"Gue bisa bantu lo, kalau lo bosan miskin."
Kata-kata Dian itu selalu terbayang di benak Lea, bahkan hingga detik ini. Sejak pertemuannya kemarin dengan Dian, di kediaman gadis itu. Lea jadi tahu darimana asal sumber kekayaan Dian.
Dian sendiri sejatinya prihatin pada keadaan Lea, yang selalu dirundung oleh Sharon bahkan hampir setiap hari. Dian teringat akan dirinya dahulu, untuk itulah ia ingin membantu Lea. Karena di negri ini, jika tidak memiliki kekayaan. Maka kita tidak akan memiliki power.
Berbuat kebaikan apa saja, jika kita miskin. Jarang usaha kita akan dihargai. Tapi ketika kita kaya, mau kita berbuat salah sekalipun. Kita akan termaafkan, karena orang memandang kekayaan yang kita miliki.
Setidaknya, itulah anggapan yang selama ini selalu bersarang di benak Dian. Maka dari itu ia bertekad menjadi kaya, apapun caranya. Agar ia memiliki power untuk melawan ketidakadilan yang ada disekitarnya.
***
Beberapa saat yang lalu, di suatu tempat.
Daniel keluar dari sebuah gedung perkantoran dengan wajah yang kusut. Betapa tidak, beberapa menit sebelumnya ia seperti dihantam batu besar. Tatkala melihat ayahnya Edmund Roberts datang bersama Grace.
Perut mantan kekasihnya itu sudah membuncit, mengandung anak dari Edmund. Itu artinya sebentar lagi, Daniel akan mempunyai seorang adik tiri. Penuh senyuman Grace menyapa tamu undangan yang lainnya, sambil sesekali mengelus perutnya yang berisi bayi.
Hati Daniel pun terbakar. Ia ingat bagaimana Grace meracau ketika sedang berhubungan dengannya. Meminta anak pada Daniel, namun Daniel tak pernah memberikan itu semua.
Ya, selama berhubungan dengan Grace. Daniel selalu meminta wanita itu, untuk menggunakan kontrasepsi seperti pil dan semacamnya. Daniel belum benar-benar serius untuk memiliki keturunan. Dan kini ia didahului oleh ayahnya sendiri, yang bahkan sudah tua dan tampak tidak pantas bila disandingkan dengan Grace.
"Dan."
Richard menyusul Daniel yang berjalan cepat keluar dari lift. Dibelakang mereka ada Ellio yang juga berusaha menyusul.
"Lain kali lo cari tau dulu, bro. Siapa aja yang di undang dalam pelelangan semacam ini. Gue nggak mau ketemu si tua bangka sama istrinya itu." ujar Daniel kesal.
"Sabar, bro. Semua ini sebenarnya nggak ada masalah, lo aja yang masih menaruh hati sama Grace."
"Kalau iya, kenapa?"
Daniel menghentikan langkah dan menoleh pada Richard. Ia berkata dengan nada yang syarat kemarahan.
"Ok tenang dulu."
"Gue harus tenang gimana?. Perempuan yang sangat gue cintai, sekarang dihamili sama bapak kandung gue sendiri."
Suara Daniel membuat hampir semua orang yang ada di lobi gedung itu, menoleh ke arahnya.
"Volume suara lo, bro." ujar Ellio memperhatikan sekitar. Daniel lalu melanjutkan langkah ke halaman parkir, diikuti kedua temannya itu.
"Bangsat."
"Arrgghhh."
Daniel menendang ban mobil mewahnya, ketika ia melihat jika ban mobil tersebut kempes. Bahkan di kedua sisi roda depannya.
"Kerjaan siapa sih nih?" gerutunya lagi. Ia begitu kesal, tak satu-satu masalah datang menghampiri hidupnya.
Richard segera mengambil handphone dan menelpon supir pribadi. Ia dan Ellio tak membawa mobil, karena tadi mereka menumpang di mobil Daniel.
