"Kenapa sih bu, kita ini miskin?"
Lea berteriak pada sang ibu, setelah kepulangannya dari kediaman Rangga.
"Maksud kamu apa teriak-teriak seperti itu sama ibu?"
Suara ibu Lea tak kalah keras dan mengandung emosi, ia heran bisa-bisanya anak seumur Lea membentak ibunya sendiri.
"Lea dihina orang di pesta mami nya Rangga, gara-gara pakaian Lea cuma seharga 150.000."
"Memangnya kenapa kalau harga baju kamu 150.000 an?. Masih untung kamu nggak pake pakaian yang harga nya 10 atau 15 ribu. Anak nggak tau terima kasih, kamu."
"Kita miskin itu semua gara-gara ibu. Ngapain coba ibu yang udah kerja dengan penghasilan lumayan, malah berhenti dan ngikutin maunya laki-laki berpenghasilan rendah kayak ayah. Pake acara bunting mulu lagi."
"Kamu pikir kamu siapa, berbicara seperti itu ke ibu. Bukannya terima kasih udah di kasih tempat tinggal, makan tiap hari."
"Lea capek bu, jadi orang miskin. Disekolah Lea di bully, dimana pun Lea di bully."
"Itu salah kamu sendiri, kenapa mesti maksa masuk ke sekolah elite."
"Lea nggak pernah nyusahin ibu masalah biaya sekolah, ya. Itu semua beasiswa full, dari hasil belajar keras Lea. Lea pengen dapat pendidikan terbaik, itu hak Lea. Lea mau jadi orang sukses nantinya, nggak kayak ibu. Udalah budak cinta, miskin lagi."
"Plaaak."
Sebuah tamparan mendarat di pipi Lea, gadis itu pun kian naik pitam. Justru pukulan tersebut membuat ia tambah membencinya ibunya.
"Dasar anak nggak tau diri, kamu itu masih numpang di rumah orang tua aja udah berani. Kamu itu beban tau nggak, disini."
"Suruh siapa berhubungan sampai hamil, Lea nggak minta masuk ke rahim ibu. Ibu yang asal tidur sama cowok sampai hamil, Lea lahir karena salah ibu sendiri. Sekarang apa salah, Lea menuntut hak Lea, untuk dapat kehidupan yang lebih baik?"
"Cari sendiri di luar sana, kalau kamu mau kemewahan. Jual diri kek, apa kek, jual tuh perawan kamu."
"Praaang."
Lea membanting vas bunga yang berada di sebuah meja sudut, hingga membuat ibunya terkejut.
"Ok." ujarnya dengan nada menantang.
"Ada apa ini?" tiba-tiba ayah tirinya muncul, tampaknya laki-laki itu baru saja pulang kerja.
"Kenapa kamu berteriak-teriak dirumah saya?"
"Nggak usah ikut campur." ujar Lea seraya berjalan ke arah pintu.
"Tuh bu, makan tuh suami ibu yang kerjanya cuma bisa bikin anak doang. Gaji kecil..!"
"Keluar...!"
Ayah tirinya mengusir Lea. Sementara sang ibu melemparkan segala sesuatu ke arah gadis itu. Tak lama setelahnya, ia pun keluar dari rumah.
"Braaak."
Ia membanting pintu sebelum akhirnya menghilang. Ibunya lalu terduduk lesu pada sebuah kursi dan mulai menangis.
***
Lea berjalan cepat sambil berurai air mata, terkadang ia berlarian seolah ingin cepat tiba di suatu tempat.
"Kak Dian."
Lea menelpon Dian sambil menyeka air matanya, ketika ia telah berada cukup jauh dari rumah.
"Kenapa Le." tanya Dian.
Lea diam, lalu kemudian terisak dalam tangis. Ia bercerita panjang lebar di telpon pada kakak kelasnya itu. Dian sendiri terkejut dan merasa kasihan pada Lea.
"Ya udah lo kesini, pesan taxi online. Nanti uangnya gue ganti."
