‘Benarkah rencana Tuhan itu lebih indah?’
*****
Resti terus saja menarik lengan Jun keluar dari dalam gedung. Setelah sampai di samping gedung yang tidak ada orang disana, Resti melepaskan lengan Jun dan langsung memelototinya.
“Tuan, kenapa anda mengikutiku sampai kesini? Kalau atasanku tau, aku bisa kena masalah.” Ujar Resti dengan penekanan.
“Kenapa juga aku harus mengikutimu?” Balas Jun.
“Itulah yang aku tanyakan tuan, kenapa anda mengikutiku? Apa anda tidak percaya kalau aku akan membayar semua biaya perbaikannya? Astaga, tuan.” Dengus Resti merasa frustasi. Ditambah dengan dadanya yang semakin terasa nyeri. “Aku kan sudah memberikan nomor ponselku padamu. Dan kau juga sudah mengonfirmasinya.”
Pria itu sungguh menyebalkan. Dihari pertamanya bekerja, ia sudah terlibat dengan banyak masalah. Entah kenapa pria itu terus saja mengikutinya, padahal ia sudah berjanji akan membayarnya. Apa pria itu tidak mempercayainya? Kalau untuk biaya perbaikan mobil saja, yang rusaknya juga tidak parah-parah amat, Resti masih punya sedikit sisa uang di rekeningnya. Ya walaupun uang itu ia kumpulkan untuk membeli sepeda yang baru. Tapi itu hanyalah sebuah rencana. Selebihnya, takdir yang punya kendali.
“Aku tidak mengikutimu. Aku hanya.....” Jun bahkan tidak bisa meneruskan kalimatnya karna Resti menatapnya dengan tajam. Entah kenapa dia harus menjelaskan situasinya kepada gadis yang sama sekali tidak ada hubungannya dengannya itu.
Resti mendengus sambil menahan sakit didadanya yang semakin menjadi-jadi. Ia bahkan tidak bisa lagi mendengar kalimat terusan yang diucapkan oleh pria dihadapannya. Pandangannya mulai menghitam. Nafasnya mulai tersendat-sendat. Dadanya terasa seolah sedang ada sebuah batu besar yang menindihnya. Sesak.
Tidak mau berlama-lama berurusan dengan pria menyebalkan itu, Resti berbalik dan berniat hendak meninggalkan pria itu.
Bruk!
Resti tidak sanggup lagi menahan beban tubuhnya sendiri. Dan akhirnya ia jatuh terjerembab menghantam hamparan rumput dibawahnya.
Jun yang melihat itu langsung berlari mendekat. “Hei! Kau kenapa?!” Teriak Jun. Ia panik karna gadis itu tiba-tiba pingsan dihadapannya.
Beberapa orang yang berada tidak jauh dari mereka juga segera mendekat dan membantu Jun untuk membangukan gadis itu. Tapi Resti tetap tidak bergeming.
Dengan sigap Jun langsung membopong tubuh lemah Resti kearah tempat parkir dimana mobilnya berada. Ia segera membaringkan gadis itu di jok belakang mobil sedan mewahnya dan segera tancap gas menuju kerumah sakit terdekat. Dan rumah sakit itu adalah rumah sakit milik keluarganya.
Setelah sampai dirumah sakit, Resti langsung ditangani oleh dokter di UGD. Jun mengusap ujung hidungnya untuk mengalihkan rasa panik dan khawatir.
“Tuan muda?” Tanya seorang wanita yang datang dari arah belakangnya.
“Tante Dewi.”
“Ada apa? Siapa yang sakit?” Tanya Dewi langsung menginterogasi.
“Itu, ehm, entahlah. Aku juga tidak tau. Gadis itu tiba-tiba saja pingsan dihadapanku.” Jelas Jun terbata.
“Gadis?” Tanya Dewi yang memang belum tau siapa pasien yang baru saja dibawa oleh Jun.
Tumben sekali. Biasanya dia tidak peduli dengan hal-hal seperti itu. Bathin Dewi.
“Tunggu disini, aku akan segera kembali.” Ujar Dewi. Istri Arfan yang memang seorang dokter itu kemudian masuk kedalam ruangan tindakan.
*********
Jun memperhatikan wajah pucat Resti yang masih terlelap diatas ranjang rumah sakit dengan selang infus yang terpasang dilengan kanannya. Sudah hampir satu jam, tapi gadis itu belum menampakkan tanda-tanda akan sadar.
Jun duduk disofa dengan bersedekap dan menyilangkan kaki. Dan entah kenapa dia harus menungguinya selama itu.
Perlahan kesadaran Resti kembali. Ia mulai bisa membuka matanya sedikit. Dan dengan mata yang sedikit terbuka itu, ia bisa melihat Jun yang sedang menatapnya tanpa ekspresi. Resti berusaha hendak bangun, tapi dadanya masih terasa sangat sakit. Sakitnya luar biasa. Ia meraba dadanya, dan ia bisa merasakan kalau dadanya sudah diberi sesuatu, entah apa itu, Resti tidak yakin.
