Titik Awal

"Ini untuk kamu semua, Nak Salim."

Malam itu, selepas sholat isya', Salim dibuat tercengang dengan pernyataan Zaini. Sebuah map besar berisi beberapa lembar surat-surat penting disodorkan Zaini ke hadapannya.

"I... ini apa, Pak?"

"Semua yang bapak miliki."

"Tapi ini bukan hak saya, Pak."

"Lalu hak siapa, Nak? Satriyo?"

Salim terdiam. Dia tidak berani berkata apa-apa saat ini.

"Bukan karena Satriyo sudah meninggal lalu bapak menyerahkan ini padamu sebagai ganti Satriyo. Bukan, Nak."

Salim mengerutkan keningnya. Dia benar-benar tidak paham maksud ucapan Zaini kali ini.

"Jika kamu bicara hak, maka bapak menyerahkan apa yang menjadi hak kamu. Bapak menyerahkan hak pada yang berhak. Dan tugas bapak sudah selesai."

"Maksud bapak?" Salim mencoba mendalami maksud ucapan Zaini terhadapnya.

Zaini tersenyum tipis.

"Kamu ingat kan bapakmu dan bapak itu siapa?"

Salim mengangguk. Salim ingat betul bagaimana bapaknya sering kali menceritakan tentang persahabatannya dengan Zaini sejak mereka masih nyantri di Jombang dan ikut tentara pelajar kala itu. Bagaimana mereka berdua ikut ambil bagian dalam memerdekakan negara ini.

Persahabatan bapaknya dan Zaini tak ubahnya persahabatannya dengan Satriyo. Lebih dari itu bahkan. Banyak kisah heroik mereka berdua yang sering kali diceritakan ke Salim.

"Semua yang bapak miliki ini milik bapakmu, Nak. Semua hasil jerih payah bapakmu. Hanya saja keluarga dari ibumu, terutama kakek mu, memang tidak pernah mau menerima sepeserpun hasil jerih payah bapakmu. Oleh sebab itu, bapakmu menitipkan semua yang ia punya pada bapak untuk kelak bapak serahkan kepadamu."

Salim tercengang. Tanpa ia sadari air matanya sedikit demi sedikit mulai membasahi kelopak matanya.

"Disana ada tulisan bapakmu untukmu." Zaini menunjuk map di atas meja.

Salim segera membuka map itu mencari surat peninggalan bapaknya. Lembar demi lembar Salim buka hingga akhirnya menemukan sebuah amplop yang sudah sangat lusuh. Disana tertulis "untuk putraku".

Salim segera membuka isi amplop itu. Hanya ada secarik kertas yang sama lusuhnya dengan amplopnya. Disana ada tulisan yang sangat rapi. Salim hafal betul tulisan tangan bapaknya itu.

"Sugihing bondho lamun siro tibo titi wancine sedo tan keno ginowo. Lamun sugihing pakerti senajan sukmo lan rogo wus ora nyawiji, nanging bakal dadi pepadanging laku pinuju marang Gusti kang siji. ( Kekayaan harta jika kamu telah tiba pada ajalmu tidak bisa dibawa. Jika kekayaan ilmu walaupun sukma dan raga sudah tidak jadi satu, tapi akan menjadi penerang jalan menuju Tuhan Yang Maha Esa)". Begitu isi surat di dalam amplop itu. Salim paham betul maksud dari bapaknya menulis surat untuknya seperti itu.

Salim kembali melipat surat itu dan kembali memasukkannya kedalam amplop. Mengembalikannya lagi kedalam map bersama surat surat yang Salim pun tidak tahu surat apa saja didalam map besar itu.

"Sekarang kamu sudah paham kan?" Tanya Zaini pada Salim kemudian.

Salim mengangguk pelan.

"Baiklah. Untuk selanjutnya bapak serahkan kepadamu sebagai yang berhak atas semua ini, Nak Salim."

"Tapi, Pak. Apa saya pantas?"

"Beri bapak sedikit penjelasan tentang apa itu pantas, Nak!"

Salim hanya tertunduk diam.

