Tragedi Surat Dewi

Sore itu di teras sebuah langgar yang cukup teduh karena ada pohon talok yang besar persis di sisi kiri teras. Sobri sedang merebahkan tubuhnya ke lantai yang masih ubin. Kedua tangannya di jadikannya bantal untuk menopang kepalanya. Semilir angin sore membuatnya sedikit mulai merasakan kantuk ditambah rasa capek karena hampir setengah hari ro'an.

Baru juga matanya mulai sedikit terpejam. Suara langkah kaki yang setengah berlari memaksanya membuka mata. Sayup sayup dilihatnya Hasan sedikit ngos ngosan sudah berdiri di depannya.

"Ganggu orang mau tidur saja sampeyan iku, San San." Tegur Sobri.

Hasan terlihat mengatur nafasnya. Lalu tanpa berkata menyodorkan sesuatu kearah Sobri. Sobri terbangun.

"Apa ini, San?" Tanya Sobri penasaran sambil meraih selembar kertas yang disodorkan Hasan padanya.

Hasan menjatuhkan tubuhnya ke lantai sebelah Sobri. "Itu titipan dari Dewi, Bri."

Sobri mengerutkan kening. "Titipan dari Dewi?" Tanyanya menegaskan dan belum paham apa maksudnya.

"Udah buka saja, Bri. Sampeyan lihat sendiri. Saya juga cuma dititipin saja pas tadi ketemu di ndalem Bu Nyai."

Sobri segera membuka lipatan kertas itu. Ternyata sebuah surat. Sobri terlihat melongo dan menelan ludah. Hasan melirik ke arah Sobri.

"Apa isinya? Kayaknya surat ya, Bri?" Tanya Hasan penasaran.

"Ah, bukan apa apa, San."

"Ah, masak? Surat kan? Cie cie, Sobri dapat surat dari Dewi ni ye." Goda Hasan membuat wajah Sobri sedikit memerah.

"Sudah ah, San. Orang cuma pesen biasa. Jangan hiperbola lah." Sobri terlihat mulai salah tingkah.

Saat Sobri sedang udur-uduran dengan Hasan. Seorang pemuda bernama Aufa tiba tiba saja sudah berdiri dan bersandar di pohon talok sisi kiri teras itu sambil memainkan rokok ditangannya. Sobri dan Hasan terlonjak kaget dan segera bangun dari rebahan nya.

"Gus Aufa, sudah lama?" Sapa Sobri sedikit salah tingkah. Sementara Hasan hanya tertunduk sambil cengar cengir.

"Ehem ehem. Denger denger ada yang habis dapat surat nih." Celetuk Aufa kemudian.

Ekspresi wajah Sobri seketika terlihat merah padam karena saking malunya.

Aufa lalu ikut duduk disebelah Sobri.

"Apa sih, Gus. Ini cuma pesen biasa kok." Kilah Sobri.

"Masak?" Aufa sepertinya tidak percaya begitu saja.

Hasan hanya cekikikan dari tadi.

Sobri hanya tertunduk lalu menyodorkan selembar kertas itu pada Aufa.

Sobri dan Aufa adalah sahabat karib bahkan sejak mereka masih bayi hitungan bulan mereka sudah bersahabat. Pantaslah jika Sobri dan Aufa begitu sangat dekatnya.

Aufa tampak membaca isi surat itu. Seketika tawanya pecah, membuat Sobri semakin salah tingkah.

"Sudah, Kang. Tunggu apalagi. Halalkan saja buruan." Celetuk Aufa kemudian.

"Ah, Sampeyan iku, Gus Gus. Mayar temen." Desah Sobri.

"Saya itu untuk saat ini belum mau mikir yang begituan, Gus. Belum minat untuk dekat serius dengan perempuan apalagi menikah." Lanjut Sobri sembari menepuk keningnya sendiri.

Aufa hanya terbahak mendengar itu.

