Ajimukti Aufatur Muthoriq

"Assalamu'alaikum, Nduk. Kepiye?" Ucap Prastowo begitu mengangkat telfonnya.

"Wa'alaikumsalam, Pak. Pripun kabare bapak sama ibu?" Suara dari seberang begitu lembut meski bercampur sedikit noise.

Prastowo sengaja meloud speaker panggilannya. Entah mungkin sudah menjadi kebiasaannya.

"Alhamdulillah, Nduk. Bapak sehat, ibumu juga sehat. Ibumu ini lagi dibelakang kasih makan ayam. Soalnya ini bapak lagi ada tamu. Awakmu dewe piye kabare, Nduk?"

"Alhamdulillah, Pak. Tamu siapa, Pak?" Tanya Ajeng, anak Prastowo dari seberang telfon sana.

"Ini. Temen bapak waktu muda dulu. Pak Lek Dullah, beliau temennya Kyai Salim juga."

"Masya Allah. Reuni ini bapak?"

"Iya, Nduk. Sudah puluhan tahun tidak ketemu. Oh iya, Nduk. Awakmu telfon ada apa?" Tanya Prastowo kemudian.

"Oh iya pak sampai lupa. Begini, Pak. Insya Allah minggu minggu ini Ajeng mau pulang, Pak."

"Alhamdulillah, Nduk. Ya nanti kabari lagi saja biar bapak siap siap jemput nya."

"Iya, Pak. Nanti kapannya Ajeng kabari lagi. Yasudah ya, Pak. Ajeng telfon cuma mau menyampaikan itu saja."

"Iya, Nduk. Yang penting kamu hati hati disana. Jogo awake. Jogo kesehatane."

"Iya, Pak. Yasudah ya, Pak. Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumsalam."

Tut! Tut! Tut!

Begitu telfon dimatikan, Prastowo kembali meletakkan ponselnya ditempat semula dan kembali duduk bersama Dullah dan Ajimukti.

"Anakmu mau pulang, Pras?" Tanya Dullah kemudian.

"Iya, Dul. Alhamdulillah. Sudah dua tahun Ajeng tidak pulang. Paling kalau kangen saya sama mboke bocah bocah yang kesana."

"Walah. Jadi pengen ketemu juga nanti sama anak kamu, Pras."

"Ya nanti kesini, Dul. Sukur sukur nanti kamu suruh juga anak lanangmu kesini. Biar kenalan sama anakku."

Dullah tertawa. " Semangat sekali kamu, Pras. Sudah tidak sabar mau besanan sama saya."

Prastowo pun ikut terbahak.

"Suaranya anakmu alus. Persis kayak ibunya, Pras."

"Iya, Dul. Sama persis. Apalagi kalau sudah punya kekarepan. Hadegh, sudah nggak bisa ditawar lagi, Dul. Persis ibunya juga gitu."

Dullah tertawa.

Ajimukti yang sejak tadi memilih diam dan membiarkan dua orang sahabat itu bercanda, hanya bisa ikut tersenyum melihat pemandangan harmonis dihadapannya.

"Mas Aji sendiri ini sudah punya calon apa belum kira kira?" Celetuk Prastowo tiba tiba. Seketika membuat Ajimukti menelan ludah. Dullah yang mendengar itu hanya mesam mesem sendiri.

"Walah, Lek. Belum kepikiran kalau. Untuk saat ini masih mau fokus ke yang ini dulu, Lek."

"Kalau tertarik nanti biar dikenalkan sama Ajeng, Mas. Temen Ajeng banyak yang Ning Ning lho, Mas." Goda prastowo kemudian.

Ajimukti hanya tersenyum senyum sendiri. Ingatannya kembali pada saat dirinya meggoda Sobri waktu itu. Mungkin seperti yang dirasakannya saat ini apa yang dirasakan Sobri waktu itu. Salah tingkah, canggung dan sedikit gugup.

