Saat adzan dzuhur terdengar, tepat pada saat itu juga Fahmi dan Aryana sampai di hotel, Afwa yang melihat keduanya dari kejauhan segera menghampiri dengan perasaan geram.
"Kemana saja kalian buat riwayatku hampir tamat hah?!" tanya Afwa dengan nanda tinggi.
"Maaf Wa, Om minta jangan marahi Aryana!" pinta Fahmi.
"Ana cepat kembali ke kamar!" perintah Afwa.
Aryana langsung berjalan cepat menuju kamarnya, tanpa bicara apapun pada kakak dan Fahmi.
"Om bisa kita bicara sebentar selepas shalat dzuhur?" tanya Afwa.
"Tentu bisa Wa," jawab Om Fahmi.
"Kalau begitu kita shalat dzuhur dulu baru kita bicara!" pinta Afwa.
Afwa dan Om Fahmi akhirnya berjalan menuju masjid diseberang hotel Dewantara. Dalam hati ia kagum dengan didikan Yudha dan Yasmin, jarang remaja yang mau selalu shalat berjamaah untuk ukuran remaja jaman sekarang dengan umur yang sama dengan Afwa.Jangankan shalat berjamaah shalat wajib saja banyak yang terlewat. Apalagi Afwa adalah anak dari seorang presdir namun tak membuat dia lupa akan keberadaan Rabbnya.
Seusai shalat berjamaah di masjid dekat hotel, Afwa mengajak Om Fahmi bicara empat mata di sebuah cafe dekat hotel. Afwa memilih cafe di luar hotel agar orang tuanya tidak mengetahui pembicaraannya dengan Om Fahmi.
Setelah memasuki cafe, dua pria beda generasi memilih privat room untuk berbicara empat mata.
"Apa yang ingin kau bicarakan dengan Om, Afwa?" tanya Fahmi.
"Bagaimana sebenarnya perasaan Om pada Aryana?" tanya Afwa yang balik bertanya.
"Aku mencintai adikmu Aryana dengan seluruh hidupku," jawab Fahmi .
"Bukan karena obsesi Om pada bundaku?" tanya Afwa dengan wajah sinis nya.
"Huft, ternyata kalau saudara kembar pemikirannya ternyata juga kembar, ternyata kamu mempunyai pemikiran yang sama dengan Aryana, kalian tidak mempercayai diriku," ucap Fahmi kesal.
"Dengar ya Om!, memangnya siapa orang yang akan mempercayai seorang pria yang dulu cinta mati dengan seorang wanita dan sekarang malah mencintai anak perempuan dari wanita yang pria itu cintai dulu," ucap Afwa dengan nada yang tak kalah kesal.
"Lalu sekarang apa maumu?" tanya Fahmi serius.
"Kami keluarga Dewantara sangat berterima kasih untuk pertolongan Om Fahmi pada bunda dan kami dimasa lalu. Kami tak akan pernah melupakan itu. Tapi aku mohon lupakan perasaan Om Fahmi pada adikku Aryana, tolong tinggalkan Aryana, untuk pengobatan jantung Aryana dan donor jantung biarlah kami yang akan memikirkannya. Carilah wanita lain dan berbahagialah!" pinta Afwa, sebuah permintaan yang membuat mata Fahmi membulat sempurna.
"Tidak!, kau bisa meminta apapun dariku kecuali itu!", ucap Fahmi tegas ada sorot amarah di sana.
"Om, aku mohon mengertilah, Aryana tidak akan bisa menerima pria yang dimasa lalu mencintai bundanya sendiri, bayang-bayang bunda akan menghantui hidupnya jika Om nekat bersamanya. Apa Om tahu setelah Aryana tahu Om pernah mencintai bunda, Aryana menjadi sosok yang inscure dengan dirinya sendiri, dia juga menjauhi bunda. Tanpa Om sadari perasaan Om pada Aryana akan merenggangkan hubungan ibu dan anak, apa Om tega melakukan itu?" tanya Afwa.
Mendengar penuturan Afwa, Fahmi tertegun ia tak tahu jika sampai Aryana mengalami semua itu, ia melihat mata Afwa namun tak ada kebohongan di sana. Ia tak tega melihat Aryana merasa seperti itu namun ia juga tak bisa melepaskan Aryana begitu saja, setelah tujuh belas tahun ia menunggu Aryana siap mendampinginnya.
