'Saat pertemuan yang awalnya kebetulan itu berlanjut, maka sudah bisa dipastikan kalau takdir sedang merencanakan sesuatu'
*****
Jun berjalan mendekati ranjang. Kemudian duduk dikursi. Nyonya Gundala nampak sangat senang dengan kedatangan Jun.
Dengan hangat Jun menggenggam tangan neneknya yang sudah dipenuhi oleh keriput itu. Sedangkan Gama dan tuan Gundala sedang duduk disofa disudut ruangan.
“Bagaimana keadaan Nenek?” Tanya Jun dengan lembut.
“Sudah tidak apa-apa.”
“Maaf aku datang terlambat.”
“Tidak apa-apa. Yang penting kamu tetap datang.”
“Nenek istirahatlah. Biar cepat sembuh.” Ujar kemudian membenahi selimut nyonya Gundala.
Setelah melihat neneknya tertidur, Jun segera bergabung dengan kakek dan ayahnya. Tidak lama kemudian, Ayyara dan Ana masuk dan ikut duduk disofa.
Keluarga Gundala sedang berkumpul. Dan sepertinya yang akan menjadi topik pembicaran adalah Jun. Perasaanya sudah tidak enak.
“Siapa gadis itu tadi?”
Dan benar saja. Ayyara langsung menanyakan perihal Resti. Pertanyaan Ayyara itu langsung membuat semua mata menatap Jun menuntut penjelasan.
“Gadis? Gadis siapa?” Tanya tuan Gundala yang langsung berbinar.
“Calon istri Jun kek.” Seloroh Ana. Ia tidak bisa tinggal diam dalam situasi yang sangat menyenangkan seperti ini.
“Benarkah?” Tuan Gundala semakin bersemangat mendengarkan. "Mana dia? kenapa tidak diajak masuk?
“Kau ini bicara apa?!” Sela Jun menatap tajam kepada Ana. Kembarannya itu hanya terkekeh saja.
“Segera perkenalkan dia padaku.” Perintah tuan Gundala lagi.
“Bukan kek. Gadis itu bukan siapa-siapaku. Kami hanya kebetulan bertemu. Dia menabrak mobilku dan bersikeras untuk membayar biaya perbaikannya.” Jelas Jun sejujur mungkin.
“Benarkah hanya sebatas itu?” Ana masih tidak mau berhenti menggoda Jun. Ia merasa sangat senang melihat Jun yang sedang terintimidasi ditengah ‘sidang keluarga’ itu. “Aku bahkan melihatnya saat gadis itu menyentuh lenganmu dan menarikmu begitu saja.”
Dasar Ana kampret! Dengus Jun dalam hati.
“Benarkah? Bukankah kau paling tidak suka disentuh oleh orang yang tidak kau kenal? Apalagi itu seorang gadis?” Tanya tuan Gundala lagi.
Penjelasan Ana benar-benar membuat Jun merasa terpojok. Mereka semua langsung menyerbunya dengan segala jenis pertanyaan yang berujung kepada pernikahan. Sedangkan Gama hanya tertawa saja melihatnya.
“Sudah, sudah. Jangan mendesaknya seperti itu.” Bela Gama pada akhirnya.
Pembelaan itu membuat Jun bisa sedikit bernafas lega.
“Jun. Aku dan nenekmu, hanya ingin melihatmu menikah. Carilah gadis yang baik. Yang bisa membuatmu jatuh cinta setiap hari.”
“Sampai saat itu terjadi, kakek dan nenek harus berjanji padaku, kalau kalian akan selalu sehat dan bisa menyaksikan pernikahanku nanti.” Ujar Jun.
“Tentu saja. Dasar bodoh.”
Mereka sedang melanjutkan obrolan santai seputar pernikahan Ana. Tapi tiba-tiba mereka dikejutkan oleh kedatangan Pamungkas yang membuka pintu kamar dengan ceroboh. Sehingga mneimbulkan suara yang agak keras. Untung saja nyonya Gundala tidak terganggu dengan itu.
“Astaga! Tidak bisakah kau pelan-pelan?” Gerutu Gama kepada Pamungkas.
“Mas Pam, bisa tidak jangan mengejutkan kami begitu?!” Ana ikut menggerutu.
“Nenek? Bagaimana keadaannya?” Serobot Pamungkas yang langsung mendekati ranjang nyonya Gundala.
“Sudah tidak apa-apa.” Jawab Ayyara.
“Maaf aku baru bisa datang. Ada rapat penting. Jadi aku baru melihat ponselku.” Pamungkas menjelaskan situasinya.
“Sudah, tidak apa-apa. Mana istrimu?” Tanya tuan Gundala kepada cucu kakak Nyonya Gundala itu.
“Entah.” Jawab Pamungkas santai.
“Mas Pam ini bagaimana sih? Punya istri kok tidak tau pergi kemana.” Dengus Ana.
“Kau tau sendiri bagaimana sifatnya.” Jawab Pamungkas lagi. Kemudian ikut bergabung bersama mereka disofa.
Keluarga Gundala tau, kalau hubungan Pamungkas dan istrinya tidak terlalu baik, jadi mereka tidak mau membahasnya lebih jauh lagi.