Siang itu di rumah Prastowo, obrolan masih terus berlanjut antara Dullah, Ajimukti dan Prastowo sebagai tuan rumah. Dari yang hanya bualan bualan kosong sampai yang terkesan serius. Dari yang sekedar guyonan sampai yang harus masuk pikiran.

Sementara itu di Pondok Hidayah, Budi, Khalil dan Imam sedang nampak gelisah menunggu seseorang di halaman kantor sekretariatan pondok. Budi terlihat mondar mandir bolak balik. Pun dengan Khalil dan Imam yang sepertinya sudah berulang kali mengubah posisi mereka dari duduk lalu berdiri kemudian kembali duduk lagi.

Cukup lama sampai seseorang keluar dari dalam ruangan kantor sekretariatan itu lalu menemui mereka dan menyodorkan selembar kertas dan kembali masuk kedalam ruang kantor itu.

"Ini dia yang kita butuhkan." Ucap Budi penuh kemenangan.

"Setelah ini, anak itu pasti tidak berani macam macam lagi sama kita." Gumam Khalil sembari mengepalkan tangannya.

"Sebenarnya nama anak itu cukup bagus. Tapi tidak dengan gayanya yang sok itu." Ucap Budi yang sudah lebih dulu melihat tulisan di kertas itu.

Khalil dan Imam penasaran lalu meraih kertas yang dipegang Budi. Diselembar kertas itu hanya tertera sebuah nama yang ditulis dengan spidol hitam.

"Ajimukti Aufatur Muthoriq. Bagus juga namanya." Gumam Khalil.

"Yasudah kita kembali ke kamar. Yang penting kita sudah tahu namanya. Kita juga sudah sempat memberi gambaran ke Gus Faruq. Semoga Gus Faruq percaya dengan semua yang kita sampaikan kemarin."

Khalil dan Imam kompak mengangguk lalu tersenyum puas seolah mereka sedang memenangkan sesuatu.

Budi melangkah cepat menuju kamar, dibelakangnya Khalil dan Imam mengikuti dengan langkah yang cepat pula. Sampai akhirnya....

Brak!!!

"Kalian jalan buru buru sekali ada apaan sih?"

Khalil dan Imam buru buru mengangkat Budi yang sempat terjatuh. Ditatapnya orang yang bertabrakan dengan Budi tersebut. Manan. Sesegera mungkin Khalil dan Imam membuang tatapan itu.

Manan yang sempat terjatuh pun segera berdiri.

"Maaf maaf." Ucap Khalil tanpa menatap Manan.

Budi yang mendengar permintaan maaf Khalil ke Manan melongo dan seketika ekspresi wajahnya berubah penuh emosi.

Khalil dan Imam segera mengajak Budi pergi dari tempat itu.

Manan masih menepuk nepuk sarungnya yang berantakan karena terjatuh. Saat itu dirinya melihat selembar kertas yang terjatuh. Segera diraihnya kertas itu. Disana Manan melihat hanya sebuah tulisan nama.

"Ajimukti Aufatur Muthoriq? Emmm. Apa ini Ajik ya? Untuk apa mereka membawa kertas bertuliskan nama Ajik?" Gumam Manan lalu melipat kertas itu dan memasukannya kedalam saku.

Budi terlihat emosi sekali karena Khalil meminta maaf pada Manan tadi.

"Kenapa sih kamu ini, Lil. Pakai acara minta maaf segala. Bisa besar kepala itu santri songong." Cerocos Budi.

"Sudah lah, Bud. Keceplosan saya tadi itu." Kilah Budi.

"Halah. Keceplosan. Bisa bisa kita dianggap apaan sama si songong itu." Budi masih saja meluapkan emosinya.

"Tenang aja, Bud. Dia tadi saja cuek kan?" Imam berusaha mencairkan suasana tegang saat ini.

"Terus mana kertasnya tadi?" Budi mengatungkan tangannya.

Khalil dan Imam saling pandang.

"Kamu bawa kertasnya, Mam?" Tanya Khalil pada Imam.

"Lah, aku pikir kamu yang bawa, Lil." Sahut Imam.