"Tapi masak iya mumpung ada kesempatan mau sampeyan sia siain sih, Kang. Eman eman, lho!" Goda Aufa sekali lagi.

"Hadegh." Sobri tertunduk. "Apalagi ini, Gus Gus. Terlalu agresif kalau saya pikir. Saya malah ngeri. Ilfil juga." Lanjut Sobri sembari menggetarkan badannya, ekspresi ngeri.

"Loh, bagus kan agresif." Aufa masih saja memojokkan Sobri.

"Bagus darimana, Gus?" Kembali Sobri tepuk jidad.

Aufa lagi lagi terbahak. Hasan pun sejak tadi tidak bisa menahan tawa melihat perdebatan didepannya.

"Pada seneng? Lucu? Iya? Terus. Ketawa aja terus." Ketus Sobri memasang muka masam.

"Serius, Kang. Ini itu ngegemesin gitu lho. Lakinya jaim, Perempuannya agresif."

Lagi lagi Aufa terbahak bahak.

"Tapi menurut kamu Dewi itu gimana, Kang? Serius ini aku." Tanya

"Gimana apanya, Gus?"

"Ya dari kacamata sampeyan to, Kang."

"Saya kan nggak pakai kacamata, Gus Gus."

Aufa menepuk jidad nya sendiri. Hasan terkekeh.

"Hadegh. Maksudnya dari segi pandang sampeyan iku lho Kang Sobri. Cantik atau gimana? Sholihah kah atau apa lah." Aufa mulai gemas kali ini.

"B aja sih, Gus."

"B?" Aufa mengerutkan keningnya.

"Maksudnya B?" Tanyanya kemudian.

"Biasa saja, Gus. Hadegh."

Aufa dan Hasan sontak tertawa terpingkal pingkal, sampai sampai Aufa menggaruk garuk kepalanya sendiri. Sementara Sobri malah hanya nyengir.

"Terus biasa itu yang gimana, Kang. Definisi biasa tiap orang kan beda beda." Lanjut Aufa begitu mulai kembali tenang.

Sobri melirik keatas. Sepertinya diapun bingung untuk mendefinisikan ucapannya.

"Pokoknya ya biasa gitulah, Gus." Sobri ngotot.

"Iya tahu. Biasa. Tapi gimana itu? Yang pasti dong, Kang." Aufa sedikit gemas melihat Sobri yang mulai kebingungan.

"Gimana ya, Gus?" Sobri garuk garuk kepalanya sendiri.

Aufa mengubah posisi duduknya.

"Gini, Kang Hasan." Aufa beralih ke Hasan yang sejak tadi hanya cekikikan. "Misal ini saya yang tanya ke sampeyan, Dewi itu gimana?"

Hasan mulai berfikir.

"Emmm. Dibilang cantik sih ya lumayan cantik sih, Gus. Tepatnya manis karena ada gigi gingsul-nya itu. Terus alim juga. Pinter juga. Aktif orangnya." Jelas Hasan lalu kembali terkekeh.

"Ah, kamu, San. Itu kamu nya saja yang berlebihan. Sekongkol kan kamu sama Gus Aufa?" Sahut Sobri.

Hasan kembali terbahak. "Serius lho, Bri." Ucapnya kemudian.

"Ya minimal Kang Hasan sudah bisa memperinci gitu lho." Imbuh Aufa.

"Halah." Gumam Sobri.

"Jadi gimana menurut sampeyan, Kang?" Tanya Aufa lagi.

"Gimana apanya sih, Gus?" Sobri tampak kesal.

"Ya itu tadi. Mau lanjut apa tidak itu sama Dewi?" Aufa terdengar cekikikan.

"Tahu lah. Udah dibilang saya tidak berminat ya tidak." Ketus Sobri.

"Yakin?" Aufa masih mendesak.

"Sekali tidak ya tidak."

"Masak? Entar nyesel loh." Aufa masih saja terus menggoda.