“Kau sudah bangun?” Tanya Jun masih di posisinya duduk dan tanpa ekspresi.
“Apa kau membawaku kemari tuan?” Tanya Resti. Dia tau kalau sedang berada dirumah sakit dari selang infus yang terpasang dan dari model ranjang yang ia tiduri. Dikamar itu hanya ada dua ranjang saja. Satu yang ia tempati,dan satunya lagi kosong.
“Kalau kau sudah bangun. Aku pergi dulu.” Ujar Jun acuh-tak acuh. Ia bahkan tidak mempedulikan pertanyaan dari Resti.
“Tuan. Tunggu!” Pekik Resti dengan suara yang tertahan karna dadanya sakit.
Jun menghentikan langkahnya dan memalingkan wajahnya kepada Resti.
“Tunggu aku. Aku juga harus pergi.” Ujar Resti kembali.
Jun mengerutkan alisnya. Heran dengan ucapan gadis itu. Dia bahkan bisa melihat kalau gadis itu menahan rasa sakit yang luar biasa saat mencoba untuk bangun.
“Kau mau kemana?” Tanya Jun pada akhirnya.
“Aku harus pulang. Karna besok aku harus pergi bekerja.” Jelas Resti yang berusaha untuk berjalan walau membungkuk dan tertatih.
“Apa pekerjaan lebih penting dari tubuhmu?”
Pertanyaan yang dilontarkan oleh Jun sangat melukai hati Resti. Ia menghentikan langkahnya dan menatap Jun dengan jengah. “Ya.” Jawabnya tegas.
“Kenapa?”
“Karna aku membutuhkan uangnya.”
“Apa uang sepenting itu sampai kau rela mengorbankan tubuh dan kesehatanmu?” Entah kenapa Jun harus menanyakan hal itu.
“Maaf ya tuan. Mungkin hidup anda terlalu nyaman, jadi tidak perlu mengkhawatirkan masalah uang. Tapi berbeda denganku. Aku mengerahkan seluruh kemampuan dan sisa-sisa keberuntunganku pada pekerjaan ini.” Jelas Resti berapi-api. Ucapan Jun sangat menyinggungnya. Pria itu tidak tau kalau hidup itu tidak mudah tanpa adanya uang.
“Terserah kau saja.” Ujar Jun kemudian meraih jas yang tersampir di sandaran sofa dan pergi meninggalkan Resti yang masih menatap bekas Jun dengan dada yang bergemuruh.
“Dasar arogan. Sepertinya dia hidup dengan berkecukupan, sehingga dia bisa bicara seperti itu. Dia belum sadar betapa beruntungnya dia karna memiliki orang tua yang mampu menghidupinya seperti itu.” Dengus Resti pada dirinya sendiri. Ia berusaha berjalan keluar dari ruangan itu.
Dengan tertatih ia berjalan menuju ke meja perawat. Salah seorang perawat yang melihatnya langsung menghentikannya.
“Mbak mau kemana?” Tanya perawat wanita itu.
“Saya harus pulang suster.” Jawab Resti.
“Mbak masih butuh perawatan intensif mbak. Tulang rusuk mbak ada yang retak sedikit. Mbak belum diperbolehkan untuk pulang.” Tegas perawat itu.
Oh, pantas saja dadanya sakit luar biasa. “Jadi berapa lama saya harus dirawat disini suster?”
“Paling tidak seminggu setelah dokter memperbolehkan mbak untuk pulang.” Jelas perawat itu lagi.
“Apa?! Seminggu? Saya tidak akan punya biaya untuk menginap selama itu.” Jujur Resti.
“Mbak tidak perlu khawatir masalah biaya. Karna suami mbak sudah melunasi semua biayanya.”
Penjelasan terakhir itu sungguh membuat mata Resti terbelalak. Dan membuat suaranya tercekat ditenggorokan.
Suami? Siapa yang dia maksud? Apa pria arogan itu? Tidak mungkin... Teriak Resti dalam hati.
Hari ini benar-benar hari sial baginya. Dia fikir setelah ia diterima diperusahaan itu, semua akan berjalan seperti yang direncanakan dan diharapkannya. Tapi nyatanya tidak semudah itu.
Ia ingin protes, tapi pada siapa? Resti tidak tau harus menyalahkan siapa atas jalan hidupnya yang menyedihkan itu. Ia terus berharap bahwa tuhan akan memberinya sedikit saja keberuntungan lain didalam hidupnya.
Memang benar, dia sudah mendapatkan pekerjaan yang hampir mustahil ia dapatkan. Tapi hanya sampai disitu. Disaat dia mulai menyusun rencana-rencana indahnya, ada saja hal yang menghalanginya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
azril arviansyah
lanjut
2022-08-19
0
Maminya Nathania Bortum
Rencana Tuhan itu indah dan nyata
2022-04-16
0
Wafa Herni
manarik juga
2021-11-01
0