Jalan Hidayah

Dua puluh tujuh tahun silam.

Disebuah terminal kecil pinggiran kota.

Perkelahian sengit antar penguasa jalanan pecah di pagi buta. Suara teriakan, makian, jeritan juga kaca-kaca pecah membuat terdengar begitu riuh beradu. Memecah suasana pagi yang harusnya dingin menjadi begitu terasa sesak.

Seorang pemuda tersungkur diantara tanah yang kering. Darah segar keluar dari sebagian wajahnya. Tubuhnya terlihat kekar dengan beberapa tatto di punggungnya. Nafasnya tersenggal senggal. Tanpa ada yang peduli, semua masih sibuk dengan baku hantamnya jauh di depan sana. Kecuali dua orang remaja yang sama kekarnya. Dengan tergopoh gopoh diantara kerumunan massa, dia menyusup mendekati pemuda yang tersungkur itu.

"Prastowo, kita harus segera bawa Satriyo pergi dari sini." Kata seorang pemuda berambut gondrong kepada rekannya yang bertubuh gempal.

"Tapi, Kang. Kalau kita pergi kita akan kalah. Kemenangan ini bergantung padamu."

Si pemuda gondrong meraih krah baju temannya yang bertubuh gempal.

"Kamu mau Satriyo mati? Hah? Sepenting apa kekuasaan dari nyawa sahabat kita sendiri?"

Si pemuda gempal bernama Prastowo hanya diam. Dia tahu bagaimana lawan bicaranya saat ini. Dia tahu bagaimana jika temannya ini sudah marah.

"Baik, Kang. Saya akan bopong Satriyo."

"Tidak usah. Kamu carikan jalan saja."

Pemuda gondrong itu bernama Salim. Dia paling disegani diantara rekan-rekannya yang lain.

Salim segera mengangkat tubuh Satriyo yang sudah berlumuran darah. Prastowo segera berlari mencarikan jalan.

Mereka terus berlari tanpa memperdulikan kerumunan massa. Berlari menjauh dari hiruk pikuk baku hantam yang sedang terjadi.

Prastowo dan Salim berhenti di pinggiran jalan cukup jauh dari kerumunan massa yang sedang ricuh berkelahi.

"Kamu tunggu Satriyo saya akan cari bantuan. Kita harus segera membawa Satriyo ke rumah sakit."

"Baik, Kang."

Salim bergegas ke tepi jalan. Begitu ada mobil mendekat diberhentikannya segera. Bahkan tak segan Salim menonjok si sopir karena beralasan sedang buru-buru mengambil dagangan. Mau tidak mau si sopir pun menuruti kemauan Salim. Bagaimanapun juga Salim cukup terkenal dan dikenal sangat kejam. Raja Tega.

Prastowo segera mengangkat Satriyo membawanya kedalam mobil bak terbuka yang sudah dengan susah payah diberhentikan paksa oleh Salim.

Sepanjang perjalanan Salim menggumam tak jelas berharap Satriyo bisa diselamatkan. Sementara Prastowo hanya diam tanpa sepatah kata pun. Dia tidak ingin kena damprat Salim.

Rumah sakit memang tidak jauh dari terminal tempat mereka baku hantam tadi. Salim segera berlari. Menghampiri salah seorang petugas. Dengan gusar Salim memaksa petugas bergerak cepat.

Satriyo sudah ditangani dokter. Salim menunggu diluar dengan gelisah. Dia mondar mandir tak karuan. Prastowo tak berani menegurnya. Dibiarkannya saja begitu.

Dokter keluar. Salim segera bergegas menemui dokter itu.

"Bagaimana, Dok. Teman saya baik-baik saja kan?"

"Mas yang sabar ya. Kami sudah berusaha sebisa kami, tapi Tuhan berkehendak lain."

Belum selesai dokter itu berbicara Salim sudah terjatuh lemas. Dia tahu apa yang akan dikatakan dokter itu. Dokter itu mencoba menenangkannya sebelum akhirnya pun pergi.

Salim masih terduduk. Tangannya mengepal, memukul lantai keramik dengan sangat keras bahkan membuat Prastowo terperanjat. Prastowo dalam kebingungan. Apa yang harus dia lakukan.

"Aku gagal, Pras. Aku gagal menyelamatkan bahkan satu saja nyawa sahabatku."

