!” Balasnya.

Zara tahu, bahwa Atzia telah lama memimpikan kamera tersebut. Sedari kecil ia memang menyukai kamera. Ia menggunakan itu untuk memotret banyak hal di sekitarnya. Dan karna ketertarikan pada kamera pulalah yang membawanya jadi seorang fotografer yang andal.

“Baiklah, nanti jika kau ulang tahun. Kakak, akan menghadiahkanmu kamera yang sama persis seperti itu!”

Mendengar hal itu, matanya berbinar, menunjukkan kebahagiaan

“Benarkah! Kazar berjanji?”

“Ya, aku berjanji. Sekarang letakanlah kamera itu, bukankah kau ingin mendengar kakak bernyanyi?”

“Iya, iya”

Atzia meletakkan kamera tersebut dan menyuruh Zara untuk duduk dan memainkan gitarnya. Zara mengiyakan ia duduk di sebuah kursi khusus dan mulai memainkan gitarnya.

(Note: Harap buat para pembaca, supaya kesannya dapat bisa sambil dengar in lagu ‘Sudahi Perih Ini- D. Masiv (Feby Cover)’ atau bisa juga dengar in lagu yang lain kalo mau, yang menurut para pembaca cocok sama episode ini. Dan ingat, dengar in lagunya sampai episode ini habis ya)

‘SUDAHI PERIH INI'

Apa yang harus

Kulakukan lagi bila kau tak setia

Karna aku hanya seorang manusia

Yang tak kau anggap

Aku.., mencoba untuk memahamimu

Tapi kau tak peduli...

Cukup sudah, kau sakiti aku lagi

Serpihan perih ini

Akanku bawa mati..

Zara menghentikan nyanyiannya, ketika ia mendengar suara seseorang mengetuk pintu.

“Ada apa kak? mengapa kakak berhenti bernyanyi?” Tanya Atzia ketika melihat Zara berhenti bernyanyi.

“Eh, tampaknya, ada seseorang di luar. Coba tolong kau lihat Atzia!” Pinta Zara.

Atzia mengiyakan, ia membuka pintu dan tampaklah saudara kembarnya yang sedang membawa nampan berisi tiga jus lemon di lengannya.

“Oh, Latzia. Ayo masuk!” Ajak Atzia, padanya.

Atzia masuk terlebih dahulu, dan disusul oleh Latzia kemudian. Namun ketika ia ingin memberikan jus pada masing-masing saudaranya, tanpa sengaja kakinya tersandung kabel listrik. Membuatnya jus di lengannya tumpah dan mengenai wajah Zara dan Atzia.

“Oh, Astaga! maafkan aku Kazar, Atzia.” Ucapnya sambil mengumpulkan pecahan gelas kaca yang pecah.

“Tidak, apa. Lagi pula kau tak sengaja!” balas Atzia kemudian.

Atzia lalu membantu Latzia untuk mengumpulkan pecahan gelas, sedang Zara, ia mengelap tumpahan jus. Ketika Latzia mendongak melihat Zara, ia terkejut.

“Kazar, wajahmu..!”

“Hah, ada apa dengan wajahku?”

Atzia yang mendengar percakapan keduanya pun, mendongak pada Zara, dan reaksinya pun sama seperti Latzia. Ia terperangah dengan mulut menganga, dan dengan segera menutup mulutnya.

Zara yang melihat reaksi keduanya, segera memeriksa wajahnya dengan mengusap menggunakan salah satu lengannya.

Tampak setelahnya, sebuah noda ke cokelatan menempel di jari jemarinya. Membuatnya jadi panik dan khawatir.

Kepanikannya bertambah, ketika seorang pria setengah baya mengetuk pintu ruangan, yang tak lain adalah Arfan.

“Nona, apa di dalam baik-baik saja?” Tanya Arfan, dari luar ruangan, ketika tadinya ia mendengar sebuah benda terjatuh.

“Oh, astaga bagaimana ini? Kumohon, Latzia, Atzia tolong aku!” Pintanya dengan suara pelan pada dua adik kembarnya.

“Kakak, tenang saja! Aku dan Atzia akan membantu kakak. Kakak diam saja disini, aku dan Atzia akan menanganinya.” Balas Latzia.

Keduanya dengan cepat datang menemui Arfan.

Tok, Tok, Tok...(suara ketukan pintu untuk kedua kalinya oleh Arfan)

“Nona Zara, apa semua baik-baik saja di dalam?”

Kreieet.....!(Suara pintu terbuka)

Ketika pintu terbuka, Atzia dan Latzia muncul dengan menghalangi pintu.

“Ha, ha, ada apa paman?” Tanya Atzia Seolah-olah tak terjadi apa pun

“Apa, semua baik-baik saja. Tadinya aku mendengar sebuah benda terjatuh, jadi aku pikir...!”

“Tidak, tidak ada apa-apa paman. Itu hanya gelas yang pecah karna aku” Sela Latzia.

“Oh, gelas yang pecah. Boleh aku membawa pecahannya? aku takut itu akan membahayakan kalian?”

“Ah, tidak perlu paman. Aku akan membawa sendiri pecahannya ke dapur. Paman tak perlu repot-repot!” Jawab Latzia cepat.

“Tapi itu kan memang sudah jadi tugasku nona-nona muda, jadi..!”

“Sudah tidak perlu paman, biar aku saja. Tapi Paman bisa tidak, mengantar Latzia pergi?” Pinta Latzia.

“Hah, mengantar ke mana?”

“Begini paman, tadi Kazar memintaku untuk mengambil sesuatu di kamarnya, tapi aku tidak tahu letak kamar kakak berada di mana, jadi boleh paman mengantarku?” Jelas Latzia.