"Kenapa sih? Yang dapet surat saya. Eh yang ribut kalian. Heran saya." Sobri geleng geleng kepala.

Aufa dan Hasan lagi lagi hanya bisa tertawa terbahak bahak.

"Mubadzir lho, Bri." Celetuk Hasan.

"Buat kamu saja kalau gitu." Sahut Sobri kesal.

"Entar kamu cemburu." Hasan terus saja menggoda.

"Ah, Bodo amat lah." Sahut Sobri makin kesal.

"Tuh kan kelihatan banget kan cemburunya." Hasan lagi lagi menggoda Sobri.

"Bodo. Bodo. Bodo."

"Cie... Sobri... Ihir." Aufa lagi lagi tak mau tinggal diam.

Sobri menekuk wajahnya.

"Jangan begitu ah. Jelek tahu kalau kamu begitu, Bri. Entar Dewi pindah ke lain hati lho." Hasan lagi lagi.

Sobri melotot ke arah Hasan. Hasan menutup mulutnya dan lagi lagi hanya cekikikan.

"Ah, bodo lah. Mending saya tidur dikamar." Sobri bangun dari duduknya dan bergegas meninggalkan teras langgar itu.

"Loh loh malah pergi." Tahan Aufa.

"Paling juga mau nyamperin Dewi, Gus." Hasan masih juga menggoda.

Aufa terbahak.

"Terus saja ketawa sampai keriput itu muka." Teriak Sobri lalu berjalan semakin cepat menjauh dari halaman langgar.

Bersambung...

