Daniel terdiam di basemen penthousenya yang penuh dengan permainan, seperti arcade dan bilyard. Terdapat pula beberapa laptop gaming dan play station dibawah sana.
Tempat itu adalah tempat dimana ia, Richard, dan Ellio sering menghabiskan waktu tak penting mereka. Mereka bahkan sering lupa jika usia mereka telah menginjak hampir kepala empat, apabila berada dalam ruangan tersebut.
"Lo liat mukanya si Dan." bisik Ellio pada Richard. Mereka kini tengah bermain play station.
"Belum pernah gue liat dia di tabok cewek. Sekalinya di tabok, yang nabok bocil."
Kedua sahabat itu tertawa geli, sementara kini Daniel kian larut dalam dendam. Ia terus mengingat bagaimana tadi bocah berseragam SMA itu mempermalukan dirinya didepan Richard dan juga Ellio. Bahkan didepan pengguna jalan yang lain.
"Awas aja kalau ketemu lagi." gerutu Daniel dengan suara perlahan.
***
Hari berlalu, Lea sudah lupa pertemuannya dengan Daniel hari itu. Ia bahkan tak pernah mengetahui nama om-om tampan, yang nyaris menabrak adiknya itu. Ia pun kembali melanjutkan kehidupannya, ia juga kini makin dekat dengan Rangga.
Ia bahkan sudah kebal menghadapi perundungan yang dilakukan oleh Sharon dan juga teman-temannya. Baginya, Rangga adalah sumber kekuatan.
Betapapun banyaknya orang yang coba membully dirinya. Selama Rangga bersamanya, itu tidak akan menjadi masalah yang besar. Rangga bisa membuatnya bahagia dan kembali tertawa, apapun keadaan yang tengah ia hadapi.
"Lea."
Rangga menghampiri Lea yang kini berjalan di luar gerbang sekolah, ini sudah jam pulang. Dari kejauhan tampak Sharon yang bersiap melabrak, namun ditahan oleh teman-temannya.
"Lepasin...!" ujar Sharon pada Maya dan juga Tasya.
"Shar, lo mau ngapain?" tanya Maya pada temannya itu.
"Ya mau ngelabrak itu cewek lah."
"Lo mau mempermalukan diri lo sendiri, didepan Rangga. Rangga itu bukan siapa-siapa nya elo." ujar Maya lagi.
"Bener kata Maya, Shar. Tahan dulu, jangan sampe Rangga tau kalau lo suka ngebully si Lea. Bisa-bisa reputasi lo hancur."
Sharon menghela nafas dan mencoba menahan diri. Benar apa yang dikatakan oleh kedua temannya itu. Apabila ia bertindak gegabah, maka hancurlah reputasinya dimata Rangga. Sementara jauh di sana,Rangga mulai berjalan disisi Lea.
"Lo nggak bawa motor?" tanya Lea pada Rangga.
"Nggak, tadi gue dianter naik mobil."
"Sekarang lo nggak dijemput?"
"Tadinya sih mau dijemput, tapi gue bilang ntar dulu. Gue mau ngajak lo jalan, boleh kan?" tanya Rangga.
"Mau jalan kemana." Lea balik bertanya.
"Ke sekitaran sini aja, makan kek, nonton kek."
"Mmm." Lea seakan berfikir.
"Gimana?" tanya Rangga.
"Ya udah deh, tapi jangan sampe sore banget ya. Takut dimarahin nyokap, gue."
"Ok, sip." ujar Rangga lalu tersenyum.
Rangga mengajak Lea makan di sebuah restoran cepat saji. Lea sendiri terakhir kali makan makanan cepat saji hampir beberapa bulan yang lalu, lantaran sang ibu sedang mengadakan pengiritan.
Ibu Lea tidak menghasilkan apa-apa, sedang ayah tirinya baru saja pindah kerja dengan gaji yang pas-pasan. Ditempat kerjanya yang lama ia melakukan sebuah kesalahan fatal, yang membuat ia dipecat tanpa pesangon.
Belum lagi cicilan rumah mereka yang harus dibayar setiap bulan. Sedangkan yang makan dirumah itu ada 6 orang, ditambah biaya sekolah dan lain-lain.
Lea dan Leo sendiri terbantu oleh beasiswa full yang mereka dapatkan saat tes masuk, ke sekolah mereka masing-masing pada awal tahun pertama.
"Sumpah, gue seneng banget bisa makan dan minum begini." ujar Rangga seraya menyedot minuman bersoda, yang ada didepan matanya.
"Emang lo jarang juga makan beginian?. Kan lo banyak duit." ujar Lea dengan wajah yang polos. Rangga pun tertawa.
