"Lea."
Rangga mendekat pada Lea yang habis mengikuti pelajaran olahraga. Gadis itu tengah berjalan ke arah ruang ganti. Ia dan Rangga memang tak sekelas, Rangga sekelas dengan Sharon. Namun entah mengapa akhir-akhir ini Rangga jadi sering menyapa dan mendekatinya. Padahal sebelum itu, bahkan bertegur sapa pun tidak.
"Lo kenapa sih, akhir-akhir ini ngikutin gue mulu." tanya Lea seakan ingin menuntaskan rasa penasarannya.
"Emang nggak boleh ya?" tanya Rangga.
"Boleh aja, tapi gue heran. Lo yang sependiam itu selama ini, tiap ketemu diem. Koq tiba-tiba lo mau ngomong sama gue. Kayak kesambet setan, tau nggak lo?"
Rangga tersenyum, bahkan nyaris tertawa.
"Lo tau nggak, dompet yang lo kembalikan ke sebuah rumah tempo hari. Itu dompet bokap gue, dan gue ngeliat lo dari kaca."
"I, itu rumah lo?" tanya Lea tak percaya. Ia bahkan baru saja teringat kembali, jika ia mengembalikan sebuah dompet yang terjatuh minggu lalu.
"Iya, gue nggak nyangka aja. Di jaman kayak gini, masih ada orang jujur kayak lo. Padahal kata bokap, isi dompetnya ada cash sekitar 8juta."
Lea masih tak percaya menatap Rangga. Ia benar-benar tak tahu, jika Rangga tinggal dirumah semewah itu.
"Ya, itu karena bukan hak gue. Gue takut si pemiliknya lagi butuh banget duit itu, jadi gue balikin." .
Lagi-lagi Rangga tersenyum.
"Jadi cuma karena itu, akhirnya lo mau ngomong sama gue?" tanya Lea.
"Sebenernya dari kelas 1, waktu kita sekelas. Gue udah merhatiin lo. Kayaknya lo pendiem banget, dibanding cewek lain dikelas."
"Gue pendiem itu karena nggak punya temen. Lo tau kan kalau gue bukan anak orang kaya. Mana mau cewek-cewek di sekolah kita, nemenin gue. Jangankan nemenin, ngomong pun seperlunya aja. Kayak berasa dianggap nggak ada gue. Sekarang aja mendingan, di kelas udah banyak yang mau ngomong sama gue. Secara kelas gue juga buangan. Anak-anak nilai standar bahkan nilai rendah dikelas mereka sebelumnya, dilempar ke jelas gue yang sekarang."
"Pokoknya mulai hari ini, gue akan selalu ngomong sama lo." ujar Rangga.
Lea menghela nafas lalu tersenyum, mereka telah tiba di muka ruang ganti siswa perempuan.
"Gue mau ganti baju dulu." ujar Lea.
"Ya udah, gue balik ke kelas ya." ujar Rangga kemudian.
Lea mengangguk, gadis itu lalu masuk ke ruang ganti. Saat jam istirahat tiba, Lea pergi ke kantin sendirian. Karena memang ia tak memiliki satu teman akrab pun disekolah ini. Teman sebangkunya, Vina selalu makan bersama pacarnya yang seroang kakak kelas.
Sedang teman sekelasnya yang lain rata-rata adalah anak orang berada. Mereka memiliki kantin khusus di sekolah ini. Mereka makan di sana bersama para anak orang kaya lainnya, yang makanannya terjamin serta higienis dan juga mahal.
"Hai, Lea." Tiba-tiba Rangga muncul dengan membawa semangkuk mie ayam.
"Rangga, lo ngapain disini?" tanya Lea heran. Rangga meletakkan makanannya di meja dan duduk di dekat Lea.
"Emangnya gue nggak boleh duduk disini?" tanya Rangga kemudian.
"Ya, boleh. Tapi kan lo biasanya di kantin khusus sama yang lain.
"Bosen gue di sana, pengen makan micin." ujar Rangga.
Lea pun tertawa.
"Emang di sana, masakannya nggak pake micin?" tanya Lea.
"Nggak, mostly masakan Eropa. Penyedapnya paling keju sama cream. Enak sih, tapi lama-lama ya bosen juga. Udalah gue dirumah makan itu mulu, disekolah ketemu lagi."
"Emang dirumah lo masaknya Eropa juga?"
"Ya gitu deh, nyokap-bokap gue kan kebarat-baratan. Kadang saking bosennya, gue makan sama pembantu di dapur. Biasanya mereka bikin sayur asem tuh, sama sambel, ikan goreng. Makan deh gue."
"Kalau ketahuan nyokap lo, dimarahin nggak?"