"Bukannya tadi kamu yang bawa kertasnya, Mam?" Khalil sekali lagi bertanya pada Imam.

"Nggak lho, Lil. Kamu lho yang tadi bawa kertasnya." Balas Imam.

Budi terlihat semakin emosi melihat perdebatan Khalil dan Imam. Belum lagi ternyata kertas itu tidak ada.

"Sudah sudah." Budi sedikit bersuara keras.

Khalil dan Imam seketika terdiam mematung.

"Intinya kertas itu hilang. Begitu kan?" Lanjut Budi dengan suara sedikit membentak.

Khalil dan Imam mengangguk berat. Budi menepuk nepuk jidad nya sendiri.

"Nggak penting kertas itu. Yang terpenting kita sudah tahu nama anak itu. Kalian tadi sudah mengingat nama anak itu kan?" Tanya Budi kemudian.

Khalil menelan ludah. Ia paling buruk jika soal mengingat sesuatu. Disikutnya Imam. Imam hanya menggerakkan dagunya.

"Emm. Ajimukti. Ajimukti siapa ya tad" Khalil berusaha mengingat ingat.

Budi hanya membaca sepintas. Ia pun juga mencoba mengingat ingat nama dikertas itu.

"Ajimukti Alfa atau siapa gitu pokoknya." Imam membantu mengingatkan meski dirinya pun tidak begitu ingat.

"Muthoriq." Gumam Budi. "Saya ingat nama belakangnya, soalnya sama dengan pengasuh pondok terdahulu." Lanjut Budi.

"Ajimukti Aufatur Muthoriq. Ya saya ingat." Ucap Budi dengan suara keras.

"Benar, Bud. Itu." Imam membenarkan.

"Hah. Kalian berdua memang tidak bisa diandalkan." Gerutu budi kemudian.

Khalil dan Imam hanya saling pandang dan saling mengangkat bahu melihat Budi yang sepertinya masih sedikit emosi.

Bersambung...

Terpopuler

Comments

Tirta Kamandanu

Tirta Kamandanu

sip Kang Thor.....

2022-04-06

0

Nurjanah Tamim

Nurjanah Tamim

penjahat kelas temp,tahu,oncom..