"Nak Salim tahu? Allah memberi godaan kepada mereka yang alim. Apa menurut Nak Salim itu tidak pantas? Allah memberi cobaan kepada mereka yang sudah dalam kesusahan. Apa itu juga tidak pantas? Tidak ada yang tidak pantas ketika Allah sudah berkehendak, Nak."

Salim tidak dapat berkata apa-apa untuk saat ini. Dia hanya tertunduk mendengar semua ucapan Zaini. Bagi Salim, Zaini adalah pengganti sosok ayahnya sejak ayahnya meninggal beberapa tahun lalu.

"Sebagai hamba kita jangan sampai lupa Allah punya Kun Fayakun, Nak Salim. Wujuto nuli ono."

"Bantu saya, Pak. Untuk mewujudkan cita-cita bapak saya itu."

Zaini menepuk pundak Salim.

"Sudah pasti, Nak."

Salim tersenyum lalu meraih tangan Zaini. Berulang kali.

"Sudah. Sekarang kamu simpan semua berkas ini."

Salim merapikan map itu lagi lalu membawanya ke dalam kamar. Dalam benak Salim tidak pernah terbayangkan bapaknya memiliki peninggalan seluar biasa seperti ini.

"Kebanggaan apa lagi ini, Pak? Rasanya hanya bangga memiliki bapak seperti bapak tidak cukup bagi saya. Karena nyatanya lebih dari sekedar bangga, Pak. Lebih dari itu. Terima kasih, Pak. Untuk semua kebanggan karena memiliki bapak seperti bapak."

Mata Salim sekali lagi mulai lembab. Bulir-bulir halus mulai menggenangi kedua kelopak matanya. Bahkan kini perlahan mengalir di kedua pipinya. Salim tertunduk, membiarkan butiran bening itu jatuh di tempat tidurnya.

Semalaman Salim tidak bisa sedikit pun memejamkan matanya. Dadanya serasa sesak. Pikirannya jauh terbang menembus langit langit kamarnya.

Pagi pagi sekali Salim sudah berpamitan pada Zaini untuk keluar sebentar. Tanpa Salim berkata apapun, Zaini tahu tujuan Salim. Ya, Salim pasti ingin mencari tahu tentang siapa yang melaporkan pada pihak kepolisian tentang kematian Satriyo.

Salim menemui Prastowo yang sedang sibuk memberi makan ayam-ayamnya. Melihat kedatangan Salim, Prastowo segera beranjak dari kesibukannya dan segera menghampiri Salim.

"Kang Salim pasti sudah tahu tentang kondisi terminal saat ini?"

"Itulah kenapa saya menemuimu, Pras. Apa kamu pasti tahu sesuatu?"

"Iya, Kang. Seperginya sampeyan dari rumah Pak Zaini waktu itu, teman-teman mencariku. Mereka mengira Kang Salim masih disana?"

"Siapa saja mereka, Pras?"

"Tanpa terkecuali, Kang."

"Baron, Tikno, Griwo, Suko, Galih, Benowo, Joko, Dasman, Sipur, Anggoro. Semua memaksa saya untuk ikut ke kantor. Disana mereka melaporkan semua yang terjadi pagi itu. Juga sebab kejadian itu."

Salim geleng kepala.

"Mereka ingin menyudahi semua ini, seperti harapanmu, Kang. Seperti saya sendiri pun, Kang. Rasanya berat kalau hanya sekedar membiarkan mereka mendekam di penjara. Rasanya saya ingin menebas leher mereka satu persatu demi membalaskan dendam kematian Satriyo."

Salim menyentuh punggung tangan Prastowo. "Ingat yang saya ucapkan sebelum saya berangkat ke Jogja waktu itu, Pras. Ingat pesan Pak Zaini. Dendam tidak akan menyelesaikan semua."

"Sejujurnya saya dan teman-teman juga tidak mengira. Seorang Kang Salim bisa selunak ini sekarang"

Salim tertawa. "Saya sudah tidak muda lagi, Pras. Itu saja alasannya."

Prastowo terdiam menatap Salim.

"Antarkan aku menemui mereka, Pras."

"Maafkan saya, Kang. Sebagian dari mereka sudah banyak yang sekarang merantau. Griwo, Sipur, Benowo sekarang bekerja di kalimantan di kelapa sawit. Baru sebulan lalu mereka bertiga berangkat."