"Akan aku pikirkan, aku tak bisa mengambil keputusan sekarang, namun tak menutup kemungkinan akan aku buktikan bahwa cintaku pada Aryana tidak ada bayang-bayang Yasmin. Kau bisa mengatakan dengan mudahnya bahwa aku harus melupakan gadis yang aku cintai selama tujuh belas tahun karena kamu belum merasakan apa yang aku rasakan. Kelak jika kau jatuh cinta pada seorang gadis dan kau harus berjuang mendapatkannya dan juga mendapat restu dari keluarganya, kupastikan kau akan menyesal pernah menyuruhku meninggalkan Aryana!" ucap Fahmi kemudian segera berdiri dari duduknya dan berlalu dari hadapan Afwa.
Sepeninggal om Fahmi, Afwa masih duduk di cafe, ia memijit pelipisnya, ia sungguh pusing memikirkan kisah cinta adik perempuan satu-satunya bisa begini rumit. Ia berkata begitu pada dokter Fahmi agar Aryana tak tersakiti. Sebenarnya dalam hati Afwa sendiri tak sampai hati menyuruh Om Fahmi meninggalkan dan melupakan Aryana begitu saja karena nalurinya sebagai laki-laki mengatakan bahwa cinta om Fahmi tulus pada sang adik.
"Ya Allah, Dek kenapa kisah cintamu jadi ruwet begini," keluh Afwa dalam hati.
Tiba-tiba ponselnya berbunyi yang ternyata panggilan dari sang ayah untuk mengajaknya makan siang di restoran hotel, Yudha menyuruh Afwa dan Aryana langsung ke restoran karena mengira Aryana masih bersama Afwa.
Sedangkan di kamar hotel, Aryana masih dalam keadaan bingung dengan semua yang ia alami hari ini. Di usianya yang masih belia ia harus menghadapi masalah percintaannya yang rumit.
Drrt...drrt...
Ponsel Aryana berbunyi terpampang nama sang kakak.
Aryana
"Hallo Kak ada apa?"
Afwa
"Segera turun ke restoran hotel, sudah di tunggu ayah bunda!"
Aryana
"Ya aku segera kesana"
Aryana menutup sambungan telponnya, ia segera mencuci muka agar terlihat lebih segar dan memoles bedak tipis dan lipstik agar wajahnya yang agak sembab tak terlihat oleh kedua orang tuanya dan saudara-saudaranya.
Tak lama semua anggota keluarga Yudha sudah berkumpul.di restoran hotel.
"Kalian sudah shalat dzuhur?" tanya Yasmin.
"Kami sudah shalat semua bunda," jawab Afwa mewakili semua saudaranya.
"Bagus, jangan sampai kalian belum shalat dzuhur, sekarang kalian bisa pesan makanannya!" pinta Yudha.
Mereka lalu memesan makanan sesuai selera masing-masing, setelah pesanan datang, semua anggota keluarga segera menyantap makanan yang sudah mereka pesan, tak ada suara hanya dentingan sendok dan garpu yang terdengar. Seusai makan Yudha mengingatkan anak-anaknya setelah ashar mereka akan langsung ke rumah Raka.
Dari kejauhan terlihat sepasang mata yang menatap keluarga Yudha yang sedang makan siang bersama dengan tatapan sendu. Berharap suatu saat ia juga bisa mengalami moment seperti bersama wanita yang dicintainya dan dengan anak-anak yang lahir dari wanita yang dicintainya.
Akhirnya selepas ashar Yudha dan keluarganya berangkat ke rumah dinas Raka, setelah menempuh perjalanan kurang lebih satu jam mereka sampai di rumah dinas Raka yang tak terlalu besar namun juga tak terlalu kecil, cat hijau mendominasi warna rumah Raka. Sampai di rumah Raka mereka langsung di sambut hangat oleh sang tuan rumah.
"Assalamualaikum," ucap Yudha dan Yasmin
"Waalaikumsalam," balas Raka yang keluar dari rumahnya, mata Raka berbinar ketika mendapati sahabat lama beserta keluarganya jauh-jauh mengunjunginya.
"Apa kabar Ka?, lama nggak ketemu, sepertinya kamu makin gemuk saja," sapa Yudha saat sudah berhadapan dengan Raka.