Prastowo kini memberanikan diri mendekati Salim. Diraihnya bahu Salim. Diajaknya berdiri. Untuk pertama kalinya Prastowo melihat Salim seperti ini, bahkan sampai meneteskan air mata.

Prastowo begitu tahu sedekat apa Salim dan Satriyo. Prastowo begitu paham bagaimana perjalanan Salim dan Satriyo di jalanan. Kini Salim kehilangan Satriyo, pantaslah jika Salim sangat terpukul.

Jam delapan pagi mobil jenazah tiba disebuah rumah yang cukup besar. Seorang lelaki tua keluar dari dalam rumah itu.

Salim terlebih dulu menghampiri lelaki tua itu dan jatuh tertunduk di kaki lelaki tua itu.

"Sudahlah, Nak. Bapak sudah tahu bahwa ini akan terjadi."

Lelaki tua itu meraih pundak Salim kemudian mengajaknya berdiri. Salim memandang dalam mata lelaki itu. Tidak sekalipun tampak rasa kesedihan dimatanya. Justru ketenangan yang luar biasa yang terpancar dari bola mata lelaki tua itu. Dan yang Salim tidak habis pikir, dari mana bapaknya Satriyo tahu ini?

Jenazah Satriyo sudah selesai dikebumikan. Salim berjalan gontai keluar dari area pemakaman diikuti Prastowo dan beberapa rekan yang lain dibelakangnya.

"Nak Salim."

Tiba-tiba suara serak memanggil Salim. Membuat Salim menghentikan langkahnya dan berbalik arah.

"Satriyo baru saja dimakamkan. Untuk beberapa hari tinggalah di rumah bapak."

Salim kembali memandang mata lelaki tua itu. Masih penuh ketenangan yang terpancar dikedua bola mata lelaki tua itu.

"Baik, Pak. Jika itu bisa menebus rasa bersalah saya."

Lelaki itu hanya tersenyum tipis lalu merangkul pundak Salim dan diajaknya berjalan meninggalkan area pemakaman. Sesekali Salim masih menoleh kebelakang, memandang gundukan tanah merah dibelakangnya hingga benar-benar tidak lagi terlihat.

Siang itu di rumah Zaini, lelaki tua bapaknya Satriyo.

Salim duduk menyendiri di teras rumah. Dia ingat betul dulu setiap kesini selalu ngopi bareng bersama Satriyo di teras ini. Salim menyalakan rokoknya, menariknya dalam-dalam. Lalu menghembuskannya kuat-kuat. Kini teras itu penuh dengan kepulan asap rokok dari mulutnya.

Prastowo sudah pulang bersama rekan-rekannya yang lain. Kebetulan rumah Prastowo memang tidak jauh dari kediaman Zaini.

Dalam kesendirian samar-samar langkah kaki yang berat dan sedikit diseret berjalan mendekat kearah Salim. Salim beranjak dari duduknya.

"Duduk saja, Nak Salim."

Salim kembali duduk.

Kini Zaini berada tepat disebelah Salim duduk. Sesekali Zaini menarik nafasnya dengan berat.

"Dulu. Bapak berharap Satriyo bisa meneruskan cita cita bapak mendirikan pesantren di desa ini. Tapi bapak tahu, Satriyo bukan tipe orang yang mau diatur. Bapak berharap entah kapan Satriyo akan mendapat hidayah dan bisa seperti harapan bapak." Zaini menarik nafasnya lagi.

"Bapak selalu mewanti wanti agar Satriyo berhati hati. Karena bapak tahu hal ini lambat laun pasti akan terjadi. Makanya sejak awal bapak sudah mempersiapkan diri untuk ini. Untuk menerima kenyataan seperti ini."

Salim terdiam, sebelum akhirnya raut mukanya berubah.

"Saya berjanji akan membalaskan dendam pada orang-orang yang telah membuat Satriyo seperti itu, Pak."

Zaini meraih tangan Salim.

"Tidak perlu. Apa untungnya? Apa dengan kamu membalas dendam semua akan selesai? Tidak. Apa dengan kamu membalas dendam Satriyo bisa kembali? Tidak juga. Yang ada, masalah akan semakin panjang."

"Tapi, Pak..."

"Tidak ada tapi. Jika harus balas dendam, balas dendam lah ke bapak. Karena apa? Karena bapak yang meminta hidayah untuk Satriyo. Dan Allah selalu punya cara untuk memberi hidayah. Jika tidak dengan taubat, mungkin dengan kematian. Dan orang-orang yang kata kamu sudah mencelakai Satriyo. Mereka hanya perantara Allah untuk menunjukkan hidayah itu nyata adanya."