Salim mengangguk. "Syukurlah, Pras kalau begitu. Lalu yang lain?"

"Baron bersama Suko yang saya dengar mereka ke surabaya. Tikno, Joko sama Galih mereka bertiga yang saya dengar juga sudah berjualan tapi dimana saya kurang tahu, Kang. Nanti kita bisa tanyakan sama Dasman. Sementara ini, Dasman masih belum ada pekerjaan. Anggoro juga, Kang."

Salim mengangguk. "Yasudah, nanti kita coba temui mereka, Pras."

"Baik, Kang. Yasudah Kang Salim masuk dulu saja, saya buatkan kopi dulu."

Salim mengikuti langkah Prastowo menuju teras rumahnya. Disana ada batang kayu yang dibuat menjadi kursi. Juga meja yang sama terbuat dari batang kayu sengon yang besar.

Menjelang siang Salim dan Prastowo sudah berada di sebuah rumah berdinding anyaman bambu. Seorang lelaki seumuran Prastowo keluar dari ruangan yang hanya ditutup dengan gordin batik yang mulai lusuh, membawa nampan berisi tiga gelas kopi yang kelihatannya masih panas.

"Tidak perlu repot-repot, Man." Ucap Salim kemudian.

"Ah, tidak, Kang. Hanya kopi."

Tak lama kemudian terdengar suara motor yang sudah sangat tua berhenti di halaman rumah itu. Seseorang yang juga seusia Prastowo turun dari motor itu.

"Kang Salim." Teriak orang itu begitu turun dari motornya. Berjalan tergesa dan segera menyalami Salim, Prastowo juga Dasman, si tuan rumah.

"Anggoro, bagaimana kabar kamu?"

"Seperti yang Kang Salim lihat. Saya masih seperti biasa, Kang. Hanya saja sampai saat ini saya belum mendapat pekerjaan. Sama seperti Kang Dasman."

Salim tersenyum. Lalu menyalakan sebatang rokok kretek yang sejak tadi sudah di pilin pilinnya.

Dasman berjalan ke belakang, tak lama dia keluar lagi membawa segelas kopi untuk Anggoro.

"Kiranya ada perlu apa Kang Salim mengajak kita semua berkumpul disini?" Tanya Anggoro kemudian setelah Dasman kembali duduk.

"Apa soal Satriyo, Kang?" Imbuh Dasman.

Salim tersenyum lalu menghisap rokoknya. Asap mengepul tebal dihadapannya.

"Tadi Prastowo sudah menceritakan banyak soal itu dan saya bisa memahami itu, semua tindakan kalian, entah siapa yang memiliki ide itu."

Seketika Anggoro tertunduk. Salim menyadari perubahan sikap Anggoro.

"Kenapa, Ro?" Tanya Salim kemudian.

"Maafkan saya, Kang. Semua memang saya yang menggerakkan teman-teman. Saya takut, Kang. Takut selepas Kang Salim pergi, mereka akan kembali menyerang kami satu persatu."

Salim tersenyum. "Saya justru berterima kasih padamu, Ro. Satriyo pasti sudah tenang disana dan bangga memiliki saudara-saudara seperti kalian. Rasa solidaritas yang tidak pernah tergantikan oleh apapun."

"Seperti kata sampeyan, Kang. Kita ini saudara. Sudah seharusnya kami berbuat sesuatu untuk saudar kami." imbuh Dasman.

"Dan bukankah solidaritas adalah senjata kita selama ini, Kang. Sudah sepantasnya kita kokang terus senjata itu kan, Kang?" imbuh Prastowo yang sedari tadi diam.

Salim lagi-lagi hanya tersenyum lalu meraih gelas kopinya di ikuti yang lain.

"Saya ingin lebih mendekatkan diri pada Illahi." Ucapan Salim yang tiba-tiba itu seketika membuat teman-temannya tersentak.

Anggoro memajukan badannya. "Maksud Kang Salim?" tanyanya kemudian.

Salim lagi-lagi hanya tersenyum.