2022-03-18

2

🍭ͪ ͩ𝕸y💞🅰️nnyᥫ᭡🍁❣️

🍭ͪ ͩ𝕸y💞🅰️nnyᥫ᭡🍁❣️

trio koplak... 😄😄

2022-01-01

1

lihat semua
Episodes
1 Ajimukti
2 Hidayah
3 Teman Lama Dullah
4 Jalan Hidayah
5 Kembali Ke Malang
6 Titik Awal
7 Tidak Lebih Dari Tiga Bulan
8 Hasan Basri, Anggoro?
9 Kompetisi
10 Maqam Ya?
11 Dondong Opo Salak?
12 Atur Siasat
13 Sandiwara Ajimukti
14 Gus?
15 Celetuk Dullah
16 Tragedi Surat Dewi
17 Ajimukti Aufatur Muthoriq
18 Kompetisi Lagi
19 Rumpi Santri
20 Perkenalan Dengan Putri Kyai Aminudin
21 Boss!!!
22 Punakawan
23 Filosofi Punakawan
24 Kun Pariyan, Wa Laa Takun Pakisan!
25 !!!...Waraqat Istiraahah...!!!
26 Balada Trio Senior
27 Uji Coba
28 Bibit! Bebet! Bobot!
29 Hujan!
30 Sore Itu Dipasar
31 Sebuah Janji
32 Habiba Lagi! Lagi Lagi Habiba!
33 Siapa Dia?
34 Gerak Faruq
35 Menuju Kompetisi
36 Balada Gelang Kaoka
37 Mencari Habiba
38 Kabar Kemenangan Ajimukti
39 Ah, Ternyata Habiba
40 Do'a Di Iring Shalawat
41 Bakmi Jowo
42 Pertemuan Kedua
43 Orang Tak Dikenal
44 Dia Dalam Doa
45 Curhat
46 Lelaki Tua Itu, Kembali
47 Saudara Yang Sama
48 !!!...Waraqat Istiraahah...!!!
49 Sipat Kandhel?
50 Negosiasi Perasaan
51 Khansa binti Khadzdzam
52 Nugroho Sastro Darmono?
53 Delapan Tahun Lalu
54 Ajimukti VS Budi Nugroho
55 Sukrono Sukro Rino
56 Nguri-uri Peninggalan Leluhur
57 Kalung Kayu Stigi
58 Sedulur Papat Limo Pancer
59 Nafsu Dan Hati Nurani
60 Perginya Budi
61 Mas Kyai Salim Dan Ustadz Amin
62 Bicara Mahar
63 Toleransi
64 Allah Dan Muhammad
65 Teras Ndalem
66 Perdebatan Dimulai
67 Dan Pada Akhirnya
68 Pagi Yang Cerah Senyum Merekah
69 Pertemuan Wali Santri
70 Jangan Panggil, Ning!
71 !!!...Waraqat Istiraahah...!!!
72 Mencari Aminudin
73 Kekhawatiran Sumiatun
74 Menunggu Habiba
75 Penasaran
76 Tiga Mantra Kehidupan
77 Godril Dengan Tattonya
78 Sebuah Rencana
79 Al-insaanu Hayawaanun Naathiq
80 Siapa Yang Mengirim Mereka?
81 Tidak Pantas Dipanggil Gus!
82 Problema Kehidupan
83 Wejangan Nyai Sarah
84 Sobri VS Suko
85 Prastowo Turun Tangan
86 Siapa Warsito Itu?
87 Kelicikan Suko
88 Kepulangan Ari Godril
89 Kebetulan Yang Kebetulan
90 Selebar Daun Kelor
91 Melamar Habiba
92 Balas Budi