“Oya, kek. Mama dan Papa menitip salam. Mereka belum bisa pulang untuk menjenguk Nenek.” Jelas Pamungkas lagi.
“Tidak apa-apa. Yang terpenting mereka sehat-sehat.” Jawab tuan Gundala.
“Tentu saja mereka sehat. Kerjanya cuma jalan-jalan dan keliling dunia.” Seloroh Pamungkas.
“Bilang saja Mas Pam iri.” Timpal Ana.
“Kau ini.” Dengus Pamungkas sambil mencibir kepada Ana.
Tidak mau melihat keriuhan itu, Jun bangkit dari duduknya. “Aku mau keluar sebentar.” Katanya. Dia langsung saja keluar tanpa menunggu jawaban.
“Dasar batu es. Kumpul dengan keluarga sendiri saja sudah tidak betah.” Dengus Ana. “Ma, aku tidak yakin akan ada gadis yang mau dengannya. Aku saja tidak tahan dengan sikap dinginnya itu. Apalagi orang lain.”
“Kamu ini. Do’akan yang baik-baik untuk Jun. Bukan malah begitu.” Bela Ayyara.
“Aku juga mau keluar sebentar.” Imbuh Pamungkas.
Pria itu sama saja. Begitu pamit langsung keluar begitu saja. Ternyata Pamungkas berusaha mengejar Jun yang sedang berdiri didepan pintu lift.
Jun hanya menoleh saja sebentar kepada Pamungkas yang sudah berada disampingnya. Kemudian ia kembali menatap pintu lift yang belum terbuka.
Saat pintu lift terbuka, Jun langsung melangkahkan kakinya masuk kedalam lift. Pamungkas buru-buru mengikutinya.
“Kenapa mengikutiku?”
“Hei! Kau ini masih berhutang penjelasan padaku.” Solot Pamungkas.
“Penjelasan apa?”
“Tentang gadis itu.”
“Gadis siapa?” Jun pura-pura tidak tau. Padahal dia hanya malas menanggapi ocehan Pamungkas. Bisa panjang lebar nanti.
“Apa kau lupa kalau kau sudah mengakuinya sebagai calon istrimu? Astaga! Aku tidak tau, kau yang super pendiam seperti ini ternyata punya jiwa breng**k didalamnya.”
Jun sudah tidak sabar lagi mendengar ocehan Pamungkas yang terus memancingnya untuk menjelaskan. “Kalau kau hanya ingin memancing penjelasanku, lebih baik tidak usah. Pergi sana!” Dengus Jun mengusir Pamungkas agar pergi dari hadapannya.
“Tidak mau. Traktir aku kopi.” Jawab Pamungkas santai sambil terus mengekori Jun.
“Dasar. Orang kaya pelit.” Dengus Jun. Dan Pamungkas hanya terkekeh saja mendengarnya.
Pamungkas benar-benar mengekori Jun sampai di dalam cafe. Pria itu bahkan juga ikut duduk di meja yang sama dengan Jun.
“Ada apa lagi?” Tanya Jun yang langsung mengerti dengan ekspresi Pamungkas.
“Sudah empat hari dia tidak pulang.” Jelas Pamungkas. Ia menatap keluar jendela sambil menyeruput gelas kopinya.
“Kau sudah memberitahuku kemarin.”
“Hei! Kemarin itu baru tiga hari. Hari ini empat hari!” Balas Pamungkas.
“Astaga. Dasar gila. Kau ini punya uang dan pengaruh. Kau hanya perlu melakukan satu kali panggilan dan kau akan tau dimana dia berada.” Tegas Jun yang tidak sabar menghadapi sepupunya itu.
“Tapi harga diriku tidak membiarkan aku melakukan itu.”
“Ya kalau begitu, berhentilah mengeluh. Aku bosan mendengarkan kisah percintaanmu setiap hari. Kau ini seperti amatir saja. Kau bilang kau tidak mencintainya?”
“Memang.”
“Kalau begitu ceraikan saja dia. Kenapa harus repot-repot menghitung hari?”
“Kau ini sepupu macam apa sebenarnya? Bukannya memberi saran yang baik malah menyuruhku bercerai.” Dengus Pamungkas.
“Lantas apa maumu?!”
“Tidak ada. Aku hanya ingin menceritakan masalah rumah tanggaku denganmu saja." Jelas Pamungkas santai.
“Pam. Kau benar-benar membuatku gila.”
Jun tidak bisa lebih lama lagi mendengar ocehan Pamungkas. Itu membuat telinganya memanas. Jadi dia segera bangkit dan beranjak. Meninggalkan Pamungkas yang terkekeh melihat wajah Jun yang sebal. Sementara Jun tak henti-hentinya memaki Pamungkas karna sudah melibatkannya dalam drama rumah tangganya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
azril arviansyah
arjuna dinginnya kebangetan
2022-08-19
0
Edha Alvin
sekeras2 nya batu pasti bisa meleleh jg..
gak sabar nunggu Jun jatuh cinta 🤭🤭
2021-07-11
0
Jabal Nabila
next💪💪💪💪♥️♥️♥️
2021-07-01
0