"Lea, hidup gue tuh selalu diawasi. Kemanapun gue pergi, harus selalu laporan sama nyokap gue. Supir, pembantu dan lain-lain di suruh ngawasin gue. Kalau ketahuan ngasih gue makan sembarangan, mereka akan dipecat sama nyokap gue."
"Nyokap lo keras juga ya, orangnya."
"Makanya, gue kalau mau makan kayak gini. Kalau nggak ngumpet-ngumpet, ya nginep dirumah temen. Biar dirumahnya bisa pesan makanan."
"Oh gitu."
"Iya kalau nggak gitu, ketahuan."
Lea dan Rangga terus berbincang. Setelah itu mereka pergi ke sebuah mall dan membeli berbagai macam pernak-pernik di sebuah toko. Rangga membayar apapun yang diinginkan Lea. Setelah itu, mereka pergi nonton bersama.
"Lea, gue mau ngomong sesuatu." ujar Rangga ketika mereka telah berada di jalan pulang. Beberapa saat yang lalu mereka sudah keluar dari bioskop.
"Ngomong aja." ujar Lea santai.
Ia tak menangkap sesuatu dalam nada bicara Rangga. Padahal jantung Rangga sudah dag, dig, dug, sejak tadi.
"Hmm, kesana aja yuk...!"
Rangga mengarahkan Lea pada sebuah kursi taman. Kebetulan mereka tengah melintas di salah satu taman umum, yang ada di daerah mereka. Lea pun berjalan mengikuti langkah Rangga, lalu mereka duduk berdua di sana
"Lo mau ngomong apa?" tanya Lea penasaran.
"Gue..."
Rangga menarik nafas, ia kini memberanikan diri menatap mata Lea. Sementara Lea menunggu kelanjutan kata-kata dari pemuda itu.
"Gue suka sama lo, Lea. Mau nggak jadi cewek gue?"
Lea tercengang sekaligus terpaku, bagai mendapat durian runtuh ia mendengar semua itu.
"Nggak mungkin." ujarnya begitu saja.
"Kenapa nggak mungkin?" tanya Rangga.
"I, iya secara lo siapa, gue siapa." ujar Lea kemudian.
"Maksudnya?" tanya Rangga lagi.
"Ya, nggak mungkin aja gitu loh. Lo yang sepopuler ini di sekolah, banyak cewek cantik yang ngejer elo. Masa lo sukanya sama gue, kayaknya nggak mungkin aja."
"Le, aku serius."
Kali ini Rangga menggenggam tangan Lea dan menatap penuh keyakinan pada gadis itu. Lea pun tak melihat adanya kebohongan di sana. Malah genggaman tangan Rangga terasa begitu hangat, hingga menjalar ke hati.
"Ka, kamu serius?"
Mendadak kata "Kamu." terucap begitu saja di bibir Lea. Tak lagi menggunakan kata "Gue." seperti beberapa saat yang lalu. Entah mengapa semua mengalir begitu saja seperti air.
"Aku serius Lea. Menurut aku nggak banyak, cewek kayak kamu di jaman sekarang. Kamu jujur, baik, apa adanya. Sisanya liat mereka, cewek-cewek di sekolah kita. Mereka rata-rata palsu dan banyak pencitraan."
"Tapi kan mereka cantik-cantik dan kaya-raya."
"Kamu juga cantik, meskipun kamu nggak kaya-raya." ujar Rangga masih terus menatap Lea.
"Dan itu cukup buat aku." lanjutnya kemudian.
Lea terdiam, ia kini terpikir akan resikonya jika ia menerima Rangga.
"Kamu mau kan jadi pacar aku?" tanya Rangga sekali lagi.
Lea masih diam, jujur ia memang menyukai Rangga. Bahkan sejak mereka masih duduk di bangku kelas satu. Namun selama ini Lea berusaha untuk tau diri. Lagipula terlalu banyak saingan untuk mendapatkan pemuda itu.
"Please, Lea."
Tatapan mata Rangga penuh harap, Lea pun tak bisa begitu saja menolak semua ini. Lagipula, seharusnya ia senang.
Dari sekian banyak perempuan di sekolahnya, yang kecentilan setiap hari pada Rangga. Malah dirinya lah yang dipilih pemuda itu. Padahal tak pernah sekalipun ia cari perhatian, atau kecentilan apabila berpapasan dengan Rangga.
"O, ok." ujarnya kemudian.
Rangga pun mendadak sumringah.
"Mulai hari ini, kita jadian ya." ujar Rangga penuh haru. Lea pun tersenyum, lalu Rangga mencium tangan gadis itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 577 Episodes
Comments
Ida Ferdy Dumais
so sweet. banget.
2023-02-13
0
Yasni Nellu
asyiiiik jadian ni ye.
2022-09-14
0
Ira Wati
Sweet nya mereka 😍
2022-08-22
0