"Hallo pak Supri." ujar Richard ditelpon.
"Iya, pak Richard. Ada apa, pak?" tanya sang supir padanya.
"Bisa datang ke Bima Nusa Tower nggak pak, sekarang?"
"Bima Nusa." Supirnya diam sejenak.
"Oh bisa-bisa pak. Saya kebetulan didekat tower itu." ujar supirnya kemudian.
"Ok, segera ya pak."
"Tapi saya lagi pakai mobil yang biasa pak. Yang bapak kasih pinjem ke saya buat naksi online. Bukan yang bagus, nggak apa-apa?"
"Nggak apa-apa, nanti mobilnya saya bawa. Bapak tolong urus mobilnya pak Daniel yang pecah ban disini."
"Oh, baik pak." ujar sang supir pada Richard.
Tak lama setelah itu, sang supir pun tiba dan Richard menyerahkan kunci mobil kepada Daniel. Karena Daniel mengatakan jika dirinya yang ingin mengemudi.
"Lo masih punya mobil murah ini?" tanya Daniel, ketika mereka semua telah masuk ke dalam mobil tersebut.
"Punya lah, masih. Mobil kenang-kenangan waktu gue masih merintis perusahaan. Lo sama Ellio mah enak, udah kaya dari lahir."
"Kan orang tua lo juga nggak susah-susah amat, Bambang. Punya usaha dimana-mana." Daniel menghidupkan mesin mobil lalu menginjak pedal gas.
"Tetap aja gue berjuang sendiri. Makanya ini mobil masih gue simpan, sebagai pengingat kalau gue lagi congkak."
"Widih bahasa lo." Daniel dan Ellio berujar di waktu yang nyaris bersamaan.
"Udah mulai bijak dia, udah tua." timpal Ellio. Richard pun tertawa.
Mereka terus berjalan. Tak lama berselang pada sebuah SPBU mereka pun berhenti, untuk mengisi bahan bakar. Kebetulan bensin mobil tersebut nyaris habis.
Daniel menghentikan mobil itu di sana, namun seketika ia terdiam. Ketika melihat mobil ayahnya yang berhenti didepan minimarket SPBU. Tampak ayahnya dan Grace keluar lalu masuk ke dalam minimarket tersebut. Sepertinya mereka butuh untuk membeli sesuatu.
Hati Daniel kembali terpukul, ia yang sudah agak lupa sepanjang perjalanan tadi. kini teringat kembali pada kedua orang itu, bahkan terasa semakin buruk.
"Pak, sudah selesai." petugas SPBU berujar padanya. Daniel masih terpaku.
"Pak, sudah selesai."
Tak ada jawaban.
"Pak, sudah selesai."
"Eh, oh, iya."
Daniel memberikan uang pada petugas tersebut lalu masuk ke dalam mobil. Raut wajahnya berubah menjadi lesu, Richard dan Ellio mengetahui apa penyebabnya. Sebab tadi mereka juga melihat keberadaan Edmund dan juga Grace.
Daniel mengemudi sambil terus mengingat Grace. Membayangkan ketika wanita itu meracaukan namanya, saat mereka tengah berhubungan. Bagaimana wanita itu menikmati aktivitas panas mereka selama ini. Lalu muncul bayangan dimana perempuan itu melakukan hal yang sama, namun bersama dengan ayahnya. Hati Daniel serasa di cabik-cabik.
Ia terus terpikir akan hal itu, seraya mengemudi dengan kecepatan tinggi. Hingga tanpa ia sadari, jika di suatu tempat. Seorang gadis remaja yang tak lain adalah Lea Michella, tengah mencoba menyeberang jalan bersama adiknya Leo.
Mereka baru saja membeli es boba, di seberang jalan dekat sekolah Leo. Karena tak berkonsentrasi dengan baik, terjadilah sebuah peristiwa.
"Braaak."