Salim terdiam. Mulutnya seolah terkunci rapat kali ini.

"Sekarang tinggal kamu, Nak Salim. Apa kamu ingin hidayah itu datang setelah kematian atau sebelum kematian? Semua ada pada diri kamu, Nak."

Zaini beranjak dari duduknya kemudian melangkah kedalam dengan langkah yang berat juga sedikit diseret.

Salim masih mematung di bangku teras rumah. Bahkan sebatang rokok yang tadi dinyalakannya kini sudah habis terbakar menjadi abu yang beterbangan karena tiupan angin.

Salim tertunduk. Tangannya sesekali mengusap rambut gondrongnya yang sedikit berantakan. Lalu kembali menyalakan rokok dan kembali juga hanya menghisapnya beberapa kali dan membiarkan rokok itu menjadi abu.

Hampir seminggu berlalu sejak kematian Satriyo. Semalam adalah peringatan tujuh harian meninggalnya Satriyo. Dan Salim masih tinggal di rumah Satriyo bersama Zaini.

Pagi itu di teras rumah Zaini.

Salim menghampiri Zaini yang sedang memberi makan burung perkututnya.

"Maaf, Pak. Mungkin siang nanti saya harus pulang ke Jogja, menemui istri saya."

Zaini tersenyum lalu beranjak dari duduknya.

"Hati-hatilah. Cuma itu pesan bapak."

Salim tersenyum.

"Jika hidayah itu sudah kamu rasakan. Kembalilah kesini. Ini rumahmu. Bapak menganggapmu sama seperti Satriyo."

Salim kali ini benar-benar dibuat terharu dengan apa yang baru saja ia dengar dari mulut Zaini. Salim segera meraih tangan Zaini dan mencium punggung tangan lelaki itu yang seluruhnya sudah penuh kerutan.

"Saya akan ingat semua pesan bapak."

"Lupakan saja semua pesanku, Nak. Cukup satu yang perlu kamu ingat. Hidayah."

Salim tertunduk. Sejujurnya dia bingung harus berkata apa kali ini.

Siang hari di halaman rumah Zaini, Prastowo sudah bersiap dengan sepeda onthel nya.

"Sampeyan jadi pulang, Kang?" Tanya Prastowo pada Salim yang sudah bersiap sejak tadi.

"Kenapa? Mau ikut? Ayo."

Prastowo hanya tertunduk.

"Tapi sampeyan masih akan kembali lagi kesini kan, Kang?"

Salim hanya sedikit menaikkan pundaknya.

"Bagaimana nasib saya dan teman-teman kalau sampeyan tidak kembali, Kang. Bisa habis kami."

"Tenang saja, Pras. Saya tahu kemampuan kamu jika suatu hari kembali terjadi sesuatu. Tapi untuk saat ini saya yakin, tidak ada satu pun dari mereka berani menampakan diri setelah kematian Satriyo. Mereka akan berpikir kalau kita tidak akan tinggal diam dan pasti membalas dendam." Salim menepuk pundak Prastowo.

"Ya sudah, sekarang antarkan saya ke terminal saja, Pras. Masalah itu kamu tenang saja."

Dengan berat Prastowo mengayuh sepedanya meninggalkan pekarangan rumah Zaini.

Bersambung...

Terpopuler

Comments

Rosiyatun

Rosiyatun

apik ceritane kl berhubungan dengan djogja entah mengapa saya selalu suka padahal bukan org djogja 🤔🤔🙂

2022-04-07

0

Tirta Kamandanu

Tirta Kamandanu

Menarik.....