"Kang Salim ingin taubat?" tanya Dasman menegaskan lagi ucapan Salim barusan.

"Saya sudah cukup menyusahkan orang-orang disekeliling saya. Saudara, kerabat, teman, termasuk istri saya. Saya pikir sudah saatnya ada perubahan dalam diri saya."

Anggoro, Dasman juga Prastowo hanya tertunduk. Jauh dalam lubuk hati mereka pun sebenarnya ingin berhenti dari semua yang selama ini mereka lakukan.

"Saya ingin melanjutkan ngangsu ilmu saya yang berpuluh puluh tahun ini tidak lagi saya jamah."

Semua menatap Salim. Mereka tahu seperti apa Salim dulunya.

Sebelum turun ke jalan dan menjadi preman yang sangat ditakuti. Salim dan Satriyo adalah seorang santri di desa sebelah. Tapi karena sifat mereka yang keras, suka main pukul dan sering membuat keributan. Pengasuh pondok kewalahan dan akhirnya memulangkan mereka. Melanjutkan disekolah umum membuat Salim dan Satriyo semakin menjadi. Hampir setiap harinya mereka membuat keributan entah dengan teman satu sekolahnya atau bahkan pada siswa sekolah lain.

"Siapa diantara kalian yang ingin ikut saya?"

Sejenak semua diam. Hening. Hanya nafas-nafas mereka yang saling beradu.

"Saya ikut sampeyan, Kang. Saya juga sudah lelah menjadi saya yang seperti ini." Ucap Prastowo kemudian.

"Saya akan ikut, Kang." Anggoro menyusul kemudian. Begitu juga dengan Dasman.

Salim tersenyum. Ternyata memang sudah saatnya mereka berubah. Berubah menjadi manusia yang di akui kemanusiaaannya okeh manusia yang lain. Bukan dikenal karena tercemar, tapi dikenal karena budi luhur yang mereka sebar.

Sejak saat itu mereka adalah empat sekawan yang mencari jalan kebenaran. Tanpa peduli siapa mereka dulunya. Tanpa peduli kata orang-orang disekitar mereka.

Berbekal pesan-pesan Zaini. Salim pun sudah melanglang dari satu Kyai ke Kyai yang lainnya disekitar Jawa dan Bali. Anggoro dan Prastowo belajar mengaji pada Zaini sendiri, karena mereka tidak bisa meninggalkan desa. Banyak tanggungan yang tidak bisa mereka tinggalkan. Dasman sendiri lebih memilih belajar sedikit demi sedikit dengan aktif di kajian rutin di desanya.

Bersambung...

Terpopuler

Comments

yamink oi

yamink oi

mantapp lurr

2022-01-05

0

Adiwaluyo

Adiwaluyo

mantap 👍👍👍

2021-12-17

0

Nikodemus Yudho Sulistyo

Nikodemus Yudho Sulistyo

enak banget bahasanya. filosofinya jg dapat.

Pendekar Topeng Seribu (silat/fiksi sejarah nusantara) kembali mampir. semangat berkarya.

