‘Tersenyumlah. Maka mereka akan berfikir kalau kau baik-baik saja.’
*****
Resti berjalan mondar-mandir didalam ruangannya. Pikirannya yang sedang kalut mampu mengusir rasa sakit didadanya.
Ia ingin pulang. Berada lama dirumah sakit membuatnya tidak betah. Apalagi ia sendirian diruangan yang lumayan luas itu. Berkali-kali bulu kuduknya berdiri tatkala ia mendengar suara. Padahal itu hanya suara angin saja yang berhembus menerpa gorden jendela.
Dalam ketakutannya itu, tiba-tiba ponselnya berdering. Membuatnya berteriak dan berjingkat karna terkejut.
Setelah ia berhasil menenangkan jantungnya yang hampir saja membobol dadanya, ia berjalan mendekati meja dimana ponselnya berada. Ia kemudian duduk disofa sambil mengangkat telfonnya.
“Ya kak?” Sapanya kepada sipenelfon. Itu adalah Yusniar, kakak iparnya yang tinggal bersama.
“Dimana Res?” Tanya Yusniar.
“Anu Kak. Maaf. Sepertinya malam ini aku tidak bisa pulang. Aku menginap dirumah teman.” Jelas Resti terbata.
Yusniar mencium kebohongan Resti. “Teman? Teman yang mana?” Tanya Yusniar mendesak jawaban.
“Ehm. Anu. Itu. Kak Yus tidak mengenalnya. Dia teman sekantorku.”
“Jangan macam-macam kamu Res. Cepat pulang.”
“Aku benar-benar tidak bisa pulang sekarang kak.”
Ucapan Resti terdengar meyakinkan. Sampai akhirnya Yusniar mengijinkannya. “Hati-hati dirumah orang. Jaga sopan santunmu.” Pesan Yusniar sebelum mengakhiri sambungan telefon.
“Iya kak. Aku mengerti.” Akhirnya Resti bisa bernafas lega.
Setelah mematikan ponselnya. Resti menyandarkan tubuhnya disofa. Tapi ada sesuatu yang mengganjal di bagian bawahnya. Sepertinya ia menduduki sesuatu yang keras.
“Apa ini?” Gumamnya pada dirinya sendiri. Ia memutar-mutar benda kotak yang berlapis kain beludru berwarna hitam itu ditangannya. Ada sebuah pita yang mengitari kotak itu.
Perlahan Resti membuka kotak itu, yang ternyata didalamnya berisi sepasang anting yang bertahta batu safir berwarna merah terang ditengahnya. Ada sebuah kartu ucapan yang terselip disana.
‘Untuk wanita paling cantik didunia. Selamat ulang tahun. With love, Jun.’
Begitulah kalimat romantis yang tertera dikartu uapan itu.
“Apa ini milik pria itu?” Gumamnya. “Dia pasti sangat terburu-buru sampai meninggalkan benda yang sangat penting begini. Kuharap kekasihnya tidak menjambak rambutnya.”
Sambil berkata begitu, ia mengeratkan gigi-giginya sendiri. Merasa gemas jika mengingat sikap menyebalkan pria itu.
“Ah, aku belum sempat mengucapkan terimakasih padanya.” Gumamnya lagi mengingat kalau Jun lah yang membawanya kerumah sakit.
Dengan segera ia mencari-cari nomor ponsel Jun. Tadi pagi pria itu sempat mengecek nomornya. Barangkali masih ada disana.
Tapi begitu ia mencarinya, ternyata terdapat beberapa nomor baru yang tidak bernama. Dan itu membuatnya tidak yakin mana yang merupakan nomor Jun. Akhirnya dia mengurungkan niatnya untuk menghubungi pria itu. Ia kembali menatapi sepasang anting yang tergeletak dengan indahnya didalam kotak beludru itu. Sangat indah. Sepertinya harganya tidaklah murah.
***
Pagi ini, Resti bersiap hendak pergi kekantor. Ia berhasil merayu dokter yang merawatnya dan meyakinkan kalau dia sudah tidak apa-apa. Dia sungguh tidak ingin kehilangan pekerjaan yang baru sehari dia dapatkan.
Resti pergi kekantor dengan menggunakan angkutan umum. Dia baru tau ternyata jarak rumah sakit ke gedung kantornya tidak terlalu jauh, sehingga ia tidak perlu berganti rute perjalanan.
Sesampainya disana, hal yang pertama ia lakukan adalah mengecek keberadaan sepeda bututnya yang sudah penyok di tempat parkir khusus sepeda. Dan ia bisa bernafas lega saat melihat kalau sepedanya masih berada ditempatnya.
Hari ini, Resti berusaha bersikap seperti biasa. Ia tidak ingin atasan dan teman-temannya tahu tentang kondisinya yang sedang tidak sehat. Dan berkat hal itu, ia bisa melewati hari ini dengan mulus. Entah kenapa dia harus menyembunyikan hal itu dari mereka.