93 Meringkus Warsito
94 Satu Nama Baru
95 Sobri
96 Mantu Kurang Ajar
97 Nugroho Dan Kehidupannya
98 Pesan Prastowo
99 !!!...Waraqat Istiraahah...!!!
100 Pokok'e Seneng
101 Malam Di Teras Langgar
102 Kesedihan Habiba
103 Obrolan Jaman Edan
104 Belum Menikah Bicara Thalaq
105 Pulang!
106 Menjemput Habiba
107 Jadilah Purnamaku, Ning!
108 Adigang, Adigung, Adiguna
109 Gejolak Hati Sobri
110 Delapan Menit
111 Pembenci Pemberi Kebaikan
112 Semakin Dekat Semakin Kasar
113 Panggil saja, Umi...!
114 Mungkinkah Wali Mastur?
115 Hal Tatazawajani...!
116 Santri Itu Tosan Aji
117 Bainal-Tsaqaafah Wad-diin
118 Belajar Dari Lalat dan Lebah
119 Ilmu Ikhlas
120 Kesadaran Ajeng
121 Ular Ular
122 Hexa, Santri Baru
123 Ajeng
124 Qulal-haqo Walaw Kan-murona
125 !!!...Waraqat Istiraahah...!!!
126 Sa...bar...!
127 Targhib Atau Tarhib?
128 Masih Tentang Hexa
129 Bro Sobri...!
130 Al 'ulamaa' Warotsatul-Anbiyaa'
131 Pertemuan Dengan Arya
132 Wang Sinawang
133 Tahlilan
134 Tamu Spesial
135 Ini Penting Untuk Wanita
136 Nengahi
137 Sinau Macapat
138 Santri
139 Kredit? Riba?
140 Nduk...!
141 Terselip Dalam Kitab
142 Pertemuan Sobri Dan Gandung
143 Sahabat Sebenarnya
144 Obrolan Membosankan
145 Sak Bab Jum'atan
146 Kembalinya Nafisa
147 Mulut Untuk Telinga
148 Kenali Dunia
149 Mas...!
150 Melunaknya Ego
151 !!!...Waraqat Istiraahah...!!!
152 Kawal Sampai Halal
153 Wali Jami'
154 Sembrono
155 Obrolan Bapak Anak
156 Nafisa
157 Non Marital
158 Sambat
159 Agen Rahasia
160 Ta’addud Al-Jumat
161 Sisi Lain
162 Hobby
163 Kekhawatiran Itu
164 Ngwejang Manan
165 Satu Hal Tentang Kebencian
166 Kalimat Dalam Selembar Surat
167 Menunggu Kunjungan
168 Ilmu Mantik
169 Bu Dhe Satu Lagi
170 Kala Hujan
171 Insya Allah
172 Binniyat
173 Kalung Temurun
174 Uluwwul Himmah
175 !!!..Waraqat Istiraahah...!!!
176 Tamu Tamu Sukrono
177 Arya's Memories
178 Mulatsih
179 Bicara Mulatsih
180 Kakak Sekaligus Guru
181 Tasamuh
182 Bertemunya Ajimukti Mulatsih
183 Kenyang
184 Santri Singa
185 Atur Pangapura
186 Langkah Awal Budi
187 Semangkok Soto
188 Adab dan Ilmu
189 Terbiasa Tak Membiasakan
190 Ruang Kunjung
191 Rahasia Hati
Episodes