2021-11-29

1

lihat semua
Episodes
1 Ajimukti
2 Hidayah
3 Teman Lama Dullah
4 Jalan Hidayah
5 Kembali Ke Malang
6 Titik Awal
7 Tidak Lebih Dari Tiga Bulan
8 Hasan Basri, Anggoro?
9 Kompetisi
10 Maqam Ya?
11 Dondong Opo Salak?
12 Atur Siasat
13 Sandiwara Ajimukti
14 Gus?
15 Celetuk Dullah
16 Tragedi Surat Dewi
17 Ajimukti Aufatur Muthoriq
18 Kompetisi Lagi
19 Rumpi Santri
20 Perkenalan Dengan Putri Kyai Aminudin
21 Boss!!!
22 Punakawan
23 Filosofi Punakawan
24 Kun Pariyan, Wa Laa Takun Pakisan!
25 !!!...Waraqat Istiraahah...!!!
26 Balada Trio Senior
27 Uji Coba
28 Bibit! Bebet! Bobot!
29 Hujan!
30 Sore Itu Dipasar
31 Sebuah Janji
32 Habiba Lagi! Lagi Lagi Habiba!
33 Siapa Dia?
34 Gerak Faruq
35 Menuju Kompetisi
36 Balada Gelang Kaoka
37 Mencari Habiba
38 Kabar Kemenangan Ajimukti
39 Ah, Ternyata Habiba
40 Do'a Di Iring Shalawat
41 Bakmi Jowo
42 Pertemuan Kedua
43 Orang Tak Dikenal
44 Dia Dalam Doa
45 Curhat
46 Lelaki Tua Itu, Kembali
47 Saudara Yang Sama
48 !!!...Waraqat Istiraahah...!!!
49 Sipat Kandhel?
50 Negosiasi Perasaan
51 Khansa binti Khadzdzam
52 Nugroho Sastro Darmono?
53 Delapan Tahun Lalu
54 Ajimukti VS Budi Nugroho
55 Sukrono Sukro Rino
56 Nguri-uri Peninggalan Leluhur
57 Kalung Kayu Stigi
58 Sedulur Papat Limo Pancer
59 Nafsu Dan Hati Nurani
60 Perginya Budi
61 Mas Kyai Salim Dan Ustadz Amin
62 Bicara Mahar
63 Toleransi
64 Allah Dan Muhammad
65 Teras Ndalem
66 Perdebatan Dimulai
67 Dan Pada Akhirnya
68 Pagi Yang Cerah Senyum Merekah
69 Pertemuan Wali Santri
70 Jangan Panggil, Ning!
71 !!!...Waraqat Istiraahah...!!!
72 Mencari Aminudin
73 Kekhawatiran Sumiatun
74 Menunggu Habiba
75 Penasaran
76 Tiga Mantra Kehidupan
77 Godril Dengan Tattonya
78 Sebuah Rencana
79 Al-insaanu Hayawaanun Naathiq
80 Siapa Yang Mengirim Mereka?
81 Tidak Pantas Dipanggil Gus!
82 Problema Kehidupan
83 Wejangan Nyai Sarah
84 Sobri VS Suko
85 Prastowo Turun Tangan
86 Siapa Warsito Itu?
87 Kelicikan Suko
88 Kepulangan Ari Godril
89 Kebetulan Yang Kebetulan
90 Selebar Daun Kelor
91 Melamar Habiba
92 Balas Budi
93 Meringkus Warsito
94 Satu Nama Baru