“Baiklah, Nona muda aku akan mengantarkanmu!” jawabnya.

Setelah kepergian Arfan dan Latzia. Atzia dengan cepat pergi ke dapur untuk meletakkan pecahan gelas, dan kembali ke ruang musik menemani Zara. Sedangkan Latzia, sekembalinya ia dari kamar sang kakak, ia langsung memberikan abu hitam padanya.

Membuat Zara langsung memoles kembali wajahnya menggunakan abu hitam tersebut.

Semuanya kembali berjalan lancar setelahnya, baik Zara, Latzia, maupun Atzia. Ketiganya melanjutkan kembali kesenangan mereka.

Hingga tak terasa, waktu terus bergulir, berganti dengan malam yang dingin, Latzia dan Atzia telah lama kembali ke rumah, menyisakan Zara dengan kesendiriannya. Ia menghabiskan waktunya di kamar setelah itu, tanpa tahu bahwa orang yang ia benci telah kembali sebelum waktunya.

🦋🦋🦋🦋🦋🦋🦋🦋🦋🦋🦋🦋🦋

Bersama Huta, Hanan memasuki kediamannya. Rumah tampak sepi kala itu, tak ada satu pun orang yang terlihat. Semua telah kembali ke rumah masing-masing, dan hanya menyisakan sedikit pelayan di rumah.

Hanan duduk di sofa ruang utama bersama Huta, ia mencoba untuk melepas letihnya sesaat.

“Huta, di mana Jahan?” Tanya Hanan padanya.

“Jahan? dia mengatakan kepadaku untuk pergi mengurus sesuatu, dan besok pagi ia baru akan kembali!” Jawabnya.

“Oh, baiklah! Lalu, apa ada berkas yang perlu kutandatangani, Huta?”

“Ya, masih ada beberapa berkas. Tapi itu tidak terlalu penting, Tuan bisa memeriksanya besok!”

“Berikan berkas itu padaku, aku akan menandatanganinya sekarang. Aku ingin semuanya bisa selesai lebih cepat, karna besok, aku ingin beristirahat penuh!” Jelas Hanan dengan tegas pada Huta.

Huta mengiyakan, ia mengambil beberapa berkas dari kopernya, dan memberikannya pada Hanan.

“Ini, Tuan. Silakan tuan memeriksanya terlebih dahulu!”

Hanan memeriksa berkas tersebut, ketika ia ingin menandatanganinya, Hanan kehilangan pena dari kantongnya yang selama ini selalu di bawa.

“Huta, aku kehilangan pena. Apa kau membawa pena milikmu? Aku ingin meminjamnya.”

“Oh, sangat disayangkan, Tuan. Aku juga tidak membawanya!”

Hanan mendesah kesal, ketika mendengar hal “Ack, Baiklah! kita ke ruang musik saja, aku malas jika harus pergi ke ruang kerja”

Di ruang musik....

Hanan duduk di sebuah meja khusus, yang juga di siapkan untuknya di ruang musik. Ia mulai memeriksa dan menandatangani berkasnya, sedangkan Huta, ia menunggu di samping Hanan, sampai semua berkas berhasil di tanda tangani.

Ketika Huta melihat sekelilingnya, tak sengaja matanya memandang kepada sebuah kamera yang tergeletak di atas meja. Ia melangkah dan mengambil kamera tersebut.

Kamera ini hidup, apa sebelumnya ada seseorang ke ruang musik?. Huta.

“Tuan, lihatlah!. Kamera ini menyala”

Mendengar itu, Hanan mendongak dan langsung kembali pada pekerjaannya.

“Kau matikan saja, mungkin kamera itu tidak sengaja hidup!” jawabnya dengan acuh tak acuh.

Ketika Huta ingin mematikan kamera tersebut, tak sengaja dirinya menekan sebuah tombol pada kamera. Yang menampakkan apa saja yang telah terjadi di ruang musik sebelumnya.

Huta menontonnya, ia takjub mendengar suara Zara ketika bernyanyi. Membuatnya menunjukkan kamera tersebut pada Hanan.

“Tuan, lihatlah! Kau pasti akan tertarik pada rekaman ini”

“Huta, bisakah kau melihat pekerjaanku. Aku sibuk, tolong jangan buang waktuku pada hal tidak penting” Sautnya dengan tegas dan dingin.

“Sebentar saja, Tuan. Kau pasti juga akan tertarik melihatnya!” Pinta Huta dengan memaksa, membuat Hanan mengalah, dan menonton rekaman tersebut bersama dengan Huta.

Untuk awalnya semua berjalan baik dengan rekaman tersebut, bahkan Huta pun berinisiatif untuk mematikan rekaman ketika Zara telah selesai bernyanyi. Namun di halang oleh Hanan. Ia mengatakan rekaman tersebut masih awalan dan durasinya masih panjang. Huta mengiyakan, ia bersama Hanan kembali menonton lanjutan dari kamera tersebut.

Dari situ pulalah, semua jadi tidak baik. Apa yang dilihat Hanan dari lanjutan rekaman tersebut, membuatnya benar-benar marah. Ia mengepalkan lengannya dengan keras, dan menggebrak meja, membuat Huta yang berada di sampingnya terkejut...

Terpopuler

Comments

玫瑰

玫瑰

ada masalah ni..huhu

2022-06-17

0

Kenzi Kenzi

Kenzi Kenzi

ke gep tuh warna asli kulit cantik zahra

2021-03-09

0

~chole~

~chole~

mantap 👍

2021-01-24

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!