Updated 191 Episodes

1
Ajimukti
2
Hidayah
3
Teman Lama Dullah
4
Jalan Hidayah
5
Kembali Ke Malang
6
Titik Awal
7
Tidak Lebih Dari Tiga Bulan
8
Hasan Basri, Anggoro?
9
Kompetisi
10
Maqam Ya?
11
Dondong Opo Salak?
12
Atur Siasat
13
Sandiwara Ajimukti
14
Gus?
15
Celetuk Dullah
16
Tragedi Surat Dewi
17
Ajimukti Aufatur Muthoriq
18
Kompetisi Lagi
19
Rumpi Santri
20
Perkenalan Dengan Putri Kyai Aminudin
21
Boss!!!
22
Punakawan
23
Filosofi Punakawan
24
Kun Pariyan, Wa Laa Takun Pakisan!
25
!!!...Waraqat Istiraahah...!!!
26
Balada Trio Senior
27
Uji Coba
28
Bibit! Bebet! Bobot!
29
Hujan!
30
Sore Itu Dipasar
31
Sebuah Janji
32
Habiba Lagi! Lagi Lagi Habiba!
33
Siapa Dia?
34
Gerak Faruq
35
Menuju Kompetisi
36
Balada Gelang Kaoka
37
Mencari Habiba
38
Kabar Kemenangan Ajimukti
39
Ah, Ternyata Habiba
40
Do'a Di Iring Shalawat
41
Bakmi Jowo
42
Pertemuan Kedua
43
Orang Tak Dikenal
44
Dia Dalam Doa
45
Curhat
46
Lelaki Tua Itu, Kembali
47
Saudara Yang Sama
48
!!!...Waraqat Istiraahah...!!!
49
Sipat Kandhel?
50
Negosiasi Perasaan
51
Khansa binti Khadzdzam
52
Nugroho Sastro Darmono?
53
Delapan Tahun Lalu
54
Ajimukti VS Budi Nugroho
55
Sukrono Sukro Rino
56
Nguri-uri Peninggalan Leluhur
57
Kalung Kayu Stigi
58
Sedulur Papat Limo Pancer
59
Nafsu Dan Hati Nurani
60
Perginya Budi
61
Mas Kyai Salim Dan Ustadz Amin
62
Bicara Mahar
63
Toleransi
64
Allah Dan Muhammad
65
Teras Ndalem
66
Perdebatan Dimulai
67
Dan Pada Akhirnya
68
Pagi Yang Cerah Senyum Merekah
69
Pertemuan Wali Santri
70
Jangan Panggil, Ning!
71
!!!...Waraqat Istiraahah...!!!
72
Mencari Aminudin
73
Kekhawatiran Sumiatun
74
Menunggu Habiba
75
Penasaran
76
Tiga Mantra Kehidupan
77
Godril Dengan Tattonya
78
Sebuah Rencana
79
Al-insaanu Hayawaanun Naathiq
80
Siapa Yang Mengirim Mereka?
81
Tidak Pantas Dipanggil Gus!
82
Problema Kehidupan
83
Wejangan Nyai Sarah
84
Sobri VS Suko
85
Prastowo Turun Tangan
86
Siapa Warsito Itu?
87
Kelicikan Suko
88
Kepulangan Ari Godril
89
Kebetulan Yang Kebetulan
90
Selebar Daun Kelor
91
Melamar Habiba
92
Balas Budi
93
Meringkus Warsito
94
Satu Nama Baru
95
Sobri
96
Mantu Kurang Ajar
97
Nugroho Dan Kehidupannya
98
Pesan Prastowo
99
!!!...Waraqat Istiraahah...!!!
100
Pokok'e Seneng
101
Malam Di Teras Langgar
102
Kesedihan Habiba
103
Obrolan Jaman Edan
104
Belum Menikah Bicara Thalaq
105
Pulang!
106
Menjemput Habiba
107
Jadilah Purnamaku, Ning!
108
Adigang, Adigung, Adiguna
109
Gejolak Hati Sobri
110
Delapan Menit
111
Pembenci Pemberi Kebaikan
112
Semakin Dekat Semakin Kasar
113
Panggil saja, Umi...!
114
Mungkinkah Wali Mastur?
115
Hal Tatazawajani...!
116
Santri Itu Tosan Aji
117
Bainal-Tsaqaafah Wad-diin
118
Belajar Dari Lalat dan Lebah
119
Ilmu Ikhlas
120
Kesadaran Ajeng
121
Ular Ular
122
Hexa, Santri Baru
123
Ajeng
124
Qulal-haqo Walaw Kan-murona
125
!!!...Waraqat Istiraahah...!!!
126
Sa...bar...!
127
Targhib Atau Tarhib?
128
Masih Tentang Hexa
129
Bro Sobri...!
130
Al 'ulamaa' Warotsatul-Anbiyaa'
131
Pertemuan Dengan Arya
132
Wang Sinawang
133
Tahlilan
134
Tamu Spesial
135
Ini Penting Untuk Wanita
136
Nengahi
137
Sinau Macapat
138
Santri
139
Kredit? Riba?
140
Nduk...!
141
Terselip Dalam Kitab
142
Pertemuan Sobri Dan Gandung
143
Sahabat Sebenarnya
144
Obrolan Membosankan
145
Sak Bab Jum'atan
146
Kembalinya Nafisa
147
Mulut Untuk Telinga
148
Kenali Dunia
149
Mas...!
150
Melunaknya Ego
151
!!!...Waraqat Istiraahah...!!!
152
Kawal Sampai Halal
153
Wali Jami'
154
Sembrono
155
Obrolan Bapak Anak
156
Nafisa
157
Non Marital
158
Sambat
159
Agen Rahasia
160
Ta’addud Al-Jumat
161
Sisi Lain
162
Hobby
163
Kekhawatiran Itu
164
Ngwejang Manan
165
Satu Hal Tentang Kebencian
166
Kalimat Dalam Selembar Surat
167
Menunggu Kunjungan
168
Ilmu Mantik
169
Bu Dhe Satu Lagi
170
Kala Hujan
171
Insya Allah
172
Binniyat
173
Kalung Temurun
174
Uluwwul Himmah
175
!!!..Waraqat Istiraahah...!!!
176
Tamu Tamu Sukrono
177
Arya's Memories
178
Mulatsih
179
Bicara Mulatsih
180
Kakak Sekaligus Guru
181
Tasamuh
182
Bertemunya Ajimukti Mulatsih
183
Kenyang
184
Santri Singa
185
Atur Pangapura
186
Langkah Awal Budi
187
Semangkok Soto
188
Adab dan Ilmu
189
Terbiasa Tak Membiasakan
190
Ruang Kunjung
191
Rahasia Hati

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!