Lea pun mengiyakan hal tersebut, segera saja ia memesan taxi online dan menunggu di tempat itu. Lea masih sempat menangis beberapa saat, hatinya begitu sakit.
Sebuah mobil pun tiba di dekat Lea, beberapa saat kemudian. Tanpa melihat plat dan jenis mobilnya terlebih dahulu, Lea segera masuk ke dalam mobil tersebut. Ia masih menyeka air matanya ketika telah duduk didalam.
"Kenapa nggak jalan, pak?" tanya Lea tanpa menatap sang supir, yang tiada lain adalah Daniel Edsel Roberts.
Daniel sengaja diam agar Lea menatapnya dan merasa malu sendiri, bahwa ia sudah salah menaiki Mobil. Daniel saat itu sedang menunggu Ellio. Kebetulan kediaman Ellio dekat dengan tempat dimana tadi Lea berdiri.
Daniel telah membuka lock mobilnya, karena tadi Ellio sempat mengatakan jika ia telah menunggu ditempat. Tanpa Daniel sadar jika saat ini Ellio tengah kembali ke dalam, karena melupakan dompetnya.
"Jalan, pak."
Lea berkata sambil memalingkan wajah ke sisi jalan. Daniel masih diam, dengan kekesalan yang mulai memuncak.
"Pak, buruan...!"
"Ya, kemana?" tanya Daniel. Ia berharap Lea segera menoleh.
"Ke apartemen Mazel Central Park lah, sesuai titik. Masih aja nanya."
Lea berujar dengan kesal dan masih menatap ke sisi jalan, sementara Daniel kini mencoba meredam emosinya yang memuncak. Ia mulai menginjak pedal gas mobilnya dengan hati yang super dongkol.
Tiba-tiba ada notifikasi panggilan masuk ke handphone Lea.
"Hallo mbak, saya sudah dititik lokasi sekarang. mbaknya dimana ya?"
"Hah?"
Lea melihat ke arah depan, ia terkejut melihat Daniel ada di sana. Dan ia masih mengenali jelas wajah Daniel.
"O, om kenapa main bawa-bawa saya aja." ujarnya dengan nada panik.
"Turunin saya sekarang, disini...!"
Daniel tak menggubris, sementara Lea terus berteriak-teriak. Akhirnya mereka sampai di lobi apartemen yang hendak di tuju oleh Lea. Kebetulan apartemen itu tak begitu jauh dari kediaman Ellio. Lea menatap wajah dingin Daniel sekali lagi, lalu buru-buru keluar.
"Heh, paling juga di booking." ujar Daniel dalam hati, ketika gadis itu sudah keluar.
Karena tidak mungkin gadis sesederhana Lea mampu membeli sendiri unit di apartemen semewah ini. Lagi pula apartemen ini memang terkenal dikalangan para bos. Sebagai tempat mereka menyimpan selingkuhan.
Dan kebanyakan gadis seumur Lea, rela melakukan open BO untuk membeli barang yang mereka inginkan. Mengingat pergaulan dengan gengsi diantara mereka yang tinggi, tetapi orang tua mereka rata-rata tidak mampu memberikan yang terbaik.
Daniel kemudian berlalu meninggalkan tempat itu, sementara kini Lea di jemput oleh Dian di lobi utama.
"Lea."
"Kak."
Lea menghambur ke pelukan Dian dan kembali menangis. Dian mencoba menenangkan gadis itu.
"Udah, jangan nangis disini. Malu diliat orang." ujar Dian. Perempuan itu pun lalu membawa Lea menuju unitnya di atas.
"Nih, minum dulu."
Dian memberikan segelas air putih pada Lea, ketika ia dan gadis itu sudah berada di atas. Mereka kini duduk di kursi meja makan.
"Coba ceritain ke gue, apa yang udah terjadi." ujar Dian.
Perlahan Lea pun menceritakan kronologi kejadian, bagaimana ia bisa dihina oleh ibu dari Rangga. Dian sendiri mengetahui jika Lea berpacaran dengan Rangga. Lantaran gosip yang menyebar dengan cepat di sekolah dan atas konfirmasi dari Lea sendiri. Lea sempat bercerita pada Dian mengenai hal tersebut.