Terpopuler

Comments

Tirta Kamandanu

Tirta Kamandanu

saya sampe ikut cengar cengar bacanya...
heeeee

2022-04-06

0

yamink oi

yamink oi

wis dela maning dadian kie

2022-01-05

1

🍭ͪ ͩ𝕸y💞🅰️nnyᥫ᭡🍁❣️

🍭ͪ ͩ𝕸y💞🅰️nnyᥫ᭡🍁❣️

agresiflah saat sdh jadi istri... pasti suami jd klepek2.. ya ngak mas? 😄

2022-01-01

1

lihat semua
Episodes
1 Ajimukti
2 Hidayah
3 Teman Lama Dullah
4 Jalan Hidayah
5 Kembali Ke Malang
6 Titik Awal
7 Tidak Lebih Dari Tiga Bulan
8 Hasan Basri, Anggoro?
9 Kompetisi
10 Maqam Ya?
11 Dondong Opo Salak?
12 Atur Siasat
13 Sandiwara Ajimukti
14 Gus?
15 Celetuk Dullah
16 Tragedi Surat Dewi
17 Ajimukti Aufatur Muthoriq
18 Kompetisi Lagi
19 Rumpi Santri
20 Perkenalan Dengan Putri Kyai Aminudin
21 Boss!!!
22 Punakawan
23 Filosofi Punakawan
24 Kun Pariyan, Wa Laa Takun Pakisan!
25 !!!...Waraqat Istiraahah...!!!
26 Balada Trio Senior
27 Uji Coba
28 Bibit! Bebet! Bobot!
29 Hujan!
30 Sore Itu Dipasar
31 Sebuah Janji
32 Habiba Lagi! Lagi Lagi Habiba!
33 Siapa Dia?
34 Gerak Faruq
35 Menuju Kompetisi
36 Balada Gelang Kaoka
37 Mencari Habiba
38 Kabar Kemenangan Ajimukti
39 Ah, Ternyata Habiba
40 Do'a Di Iring Shalawat
41 Bakmi Jowo
42 Pertemuan Kedua
43 Orang Tak Dikenal
44 Dia Dalam Doa
45 Curhat
46 Lelaki Tua Itu, Kembali
47 Saudara Yang Sama
48 !!!...Waraqat Istiraahah...!!!
49 Sipat Kandhel?
50 Negosiasi Perasaan
51 Khansa binti Khadzdzam
52 Nugroho Sastro Darmono?
53 Delapan Tahun Lalu
54 Ajimukti VS Budi Nugroho
55 Sukrono Sukro Rino
56 Nguri-uri Peninggalan Leluhur
57 Kalung Kayu Stigi
58 Sedulur Papat Limo Pancer
59 Nafsu Dan Hati Nurani
60 Perginya Budi
61 Mas Kyai Salim Dan Ustadz Amin
62 Bicara Mahar
63 Toleransi
64 Allah Dan Muhammad
65 Teras Ndalem
66 Perdebatan Dimulai
67 Dan Pada Akhirnya
68 Pagi Yang Cerah Senyum Merekah
69 Pertemuan Wali Santri
70 Jangan Panggil, Ning!
71 !!!...Waraqat Istiraahah...!!!
72 Mencari Aminudin
73 Kekhawatiran Sumiatun
74 Menunggu Habiba
75 Penasaran
76 Tiga Mantra Kehidupan
77 Godril Dengan Tattonya
78 Sebuah Rencana
79 Al-insaanu Hayawaanun Naathiq
80 Siapa Yang Mengirim Mereka?
81 Tidak Pantas Dipanggil Gus!
82 Problema Kehidupan
83 Wejangan Nyai Sarah
84 Sobri VS Suko
85 Prastowo Turun Tangan
86 Siapa Warsito Itu?
87 Kelicikan Suko