2022-04-06

0

Nurjanah Tamim

Nurjanah Tamim

mungkin ini judul nya preman pensiun kli ya tor

2022-03-18

2

lihat semua
Episodes
1 Ajimukti
2 Hidayah
3 Teman Lama Dullah
4 Jalan Hidayah
5 Kembali Ke Malang
6 Titik Awal
7 Tidak Lebih Dari Tiga Bulan
8 Hasan Basri, Anggoro?
9 Kompetisi
10 Maqam Ya?
11 Dondong Opo Salak?
12 Atur Siasat
13 Sandiwara Ajimukti
14 Gus?
15 Celetuk Dullah
16 Tragedi Surat Dewi
17 Ajimukti Aufatur Muthoriq
18 Kompetisi Lagi
19 Rumpi Santri
20 Perkenalan Dengan Putri Kyai Aminudin
21 Boss!!!
22 Punakawan
23 Filosofi Punakawan
24 Kun Pariyan, Wa Laa Takun Pakisan!
25 !!!...Waraqat Istiraahah...!!!
26 Balada Trio Senior
27 Uji Coba
28 Bibit! Bebet! Bobot!
29 Hujan!
30 Sore Itu Dipasar
31 Sebuah Janji
32 Habiba Lagi! Lagi Lagi Habiba!
33 Siapa Dia?
34 Gerak Faruq
35 Menuju Kompetisi
36 Balada Gelang Kaoka
37 Mencari Habiba
38 Kabar Kemenangan Ajimukti
39 Ah, Ternyata Habiba
40 Do'a Di Iring Shalawat
41 Bakmi Jowo
42 Pertemuan Kedua
43 Orang Tak Dikenal
44 Dia Dalam Doa
45 Curhat
46 Lelaki Tua Itu, Kembali
47 Saudara Yang Sama
48 !!!...Waraqat Istiraahah...!!!
49 Sipat Kandhel?
50 Negosiasi Perasaan
51 Khansa binti Khadzdzam
52 Nugroho Sastro Darmono?
53 Delapan Tahun Lalu
54 Ajimukti VS Budi Nugroho
55 Sukrono Sukro Rino
56 Nguri-uri Peninggalan Leluhur
57 Kalung Kayu Stigi
58 Sedulur Papat Limo Pancer
59 Nafsu Dan Hati Nurani
60 Perginya Budi
61 Mas Kyai Salim Dan Ustadz Amin
62 Bicara Mahar
63 Toleransi
64 Allah Dan Muhammad
65 Teras Ndalem
66 Perdebatan Dimulai
67 Dan Pada Akhirnya
68 Pagi Yang Cerah Senyum Merekah
69 Pertemuan Wali Santri
70 Jangan Panggil, Ning!
71 !!!...Waraqat Istiraahah...!!!
72 Mencari Aminudin
73 Kekhawatiran Sumiatun
74 Menunggu Habiba
75 Penasaran
76 Tiga Mantra Kehidupan
77 Godril Dengan Tattonya
78 Sebuah Rencana
79 Al-insaanu Hayawaanun Naathiq
80 Siapa Yang Mengirim Mereka?
81 Tidak Pantas Dipanggil Gus!
82 Problema Kehidupan
83 Wejangan Nyai Sarah
84 Sobri VS Suko
85 Prastowo Turun Tangan
86 Siapa Warsito Itu?
87 Kelicikan Suko
88 Kepulangan Ari Godril
89 Kebetulan Yang Kebetulan
90 Selebar Daun Kelor
91 Melamar Habiba