Leo tersambar mobil yang dikemudikan oleh Daniel. Meski tak sampai membuat kecelakaan fatal, namun peristiwa itu sangat mengagetkan. Membuat Leo jatuh terjerembab ke belakang. Es boba yang ada dalam genggamannya terjatuh, bahkan pecah.
"Leooo." Lea berteriak menghampiri adik laki-lakinya itu dengan penuh kepanikan.
Daniel mendadak menghentikan mobil. Ia, Richard, dan Ellio lalu keluar menghampiri Lea dan juga adiknya.
"Kalau jalan itu hati-hati, untung aja nggak mati." Daniel mengocehi Leo dan juga Lea.
"Eh om, situ yang nabrak, situ yang ngegas. Situ sehat?" Lea berkata lantang pada Daniel. Membuat ia, Richard, dan Ellio pun terkejut.
"Bukannya nanya baik-baik, anak orang kenapa-kenapa atau nggak. Malah ngegas." lanjut Lea lagi.
"Heh, yang salah itu pacar kamu ini." ujar Daniel.
"Dia adik saya, nggak liat dia pake pakaian SMP dan saya SMA?" ujar Lea ketus.
"Nggak usah ngegas kamu, jelas-jelas adik kamu yang salah. Nyebrang bukannya liat-liat."
Daniel agaknya telah menemukan pelampiasan, atas kekesalannya melihat sang ayah bersama Grace tadi.
"Saya sama adik saya udah melambaikan tangan dari jauh, kenapa om masih ngebut?"
"Kalian yang salah, orang tuh biarin dulu mobil lewat baru nyebrang. Bikin emosi aja."
"Om yang bikin emosi, bukannya minta maaf. Dasar miskin attitude, percuma pake jas kalau kelakuan lebih baik kelakuannya tukang sampah."
"Kamu menyamakan saya dengan tukang sampah?"
"Tukang sampah lebih baik dari anda."
"Oh ya, emangnya tukang sampah punya uang sebanyak saya?"
"Ya elah om, mobil om aja mobil murah. Mobil sejuta umat, tukang sampah juga bisa kredit kalau mau."
Emosi Daniel kian memuncak, andai saja tadi ban mobil mewah super mahalnya tidak pecah. Ia pasti sudah bisa membungkam mulut bocah kecil ini, pikirnya.
Lea lalu menggamit lengan adiknya itu.
"Gaya banget sih jadi bocah, butuh bayaran berapa kamu?"
"Dan." Ellio mencoba meredam Daniel, namun Daniel tak peduli.
Lea yang sudah membelakangi Daniel dan siap melangkah, kini berhenti dan berbalik menatap Daniel.
"Mau duit kan kalian?. Berapa harga yang harus saya bayar, udah nabrak adik kamu ini. Sekalian harga diri kamu saya bayarin."
Secara serta merta Lea mendekat dan,
"Plaaak."
Sebuah tamparan mendarat di pipi Daniel. Richard dan Ellio kompak menahan tawa. Daniel sendiri tak menyangka, seumur hidup baru kali ini ia ditampar perempuan. Bahkan oleh seorang remaja, yang usianya mungkin baru menginjak belasan tahun.
"Denger ya, om. Om mau bayar harga diri saya?. Saya juga bisa bayar harga diri om."
Lea mengeluarkan 3 lembar uang pecahan 2000 an, sisa kembalian membeli es boba. Lalu menempelkannya di wajah Daniel.
Lea dan Leo pun berlalu, kini Richard dan Ellio tak kuasa lagi menahan tawa mereka.
"Hahaha."
"Hahaha." Richard dan Ellio tertawa geli, sementara Daniel dongkol setengah mati.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 577 Episodes
Comments
Luluk Listyaningrum
betul banget 😭
2023-07-21
0
tori sullivan
kocak lu kudanil 🤣
2023-05-13
0
Ida Ferdy Dumais
Hahaha. kasihan lo Daniel kena tampar Lea. 😂😂😂
2023-02-13
0