Resti sedang menuntun sepeda penyoknya dengan susah payah keluar dari area parkir. Dikejauhan, samar ia bisa melihat Jun yang sedang berbincang dengan pria lain. Karna merasa dia punya hutang budi, Resti langsung saja menghampiri pria itu.
Sesampainya didepan Jun yang sedang berbincang dengan Pamungkas, sepupunya, Resti malah diam saja. Memandangi wajah dua pria super tampan begitu membuat otaknya berhenti bekerja.
“Dasar keras kepala.” Gerutu Jun tiba-tiba. Entah kenapa dia merasa sebal melihat Resti berada disini, bukanya dirumah sakit.
“Apa?” Tanya Resti yang tidak jelas mendengar apa yang baru saja diucapkan oleh Jun.
“Bukankah seharusnya kau berada dirumah sakit? Apa yang kau lakukan disini?” Dengus Jun lagi,
“Tentu saja mencari uang. Apa lagi.” Jawab Resti tak kalah ketus. Cara Jun berucap sungguh menyebalkan.
“Siapakah gerangan gadis manis ini?” Seloroh Pamungkas dengan mendekatkan wajahnya kepada Resti. Membuat gadis itu refleks memundurkan langkahnya. “Hemh. Aku bisa tau kalau dia adalah gadis yang baik.” Ujar Pamungkas kemudian. Ia lantas menarik tubuhnya keposisi semula.
“Mau bicara apa?” Tanya Jun kepada Resti tanpa menjawab pertanyaan Pamungkas.
“Apa ini milikmu, tuan? Kau meninggalkannya dirumah sakit.” Jelas Resti sambil menyodorkan kotak perhiasan itu kepada Jun. “Dan juga, tolong kirimkan total biaya perbaikan mobilmu. Dan biaya rumah sakitnya.” Jelas Resti langsung.
“Sudahlah. Tidak perlu.” Jawab Jun acuh. Ia menerima kotak itu dan langsung memasukkannya kedalam saku celananya.
“Jangan tuan. Apa kau tidak percaya kalau aku bisa membayarnya?”
“Aku bilang tidak perlu. Lagi pula itu bukan uang yang banyak. Kau bisa menyimpannya untukmu. Sepertinya kau sangat menyukai uang."
“Walaupun aku sangat menyukai uang, tapi tiidak bisa begitu, tuan. Aku tidak mau punya hutang budi padamu.” Desak Resti.
“Baiklah. Kalau kau memaksa. Itu kemauanmu”
Kemudian Jun mengirimkan total biaya perbaikan mobil dan biaya rumah sakit keponsel Resti. Gadis itu langsung saja membuka dan malihatnya.
Tapi betapa terkejutnya dia saat melihat angka dengan nominal yang sangat besar itu. Ia bahkan tidak pernah melihat bentuk uang yang jumlahnya berpuluh-puluh kali lipat dari gajinya bekerja di GD Group itu.
“120 juta?!!! Yang benar saja tuan?” Pekiknya tidak percaya. Ia mengalihkan pandangannya dari ponsel dan menatap kepada Jun. Tapi pria itu sudah tidak ada ditempatnya lagi.
Jun langsung pergi setelah mengirimkan jumlah uang itu keponsel Resti tadi. Tapi gadis itu tidak memperhatikannya.
Dengan masih ternganga, Resti terus memandangi rincian biaya yang sudah dikeluarkan oleh pria itu. Yang besar adalah biaya untuk perbaikan mobil. Jumlahnya tiga kali lipat biaya rawat inapnya dirumah sakit.
Seketika lutut Resti terasa lemas. Pandangannya berkunang-kunang. Otaknya kembali berhenti bekerja. Bedanya kali ini, dia tidak bisa berfikir bagaimana caranya untuk mendapatkan uang sebanyak itu.
Perlahan, air mata Resti tumpah. Mengalir membasahi kedua pipinya. Kejutan takdir yang sangat luar biasa. Seolah tuhan ingin dia menghabiskan seluruh hidupnya mengkhwatirkan tentang uang. Seolah belum cukup ia berada didasar jurang keputus asaan. Tuhan kembali memberinya cobaan bersama dengan pria tampan bernama Jun.
Resti meremas kemeja didadanya. Membiarkan rasa sesak memenuhi rongga pernafasannya. Seolah ia sedang menikmati rasa sakit yang Tuhan berikan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
Maminya Nathania Bortum
saya akn memberimu kejutan paket untuk menyemangatimu thor
2022-04-16
0
Yusan Lestari
lanjut thoor
2021-08-05
0
༄༅⃟𝐐𝗧𝗶𝘁𝗶𝗻 Arianto🇵🇸
sabar y resti..
2021-07-03
0