92 Balas Budi
93 Meringkus Warsito
94 Satu Nama Baru
95 Sobri
96 Mantu Kurang Ajar
97 Nugroho Dan Kehidupannya
98 Pesan Prastowo
99 !!!...Waraqat Istiraahah...!!!
100 Pokok'e Seneng
101 Malam Di Teras Langgar
102 Kesedihan Habiba
103 Obrolan Jaman Edan
104 Belum Menikah Bicara Thalaq
105 Pulang!
106 Menjemput Habiba
107 Jadilah Purnamaku, Ning!
108 Adigang, Adigung, Adiguna
109 Gejolak Hati Sobri
110 Delapan Menit
111 Pembenci Pemberi Kebaikan
112 Semakin Dekat Semakin Kasar
113 Panggil saja, Umi...!
114 Mungkinkah Wali Mastur?
115 Hal Tatazawajani...!
116 Santri Itu Tosan Aji
117 Bainal-Tsaqaafah Wad-diin
118 Belajar Dari Lalat dan Lebah
119 Ilmu Ikhlas
120 Kesadaran Ajeng
121 Ular Ular
122 Hexa, Santri Baru
123 Ajeng
124 Qulal-haqo Walaw Kan-murona
125 !!!...Waraqat Istiraahah...!!!
126 Sa...bar...!
127 Targhib Atau Tarhib?
128 Masih Tentang Hexa
129 Bro Sobri...!
130 Al 'ulamaa' Warotsatul-Anbiyaa'
131 Pertemuan Dengan Arya
132 Wang Sinawang
133 Tahlilan
134 Tamu Spesial
135 Ini Penting Untuk Wanita
136 Nengahi
137 Sinau Macapat
138 Santri
139 Kredit? Riba?
140 Nduk...!
141 Terselip Dalam Kitab
142 Pertemuan Sobri Dan Gandung
143 Sahabat Sebenarnya
144 Obrolan Membosankan
145 Sak Bab Jum'atan
146 Kembalinya Nafisa
147 Mulut Untuk Telinga
148 Kenali Dunia
149 Mas...!
150 Melunaknya Ego
151 !!!...Waraqat Istiraahah...!!!
152 Kawal Sampai Halal
153 Wali Jami'
154 Sembrono
155 Obrolan Bapak Anak
156 Nafisa
157 Non Marital
158 Sambat
159 Agen Rahasia
160 Ta’addud Al-Jumat
161 Sisi Lain
162 Hobby
163 Kekhawatiran Itu
164 Ngwejang Manan
165 Satu Hal Tentang Kebencian
166 Kalimat Dalam Selembar Surat
167 Menunggu Kunjungan
168 Ilmu Mantik
169 Bu Dhe Satu Lagi
170 Kala Hujan
171 Insya Allah
172 Binniyat
173 Kalung Temurun
174 Uluwwul Himmah
175 !!!..Waraqat Istiraahah...!!!
176 Tamu Tamu Sukrono
177 Arya's Memories
178 Mulatsih
179 Bicara Mulatsih
180 Kakak Sekaligus Guru
181 Tasamuh
182 Bertemunya Ajimukti Mulatsih
183 Kenyang
184 Santri Singa
185 Atur Pangapura
186 Langkah Awal Budi
187 Semangkok Soto
188 Adab dan Ilmu
189 Terbiasa Tak Membiasakan
190 Ruang Kunjung
191 Rahasia Hati
Episodes