"Ya ampun, parah banget itu emaknya si Rangga. Udah pasti ini kerjaannya Sharon juga. Secara kan lo bilang, dia suka sama Rangga."
Lea menyeka air matanya.
"Udalah Lea, ngapain sih lo mempertahankan orang kayak Rangga. Dia aja masih di ketek emaknya kan?. Ada nggak dia nyusul elo, pas lo balik dari rumahnya?"
Lea menggeleng. Padahal Rangga menyusulnya, namun kemudian di susul oleh ayahnya dan dipaksa pulang.
"Papa nggak mau kamu berhubungan dengan perempuan miskin itu. Dia nggak selevel dengan keluarga kita. Kamu pikir tadi papa diem aja karena nggak peduli?. Papa malu, Rangga. Malu di depan teman-teman papa."
"Tapi pa, Lea itu gadis baik."
"Gadis baik juga banyak di keluarga yang berada. Nggak harus kamu pungut dari jalanan."
"Pa."
"Pulang, atau kamu papa kirim sekolah di luar negri."
Rangga pun akhirnya menurut, karena ancaman orang tuanya tak pernah main-main. Kakak perempuannya, Raisa dikirim oleh orang tuanya untuk sekolah di Finlandia. Lantaran ketahuan memiliki hubungan dengan orang biasa. Rangga tak mau menjadi jauh dari Lea. Jika ia masih di kota ini, paling tidak mereka bisa backstreet.
***
"Lo dari mana?. Katanya tadi udah didepan sini." Ellio yang barus masuk ke mobil Daniel melayangkan protes pada temannya itu.
"Tadi gue sampe, elo nya kemana."
"Gue ngambil dompet. Masa iya nggak mau nunggu bentar, malah kabur."
Daniel menghela nafas.
"Tadi gue ketemu anak SMA itu lagi. Dia ngira gue taxi online yang dia pesan. Dia nggak liat muka gue karena sibuk nangis."
"Lah, terus?"
"Ya gue anterin."
Mendadak Ellio tertawa.
"Sejak kapan lo jadi dermawan sama orang yang lo benci?."
"Bangsat." ujar Daniel lalu menginjak pedal gas mobilnya.
Jujur ia juga bingung, mengapa tadi ia mau-mau saja mengantar gadis itu. Padahal ia bisa saja mengusirnya.
"Emang tuh anak minta dianter kemana?" tanya Ellio lagi."
"Ke MCP." jawab Daniel.
"MCP Apartemen?"
"Mana lagi."
"Anjrit, ngapain dia disitu."
"Tau, nemuin om-om nya kali." ujar Daniel.
Kedua sahabat itu lalu tersenyum.
"Ya apalagi yang menuju kesana, kalau bukan transaksi geslup. Gesek-gesek, celup."
Lagi-lagi Daniel tersenyum bahkan tertawa kecil. Tak lama setelah itu, mobil mereka pun melaju kencang.
***
Sementara di kediaman Dian. Lea sudah lebih tenang sekarang. Dian mengizinkannya untuk tinggal sebanyak yang ia mau.
"Kak."
"Iya."
"Gue mau jadi sugar baby kayak kakak."
Dian yang sedang merapikan tempat tidur untuk Lea itu pun, menghentikan aktivitasnya.
"Serius lo." tanya nya kemudian. Lalu Lea mengangguk dengan pasti.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 577 Episodes
Comments
ℳ𝒾𝒸𝒽ℯ𝓁𝓁 𝒮 𝒴ℴ𝓃𝒶𝓉𝒽𝒶𝓃🦢
buset ngeri juga mama nya bisa nyuruh anak sendiri jual keperawanan 😢
2023-12-20
0
Luluk Listyaningrum
mulutmu Lea,gak suka aku klu gini sama karakter lea
2023-07-21
2
Mantarona Du'a bohe
🌹
2022-11-20
0