88 Kepulangan Ari Godril
89 Kebetulan Yang Kebetulan
90 Selebar Daun Kelor
91 Melamar Habiba
92 Balas Budi
93 Meringkus Warsito
94 Satu Nama Baru
95 Sobri
96 Mantu Kurang Ajar
97 Nugroho Dan Kehidupannya
98 Pesan Prastowo
99 !!!...Waraqat Istiraahah...!!!
100 Pokok'e Seneng
101 Malam Di Teras Langgar
102 Kesedihan Habiba
103 Obrolan Jaman Edan
104 Belum Menikah Bicara Thalaq
105 Pulang!
106 Menjemput Habiba
107 Jadilah Purnamaku, Ning!
108 Adigang, Adigung, Adiguna
109 Gejolak Hati Sobri
110 Delapan Menit
111 Pembenci Pemberi Kebaikan
112 Semakin Dekat Semakin Kasar
113 Panggil saja, Umi...!
114 Mungkinkah Wali Mastur?
115 Hal Tatazawajani...!
116 Santri Itu Tosan Aji
117 Bainal-Tsaqaafah Wad-diin
118 Belajar Dari Lalat dan Lebah
119 Ilmu Ikhlas
120 Kesadaran Ajeng
121 Ular Ular
122 Hexa, Santri Baru
123 Ajeng
124 Qulal-haqo Walaw Kan-murona
125 !!!...Waraqat Istiraahah...!!!
126 Sa...bar...!
127 Targhib Atau Tarhib?
128 Masih Tentang Hexa
129 Bro Sobri...!
130 Al 'ulamaa' Warotsatul-Anbiyaa'
131 Pertemuan Dengan Arya
132 Wang Sinawang
133 Tahlilan
134 Tamu Spesial
135 Ini Penting Untuk Wanita
136 Nengahi
137 Sinau Macapat
138 Santri
139 Kredit? Riba?
140 Nduk...!
141 Terselip Dalam Kitab
142 Pertemuan Sobri Dan Gandung
143 Sahabat Sebenarnya
144 Obrolan Membosankan
145 Sak Bab Jum'atan
146 Kembalinya Nafisa
147 Mulut Untuk Telinga
148 Kenali Dunia
149 Mas...!
150 Melunaknya Ego
151 !!!...Waraqat Istiraahah...!!!
152 Kawal Sampai Halal
153 Wali Jami'
154 Sembrono
155 Obrolan Bapak Anak
156 Nafisa
157 Non Marital
158 Sambat
159 Agen Rahasia
160 Ta’addud Al-Jumat
161 Sisi Lain
162 Hobby
163 Kekhawatiran Itu
164 Ngwejang Manan
165 Satu Hal Tentang Kebencian
166 Kalimat Dalam Selembar Surat
167 Menunggu Kunjungan
168 Ilmu Mantik
169 Bu Dhe Satu Lagi
170 Kala Hujan
171 Insya Allah
172 Binniyat
173 Kalung Temurun
174 Uluwwul Himmah
175 !!!..Waraqat Istiraahah...!!!
176 Tamu Tamu Sukrono
177 Arya's Memories
178 Mulatsih
179 Bicara Mulatsih
180 Kakak Sekaligus Guru
181 Tasamuh
182 Bertemunya Ajimukti Mulatsih
183 Kenyang
184 Santri Singa
185 Atur Pangapura
186 Langkah Awal Budi
187 Semangkok Soto
188 Adab dan Ilmu
189 Terbiasa Tak Membiasakan
190 Ruang Kunjung
191 Rahasia Hati
Episodes