95 Sobri
96 Mantu Kurang Ajar
97 Nugroho Dan Kehidupannya
98 Pesan Prastowo
99 !!!...Waraqat Istiraahah...!!!
100 Pokok'e Seneng
101 Malam Di Teras Langgar
102 Kesedihan Habiba
103 Obrolan Jaman Edan
104 Belum Menikah Bicara Thalaq
105 Pulang!
106 Menjemput Habiba
107 Jadilah Purnamaku, Ning!
108 Adigang, Adigung, Adiguna
109 Gejolak Hati Sobri
110 Delapan Menit
111 Pembenci Pemberi Kebaikan
112 Semakin Dekat Semakin Kasar
113 Panggil saja, Umi...!
114 Mungkinkah Wali Mastur?
115 Hal Tatazawajani...!
116 Santri Itu Tosan Aji
117 Bainal-Tsaqaafah Wad-diin
118 Belajar Dari Lalat dan Lebah
119 Ilmu Ikhlas
120 Kesadaran Ajeng
121 Ular Ular
122 Hexa, Santri Baru
123 Ajeng
124 Qulal-haqo Walaw Kan-murona
125 !!!...Waraqat Istiraahah...!!!
126 Sa...bar...!
127 Targhib Atau Tarhib?
128 Masih Tentang Hexa
129 Bro Sobri...!
130 Al 'ulamaa' Warotsatul-Anbiyaa'
131 Pertemuan Dengan Arya
132 Wang Sinawang
133 Tahlilan
134 Tamu Spesial
135 Ini Penting Untuk Wanita
136 Nengahi
137 Sinau Macapat
138 Santri
139 Kredit? Riba?
140 Nduk...!
141 Terselip Dalam Kitab
142 Pertemuan Sobri Dan Gandung
143 Sahabat Sebenarnya
144 Obrolan Membosankan
145 Sak Bab Jum'atan
146 Kembalinya Nafisa
147 Mulut Untuk Telinga
148 Kenali Dunia
149 Mas...!
150 Melunaknya Ego
151 !!!...Waraqat Istiraahah...!!!
152 Kawal Sampai Halal
153 Wali Jami'
154 Sembrono
155 Obrolan Bapak Anak
156 Nafisa
157 Non Marital
158 Sambat
159 Agen Rahasia
160 Ta’addud Al-Jumat
161 Sisi Lain
162 Hobby
163 Kekhawatiran Itu
164 Ngwejang Manan
165 Satu Hal Tentang Kebencian
166 Kalimat Dalam Selembar Surat
167 Menunggu Kunjungan
168 Ilmu Mantik
169 Bu Dhe Satu Lagi
170 Kala Hujan
171 Insya Allah
172 Binniyat
173 Kalung Temurun
174 Uluwwul Himmah
175 !!!..Waraqat Istiraahah...!!!
176 Tamu Tamu Sukrono
177 Arya's Memories
178 Mulatsih
179 Bicara Mulatsih
180 Kakak Sekaligus Guru
181 Tasamuh
182 Bertemunya Ajimukti Mulatsih
183 Kenyang
184 Santri Singa
185 Atur Pangapura
186 Langkah Awal Budi
187 Semangkok Soto
188 Adab dan Ilmu
189 Terbiasa Tak Membiasakan
190 Ruang Kunjung
191 Rahasia Hati
Episodes