"Dimarahin lah pasti, nyokap gue udah bela-bela in sewa chef buat masakin gue. Gue malah makan di dapur."
"Gue malah belum pernah makan masakan Eropa. Kecuali pizza sama spaghetti instan yang tujuh ribuan." seloroh Lea, membuat Rangga tersedak karena menahan tawa.
"Ntar deh, kapan-kapan gue ajak ke rumah gue ya."
"Emang boleh?"
"Boleh dong, masa iya nggak boleh ngajak temen." ujar Rangga lagi.
Lea tersenyum dan mereka pun lanjut makan.
***
"Plaaak..."
Sebuah tamparan mendarat di wajah Lea, membuat sudut bibirnya kini mengeluarkan darah.
"Lo udah gue peringatkan, jangan dekat-dekat lagi sama Rangga. Kenapa masih aja?"
Sharon berkata dengan nada penuh kebencian pada Lea. Sedangkan Maya dan Tasya kini memegangi tangan gadis itu.
"Lo itu diem-diem. Kalem, kalem tapi tambeng. Nggak tau diri, dasar."
Sharon menoyor kepala Lea dengan kasar.
"Sekali lagi gue liat lo kecentilan sama Rangga, gue ancurin hidup lo."
"Braaak."
Sharon mendorong Lea hingga jatuh terjerembab, tak lama ia pun keluar dari dalam toilet. Saat itu suasana sekolah telah sepi, karena sudah jam pulang. Usai mencuci wajah dan menyeka sisa darah di bibirnya dengan tissue toilet, Lea berjalan keluar dan dalam gedung sekolah.
"Tiiin."
Sebuah klakson terdengar, Lea yang terkejut pun menoleh. Ternyata Dian, kakak kelas yang tempo hari melihatnya dirundung oleh Sharon, Maya dan juga Tasya.
"Masuk...!" ujar Dian kemudian.
"Sa, saya kak?" tanya Lea tak percaya.
"Iya, ayo masuk." ujar Dian kemudian.
Lea bingung, karena sebelumnya ia tak begitu mengenal Dian dengan baik. Ia hanya tau jika Dian adalah cewek terpopuler di angkatannya. Bahkan Sharon dan teman-temannya pun tak berani mengusik Dian. Karena Dian cantik, berprestasi, dan tentu saja kaya-raya.
"Ayo, tunggu apa lagi." ujar Dian.
Lea pun akhirnya masuk ke dalam mobil gadis itu, lalu mereka meninggalkan pelataran sekolah.
"Lo kenapa bisa dipukuli sama Sharon dan teman-temannya itu."
Dian bertanya seraya mengobati luka disudut bibir Lea. Kini mereka telah tiba di apartemen mewah milik Dian.
Beberapa saat yang lalu, ketika masuk. Lea sempat tertegun dan takjub dengan tempat tinggal kakak kelasnya tersebut. Sampai detik ini pun ia masih terkagum-kagum.
"Sharon marah karena gue deket sama Rangga, kak." ujar Lea.
"Rangga, yang anak basket itu?" tanya Dian.
"Iya kak."
"Ya elah sampe segitunya mukulin anak orang, demi itu cowok." ujar Dian lagi.
"Nggak tau deh, kak. Padahal gue sama Rangga nggak ada hubungan apa-apa loh, sekedar temenan aja."
"Si Sharon itu sok kecakepan, sok hebat. Mentang-mentang bapaknya pejabat."
Dian menyelesaikan pengobatannya..
"Lo mau minum apa?" tanya Dian.
"Mmm, apa aja deh kak." jawab Lea kemudian.
Dian pun bergegas menuju kulkas dan mengambil sebotol jus jeruk siap minum dan memberikannya pada Lea.
"Makasih, kak." ujar Lea seraya membuka tutup kaleng dan meminumnya.
"Yup." jawab Dian lalu duduk di depan Lea.
"By the way, koq kakak mau nolongin gue. Kan kakak nggak terlalu kenal sama gue."
Dian tertawa, ia mengambil rokok di atas meja lalu menyalakannya. Lea sendiri tak menyangka jika Dian merokok.
"Emangnya harus kenal dulu, baru boleh nolong orang lain?" ujarnya setengah tertawa.
"Ya, nggak gitu sih kak. Cuma aneh aja. Selama ini disekolah, nggak ada yang peduli sama gue."
Dian menghela nafas, lalu menghisap rokoknya sekali lagi.
"Dulu gue juga dibully, semasa gue SMP."
Dian mengeluarkan pernyataan yang membuat Lea tercengang.
"Secantik kakak, dibully juga?" tanya Lea tak percaya.