"Kabar baik, kamu juga makin tua saja," ucap Raka yang langsung dihadiahi pukulan ringan di perut ala mereka saat bercanda.
"Sialan lo," ucap Yudha sambil memukul ringan perut Raka.
"Eh sudah datang tamunya kok nggak disuruh masuk," seloroh Dinda dari dalam rumah.
"Dinda!" panggil Yasmin
"Yasmin...., aku kangen," ucap Dinda sambil berjalan menuju Yasmin lalu memeluknya.
"Aku juga kangen, Din, ngomong-ngomong mana dua keponakan cantikku?" tanya Yasmin.
"Mereka ada di dalam, mari masuk!" ajak Dinda.
"Oh ini tiga jagoan mu dan princess mu satu-satunya?" tanya Raka saat melihat anak-anak Yudha.
"Iya mereka jagoan ku dan ini my princess," ucap Yudha mengenalkan anak-anaknya yang sudah besar-besar.
"Ayo kalian kasih salam sama om Raka dan tante Dinda.
"Apa kabar Om Raka, Tante, lama kita tidak bertemu," sapa Afwa sopan.
"Kabar kami baik, Nak, kamu yang siapa ya?" tanya Raka karena Afwa dan Afwi kembar.
"Saya Afwa, Om."
"dan saya Afwi, Om."
"Kalau saya Aryana, Om"
"Saya Azka, Om."
Keempat anak Yudha memperkenalkan diri sambil mencium tangan Raka dan Dinda. Jelas Raka sudah tak mengenali anak-anak Yudha karena saat Raka pindah ke Bandung anak-anak Yudha masih kelas enam Sekolah Dasar.
"Ayo masuk dulu kita ngobrol di dalam!" ajak Dinda lagi.
Semua keluarga Yudha memasuki rumah dinas Raka, rumah dinas cukup bersih dan rapi mungkin karena anak-anak Raka perempuan semua jadi selalu terlihat rapi.
"Mana anak-anakmu, Ka?" tanya Yudha.
"Oh iya, sampai lupa, Kiran, Kiara sini nak!" panggil Raka.
Mendengar panggilan ayahnya, dua gadis berparas cantik keluar dari dari arah dapur. Yudha dan Yasmin cukup kaget dengan penampilan anak-anak dari sahabatnya, dua bocah perempuan yang kadang berantem dengan anak-anaknya saat bermain bersama sekarang menjelma menjadi dua gadis yang cantik, terutama Kirana perpaduan sempurna wajah Raka dan Dinda. Afwa sampai hampir meneteskan air liurnya, ia tak menyangka bocah perempuan yang sering ia jahili sewaktu kecil menjelma menjadi bidadari yang sangat cantik.
"Woiy, Kak sadar dah mau netes tuh iler," ucap Afwi sambil mengusap kasar wajah kakaknya yang sedang terpesona melihat Kirana.
"Apaan sih, kamu Fi," ucap Afwa tak terima wajahnya diusap kasar oleh Afwi.
"Kak Afwa jangan malu-maluin ih," ucap Aryana sambil berbisik pada Afwa.
"Kirana, Kiran ayo salim sama om Yudha dan tante Yasmin!" pinta Dinda pada dua putrinya.
Kirana dan Kiara lalu menyalami dan mencium tangan Yudha dan Yasmin.
"Kalian sudah besar ya sekarang, cantik lagi," puji Yasmin.
"Kalian masih ingat anak-anak Om?" tanya Yudha sambil tersenyum.
"Lupa-lupa ingat Om, karena kami berpisah ketika kami masih kecil," jawab Kirana dengan malu-malu.
Tatapan Afwa tak lepas memandang teman kecilnya yang sekarang menjadi gadis yang sangat cantik. Kirana pun terkadang juga mencuri curi pandang pada Afwa.
"Aku nggak nyangka kamu akan secantik ini Kiran," batin Afwa terseyum.
"Kak Afwa kamu sekarang sangat tampan dan terlihat dewasa," batin Kirana.
__________________________________________
Please Like, Vote, Coment and Favorit
Thank You
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 255 Episodes
Comments
Lina Susilo
cieeeee ada yg kesemsem nih
2022-11-04
0
mama' roy
bau bau calon besan ini😁😁
2022-01-10
1
Andi Fatmawati
weeh mashAllah gantengx
2021-09-20
0