Updated 191 Episodes

1
Ajimukti
2
Hidayah
3
Teman Lama Dullah
4
Jalan Hidayah
5
Kembali Ke Malang
6
Titik Awal
7
Tidak Lebih Dari Tiga Bulan
8
Hasan Basri, Anggoro?
9
Kompetisi
10
Maqam Ya?
11
Dondong Opo Salak?
12
Atur Siasat
13
Sandiwara Ajimukti
14
Gus?
15
Celetuk Dullah
16
Tragedi Surat Dewi
17
Ajimukti Aufatur Muthoriq
18
Kompetisi Lagi
19
Rumpi Santri
20
Perkenalan Dengan Putri Kyai Aminudin
21
Boss!!!
22
Punakawan
23
Filosofi Punakawan
24
Kun Pariyan, Wa Laa Takun Pakisan!
25
!!!...Waraqat Istiraahah...!!!
26
Balada Trio Senior
27
Uji Coba
28
Bibit! Bebet! Bobot!
29
Hujan!
30
Sore Itu Dipasar
31
Sebuah Janji
32
Habiba Lagi! Lagi Lagi Habiba!
33
Siapa Dia?
34
Gerak Faruq
35
Menuju Kompetisi
36
Balada Gelang Kaoka
37
Mencari Habiba
38
Kabar Kemenangan Ajimukti
39
Ah, Ternyata Habiba
40
Do'a Di Iring Shalawat
41
Bakmi Jowo
42
Pertemuan Kedua
43
Orang Tak Dikenal
44
Dia Dalam Doa
45
Curhat
46
Lelaki Tua Itu, Kembali
47
Saudara Yang Sama
48
!!!...Waraqat Istiraahah...!!!
49
Sipat Kandhel?
50
Negosiasi Perasaan
51
Khansa binti Khadzdzam
52
Nugroho Sastro Darmono?
53
Delapan Tahun Lalu
54
Ajimukti VS Budi Nugroho
55
Sukrono Sukro Rino
56
Nguri-uri Peninggalan Leluhur
57
Kalung Kayu Stigi
58
Sedulur Papat Limo Pancer
59
Nafsu Dan Hati Nurani
60
Perginya Budi
61
Mas Kyai Salim Dan Ustadz Amin
62
Bicara Mahar
63
Toleransi
64
Allah Dan Muhammad
65
Teras Ndalem
66
Perdebatan Dimulai
67
Dan Pada Akhirnya
68
Pagi Yang Cerah Senyum Merekah
69
Pertemuan Wali Santri
70
Jangan Panggil, Ning!
71
!!!...Waraqat Istiraahah...!!!
72
Mencari Aminudin
73
Kekhawatiran Sumiatun
74
Menunggu Habiba
75
Penasaran
76
Tiga Mantra Kehidupan
77
Godril Dengan Tattonya
78
Sebuah Rencana
79
Al-insaanu Hayawaanun Naathiq
80
Siapa Yang Mengirim Mereka?
81
Tidak Pantas Dipanggil Gus!
82
Problema Kehidupan
83
Wejangan Nyai Sarah
84
Sobri VS Suko
85
Prastowo Turun Tangan
86
Siapa Warsito Itu?
87
Kelicikan Suko
88
Kepulangan Ari Godril
89
Kebetulan Yang Kebetulan
90
Selebar Daun Kelor
91
Melamar Habiba
92
Balas Budi
93
Meringkus Warsito
94
Satu Nama Baru
95
Sobri
96
Mantu Kurang Ajar
97
Nugroho Dan Kehidupannya
98
Pesan Prastowo
99
!!!...Waraqat Istiraahah...!!!
100
Pokok'e Seneng
101
Malam Di Teras Langgar
102
Kesedihan Habiba
103
Obrolan Jaman Edan
104
Belum Menikah Bicara Thalaq
105
Pulang!
106
Menjemput Habiba
107
Jadilah Purnamaku, Ning!
108
Adigang, Adigung, Adiguna
109
Gejolak Hati Sobri
110
Delapan Menit
111
Pembenci Pemberi Kebaikan
112
Semakin Dekat Semakin Kasar
113
Panggil saja, Umi...!
114
Mungkinkah Wali Mastur?
115
Hal Tatazawajani...!
116
Santri Itu Tosan Aji
117
Bainal-Tsaqaafah Wad-diin
118
Belajar Dari Lalat dan Lebah
119
Ilmu Ikhlas
120
Kesadaran Ajeng
121
Ular Ular
122
Hexa, Santri Baru
123
Ajeng
124
Qulal-haqo Walaw Kan-murona
125
!!!...Waraqat Istiraahah...!!!
126
Sa...bar...!
127
Targhib Atau Tarhib?
128
Masih Tentang Hexa
129
Bro Sobri...!
130
Al 'ulamaa' Warotsatul-Anbiyaa'
131
Pertemuan Dengan Arya
132
Wang Sinawang
133
Tahlilan
134
Tamu Spesial
135
Ini Penting Untuk Wanita
136
Nengahi
137
Sinau Macapat
138
Santri
139
Kredit? Riba?
140
Nduk...!
141
Terselip Dalam Kitab
142
Pertemuan Sobri Dan Gandung
143
Sahabat Sebenarnya
144
Obrolan Membosankan
145
Sak Bab Jum'atan
146
Kembalinya Nafisa
147
Mulut Untuk Telinga
148
Kenali Dunia
149
Mas...!
150
Melunaknya Ego
151
!!!...Waraqat Istiraahah...!!!
152
Kawal Sampai Halal
153
Wali Jami'
154
Sembrono
155
Obrolan Bapak Anak
156
Nafisa
157
Non Marital
158
Sambat
159
Agen Rahasia
160
Ta’addud Al-Jumat
161
Sisi Lain
162
Hobby
163
Kekhawatiran Itu
164
Ngwejang Manan
165
Satu Hal Tentang Kebencian
166
Kalimat Dalam Selembar Surat
167
Menunggu Kunjungan
168
Ilmu Mantik
169
Bu Dhe Satu Lagi
170
Kala Hujan
171
Insya Allah
172
Binniyat
173
Kalung Temurun
174
Uluwwul Himmah
175
!!!..Waraqat Istiraahah...!!!
176
Tamu Tamu Sukrono
177
Arya's Memories
178
Mulatsih
179
Bicara Mulatsih
180
Kakak Sekaligus Guru
181
Tasamuh
182
Bertemunya Ajimukti Mulatsih
183
Kenyang
184
Santri Singa
185
Atur Pangapura
186
Langkah Awal Budi
187
Semangkok Soto
188
Adab dan Ilmu
189
Terbiasa Tak Membiasakan
190
Ruang Kunjung
191
Rahasia Hati

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!