Dian mengeluarkan sebuah album dan memperlihatkan foto dirinya dimasa lalu.
"I, ini?"
"Itu gue." ujar Dian kemudian.
Lea tercengang tak percaya, ia menatap foto itu lalu menatap Dian.
"Gue dulu dekil, hidung gue pesek. Apa yang lo liat sekarang, itu hasil filler dan juga infus whitening."
"Ta, tapi nggak keliatan kak. Kayak alami."
Dian tertawa.
"Dulu selain jelek, gue juga miskin." ujar Dian membuat Lea kian tercengang.
"Apartemen ini?" tanya Lea kemudian
"Ini dikasih sama daddy gue."
"Daddy?. Maksudnya ayah kak Dian?"
Kali ini Dian tersedak karena menahan tawa.
"Lo ini beneran polos ya, Lea. Pantes aja lo di bully, sama kayak gue dulu."
"Maksud kakak, apa?" tanya Lea masih tak mengerti.
"Daddy yang gue maksud tadi, adalah om-om yang nge keep gue."
"Keep, simpan?" tanya Lea lagi.
"Iya, gue ini simpanan seorang CEO kaya-raya."
"Maksudnya kak Dian, pelakor?" tanya Lea dengan nada takut-takut. Ia takut Dian tersinggung dengan ucapannya.
"Bukan, om nya disini itu single. Alias belum menikah, tapi usianya di atas 30 bahkan ada yang hampir 40 tahunan atau lebih."
"Emang ada, orang yang belum menikah di usia segitu?"
"Banyak, karena mereka itu nggak mau terikat pernikahan."
"Jadi mereka pacarin kak Dian, gitu?"
"Lebih dari itu, gue dapat kekayaan. Tiap bulan gue dikasih duit. Duit jajan gue aja bisa tiga puluh juta sebulan, belum duit belanja keperluan dan lain-lain."
"Ti, tiga puluh juta?"
Lea bahkan belum pernah melihat uang sebanyak itu didepan matanya. Paling bisa melihat saat ada tersangka korupsi yang tertangkap. Ketika barang bukti dipamerkan di televisi. Selebihnya, bahkan melihat uang 10 juta rupiah saja ia belum pernah.
"Tapi, orang tua kak Dian tau?"
"Mereka dikampung. Dulu saking bosennya gue dibully mulu disekolah yang lama, gue minta nyokap untuk ikut tante disini. Gue pikir hidup gue akan lebih baik, tapi suami tante gue malah melecehkan gue."
Dian menghembuskan asap rokok.
"Kakak dilecehkan?"
"Lebih dari itu." jawab Dian kemudian.
Ada bulir bening yang merebak di pelupuk matanya, saat menceritakan hal tersebut. Lea sendiri mengerti apa yang sesungguhnya telah terjadi, meski Dian tak mengatakannya secara gamblang.
"Tante gue, malah nyalahin gue. Dibilang karena pakaian gue terlalu terbuka. Padahal dirumah, gue selalu pakai celana panjang dan baju panjang. Gue ngadu, tapi malah gue yang di usir. Gue pengen pulang ke kampung, tapi tante gue keburu ngadu yang nggak-nggak sama orang tua gue. Dibilang gue godain suaminya dia."
"Akhirnya kak Dian?"
"Akhirnya gue ketemu mami Bianca, pemilik agency SB Model School. Tempat berkedok agency model dan sekolah kepribadian, padahal ajang perekrutan para sugar baby."
"Emang ada agency kayak gitu, kak?"
"Ada, mereka mencari orang-orang yang mau menjadi sugar baby."
"Piaraan kayak kak Dian."
"Ya, kalau lo mau. Kalau bosen miskin, gue bisa bantu lo." ujar Dian kemudian.
"Hidup lo bakalan terjamin, Sharon nggak bakal berani lagi ngebully elo. Lo bisa punya biaya buat kuliah dan memperbaiki hidup lo." lanjut Dian lagi.
Lea terdiam menatap Dian, ia tak menyangka jika obrolan mereka akan sampai ke titik ini.
"Tapi itu kalau lo mau sih, kalau nggak mau juga gue nggak maksa."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 577 Episodes
Comments
Almira Rara
yuhuuuuuu..... sugar baby emank nggak ada lawan..... selalu di perhatikan dan di bawa nyaman .... hahhaha.... ingat itu kembali terulang ... jangan lupa tobat klu dah kaya ya geng..... #Vianmaya... sahabat seperjuangan gue.... oke lanjut Thor.....
2023-11-18
0
Ida Ferdy Dumais
Dian sugar babynya om Richard
2023-02-13
0
Fajar Ayu Kurniawati
.
2023-02-02
0