Updated 191 Episodes

1
Ajimukti
2
Hidayah
3
Teman Lama Dullah
4
Jalan Hidayah
5
Kembali Ke Malang
6
Titik Awal
7
Tidak Lebih Dari Tiga Bulan
8
Hasan Basri, Anggoro?
9
Kompetisi
10
Maqam Ya?
11
Dondong Opo Salak?
12
Atur Siasat
13
Sandiwara Ajimukti
14
Gus?
15
Celetuk Dullah
16
Tragedi Surat Dewi
17
Ajimukti Aufatur Muthoriq
18
Kompetisi Lagi
19
Rumpi Santri
20
Perkenalan Dengan Putri Kyai Aminudin
21
Boss!!!
22
Punakawan
23
Filosofi Punakawan
24
Kun Pariyan, Wa Laa Takun Pakisan!
25
!!!...Waraqat Istiraahah...!!!
26
Balada Trio Senior
27
Uji Coba
28
Bibit! Bebet! Bobot!
29
Hujan!
30
Sore Itu Dipasar
31
Sebuah Janji
32
Habiba Lagi! Lagi Lagi Habiba!
33
Siapa Dia?
34
Gerak Faruq
35
Menuju Kompetisi
36
Balada Gelang Kaoka
37
Mencari Habiba
38
Kabar Kemenangan Ajimukti
39
Ah, Ternyata Habiba
40
Do'a Di Iring Shalawat
41
Bakmi Jowo
42
Pertemuan Kedua
43
Orang Tak Dikenal
44
Dia Dalam Doa
45
Curhat
46
Lelaki Tua Itu, Kembali
47
Saudara Yang Sama
48
!!!...Waraqat Istiraahah...!!!
49
Sipat Kandhel?
50
Negosiasi Perasaan
51
Khansa binti Khadzdzam
52
Nugroho Sastro Darmono?
53
Delapan Tahun Lalu
54
Ajimukti VS Budi Nugroho
55
Sukrono Sukro Rino
56
Nguri-uri Peninggalan Leluhur
57
Kalung Kayu Stigi
58
Sedulur Papat Limo Pancer
59
Nafsu Dan Hati Nurani
60
Perginya Budi
61
Mas Kyai Salim Dan Ustadz Amin
62
Bicara Mahar
63
Toleransi
64
Allah Dan Muhammad
65
Teras Ndalem
66
Perdebatan Dimulai
67
Dan Pada Akhirnya
68
Pagi Yang Cerah Senyum Merekah
69
Pertemuan Wali Santri
70
Jangan Panggil, Ning!
71
!!!...Waraqat Istiraahah...!!!
72
Mencari Aminudin
73
Kekhawatiran Sumiatun
74
Menunggu Habiba
75
Penasaran
76
Tiga Mantra Kehidupan
77
Godril Dengan Tattonya
78
Sebuah Rencana
79
Al-insaanu Hayawaanun Naathiq
80
Siapa Yang Mengirim Mereka?
81
Tidak Pantas Dipanggil Gus!
82
Problema Kehidupan
83
Wejangan Nyai Sarah
84
Sobri VS Suko
85
Prastowo Turun Tangan
86
Siapa Warsito Itu?
87
Kelicikan Suko
88
Kepulangan Ari Godril
89
Kebetulan Yang Kebetulan
90
Selebar Daun Kelor
91
Melamar Habiba
92
Balas Budi
93
Meringkus Warsito
94
Satu Nama Baru
95
Sobri
96
Mantu Kurang Ajar
97
Nugroho Dan Kehidupannya
98
Pesan Prastowo
99
!!!...Waraqat Istiraahah...!!!
100
Pokok'e Seneng
101
Malam Di Teras Langgar
102
Kesedihan Habiba
103
Obrolan Jaman Edan
104
Belum Menikah Bicara Thalaq
105
Pulang!
106
Menjemput Habiba
107
Jadilah Purnamaku, Ning!
108
Adigang, Adigung, Adiguna
109
Gejolak Hati Sobri
110
Delapan Menit
111
Pembenci Pemberi Kebaikan
112
Semakin Dekat Semakin Kasar
113
Panggil saja, Umi...!
114
Mungkinkah Wali Mastur?
115
Hal Tatazawajani...!
116
Santri Itu Tosan Aji
117
Bainal-Tsaqaafah Wad-diin
118
Belajar Dari Lalat dan Lebah
119
Ilmu Ikhlas
120
Kesadaran Ajeng
121
Ular Ular
122
Hexa, Santri Baru
123
Ajeng
124
Qulal-haqo Walaw Kan-murona
125
!!!...Waraqat Istiraahah...!!!
126
Sa...bar...!
127
Targhib Atau Tarhib?
128
Masih Tentang Hexa
129
Bro Sobri...!
130
Al 'ulamaa' Warotsatul-Anbiyaa'
131
Pertemuan Dengan Arya
132
Wang Sinawang
133
Tahlilan
134
Tamu Spesial
135
Ini Penting Untuk Wanita
136
Nengahi
137
Sinau Macapat
138
Santri
139
Kredit? Riba?
140
Nduk...!
141
Terselip Dalam Kitab
142
Pertemuan Sobri Dan Gandung
143
Sahabat Sebenarnya
144
Obrolan Membosankan
145
Sak Bab Jum'atan
146
Kembalinya Nafisa
147
Mulut Untuk Telinga
148
Kenali Dunia
149
Mas...!
150
Melunaknya Ego
151
!!!...Waraqat Istiraahah...!!!
152
Kawal Sampai Halal
153
Wali Jami'
154
Sembrono
155
Obrolan Bapak Anak
156
Nafisa
157
Non Marital
158
Sambat
159
Agen Rahasia
160
Ta’addud Al-Jumat
161
Sisi Lain
162
Hobby
163
Kekhawatiran Itu
164
Ngwejang Manan
165
Satu Hal Tentang Kebencian
166
Kalimat Dalam Selembar Surat
167
Menunggu Kunjungan
168
Ilmu Mantik
169
Bu Dhe Satu Lagi
170
Kala Hujan
171
Insya Allah
172
Binniyat
173
Kalung Temurun
174
Uluwwul Himmah
175
!!!..Waraqat Istiraahah...!!!
176
Tamu Tamu Sukrono
177
Arya's Memories
178
Mulatsih
179
Bicara Mulatsih
180
Kakak Sekaligus Guru
181
Tasamuh
182
Bertemunya Ajimukti Mulatsih
183
Kenyang
184
Santri Singa
185
Atur Pangapura
186
Langkah Awal Budi
187
Semangkok Soto
188
Adab dan Ilmu
189
Terbiasa Tak Membiasakan
190
Ruang Kunjung
191
Rahasia Hati

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!