Updated 191 Episodes

1
Ajimukti
2
Hidayah
3
Teman Lama Dullah
4
Jalan Hidayah
5
Kembali Ke Malang
6
Titik Awal
7
Tidak Lebih Dari Tiga Bulan
8
Hasan Basri, Anggoro?
9
Kompetisi
10
Maqam Ya?
11
Dondong Opo Salak?
12
Atur Siasat
13
Sandiwara Ajimukti
14
Gus?
15
Celetuk Dullah
16
Tragedi Surat Dewi
17
Ajimukti Aufatur Muthoriq
18
Kompetisi Lagi
19
Rumpi Santri
20
Perkenalan Dengan Putri Kyai Aminudin
21
Boss!!!
22
Punakawan
23
Filosofi Punakawan
24
Kun Pariyan, Wa Laa Takun Pakisan!
25
!!!...Waraqat Istiraahah...!!!
26
Balada Trio Senior
27
Uji Coba
28
Bibit! Bebet! Bobot!
29
Hujan!
30
Sore Itu Dipasar
31
Sebuah Janji
32
Habiba Lagi! Lagi Lagi Habiba!
33
Siapa Dia?
34
Gerak Faruq
35
Menuju Kompetisi
36
Balada Gelang Kaoka
37
Mencari Habiba
38
Kabar Kemenangan Ajimukti
39
Ah, Ternyata Habiba
40
Do'a Di Iring Shalawat
41
Bakmi Jowo
42
Pertemuan Kedua
43
Orang Tak Dikenal
44
Dia Dalam Doa
45
Curhat
46
Lelaki Tua Itu, Kembali
47
Saudara Yang Sama
48
!!!...Waraqat Istiraahah...!!!
49
Sipat Kandhel?
50
Negosiasi Perasaan
51
Khansa binti Khadzdzam
52
Nugroho Sastro Darmono?
53
Delapan Tahun Lalu
54
Ajimukti VS Budi Nugroho
55
Sukrono Sukro Rino
56
Nguri-uri Peninggalan Leluhur
57
Kalung Kayu Stigi
58
Sedulur Papat Limo Pancer
59
Nafsu Dan Hati Nurani
60
Perginya Budi
61
Mas Kyai Salim Dan Ustadz Amin
62
Bicara Mahar
63
Toleransi
64
Allah Dan Muhammad
65
Teras Ndalem
66
Perdebatan Dimulai
67
Dan Pada Akhirnya
68
Pagi Yang Cerah Senyum Merekah
69
Pertemuan Wali Santri
70
Jangan Panggil, Ning!
71
!!!...Waraqat Istiraahah...!!!
72
Mencari Aminudin
73
Kekhawatiran Sumiatun
74
Menunggu Habiba
75
Penasaran
76
Tiga Mantra Kehidupan
77
Godril Dengan Tattonya
78
Sebuah Rencana
79
Al-insaanu Hayawaanun Naathiq
80
Siapa Yang Mengirim Mereka?
81
Tidak Pantas Dipanggil Gus!
82
Problema Kehidupan
83
Wejangan Nyai Sarah
84
Sobri VS Suko
85
Prastowo Turun Tangan
86
Siapa Warsito Itu?
87
Kelicikan Suko
88
Kepulangan Ari Godril
89
Kebetulan Yang Kebetulan
90
Selebar Daun Kelor
91
Melamar Habiba
92
Balas Budi
93
Meringkus Warsito
94
Satu Nama Baru
95
Sobri
96
Mantu Kurang Ajar
97
Nugroho Dan Kehidupannya
98
Pesan Prastowo
99
!!!...Waraqat Istiraahah...!!!
100
Pokok'e Seneng
101
Malam Di Teras Langgar
102
Kesedihan Habiba
103
Obrolan Jaman Edan
104
Belum Menikah Bicara Thalaq
105
Pulang!
106
Menjemput Habiba
107
Jadilah Purnamaku, Ning!
108
Adigang, Adigung, Adiguna
109
Gejolak Hati Sobri
110
Delapan Menit
111
Pembenci Pemberi Kebaikan
112
Semakin Dekat Semakin Kasar
113
Panggil saja, Umi...!
114
Mungkinkah Wali Mastur?
115
Hal Tatazawajani...!
116
Santri Itu Tosan Aji
117
Bainal-Tsaqaafah Wad-diin
118
Belajar Dari Lalat dan Lebah
119
Ilmu Ikhlas
120
Kesadaran Ajeng
121
Ular Ular
122
Hexa, Santri Baru
123
Ajeng
124
Qulal-haqo Walaw Kan-murona
125
!!!...Waraqat Istiraahah...!!!
126
Sa...bar...!
127
Targhib Atau Tarhib?
128
Masih Tentang Hexa
129
Bro Sobri...!
130
Al 'ulamaa' Warotsatul-Anbiyaa'
131
Pertemuan Dengan Arya
132
Wang Sinawang
133
Tahlilan
134
Tamu Spesial
135
Ini Penting Untuk Wanita
136
Nengahi
137
Sinau Macapat
138
Santri
139
Kredit? Riba?
140
Nduk...!
141
Terselip Dalam Kitab
142
Pertemuan Sobri Dan Gandung
143
Sahabat Sebenarnya
144
Obrolan Membosankan
145
Sak Bab Jum'atan
146
Kembalinya Nafisa
147
Mulut Untuk Telinga
148
Kenali Dunia
149
Mas...!
150
Melunaknya Ego
151
!!!...Waraqat Istiraahah...!!!
152
Kawal Sampai Halal
153
Wali Jami'
154
Sembrono
155
Obrolan Bapak Anak
156
Nafisa
157
Non Marital
158
Sambat
159
Agen Rahasia
160
Ta’addud Al-Jumat
161
Sisi Lain
162
Hobby
163
Kekhawatiran Itu
164
Ngwejang Manan
165
Satu Hal Tentang Kebencian
166
Kalimat Dalam Selembar Surat
167
Menunggu Kunjungan
168
Ilmu Mantik
169
Bu Dhe Satu Lagi
170
Kala Hujan
171
Insya Allah
172
Binniyat
173
Kalung Temurun
174
Uluwwul Himmah
175
!!!..Waraqat Istiraahah...!!!
176
Tamu Tamu Sukrono
177
Arya's Memories
178
Mulatsih
179
Bicara Mulatsih
180
Kakak Sekaligus Guru
181
Tasamuh
182
Bertemunya Ajimukti Mulatsih
183
Kenyang
184
Santri Singa
185
Atur Pangapura
186
Langkah Awal Budi
187
Semangkok Soto
188
Adab dan Ilmu
189
Terbiasa Tak Membiasakan
190
Ruang Kunjung
191
Rahasia Hati

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!