‘Apa kau melihatku dengan kesempurnaan? Pada kenyataanya, aku tidak sesempurna bayanganmu’
*****
“Hei, tuan. Bisa kau panggilkan Direktur?” Pinta Resti. Dia mulai sebal dengan sikap dingin Jun.
“Berikan padaku.” Ujar Jun meminta dokumen yang dibawa Resti.
“Kenapa aku harus memberikannya padamu? Aku harus memberikannya langsung kepada Direktur.”
“Dasar bawel. Dia sedang tidak enak badan. Apa kamu mau masuk kedalam kamarnya langsung? Sendirian?” Jun sengaja menakut-nakuti. Dalam hati dia heran dengan sikapnya yang aneh itu. Entah kenapa dia merasa lucu menjahili gadis itu.
“Apa?” Resti baru ingat pesan Khofid kalau direkturnya itu sedang tidak enak badan.
“Kalau kau mau, aku akan menunjukkan kamarnya.” Goda Jun lagi.
Mendengar ucapan Jun itu, berhasil membuat bulu kuduk Resti berdiri. Otaknya jadi liar dan berfikiran yang tidak-tidak.
Ia segera menggelengkan kepalanya demi mengusir fikiran-fikiran mengerikan itu. Kemudian segera menyerahkan dokumen yang ia bawa kepada Jun.
Dengan senyum tipisnya, Jun menerima dokumen itu dan berjalan masuk kedalam rumahnya. Berakting seolah ia menyerahkan dokumen itu kepada ‘Direktur’ yang Resti maksud.
Entah kenapa Jun merasa senang bisa mengerjai gadis itu. Ia terus tersenyum saat menandatangani dokumen itu di meja ruang tamunya. Gadis sederhana seperti Resti, mampu menimbulkan senyum mahal milik Jun.
Resti menunggu Jun dengan memperhatikan sepasang burung love bird di dalam sangkar besar yang bercat warna perak. Burung mungil itu saing menmpel satu sama lain. Bertengger dengan tenangnya.
“Mbak, maaf. Saya keluar sebentar ya. Nanti saya jemput mbak lagi.” Ujar sopir yang mengantarkan Resti.
“Tapi pak,,”
“Sebentar saja mbak. Pak Khofid menyuruh saya membeli sesuatu.” Jelas sopir itu lagi.
Atas nama perintah dari covid, jadilah Resti tidak berani menolaknya. Terpaksa ia menyetujui ditinggal sendirian disini.
Jun datang dari arah dalam rumah, dan langsung memberikan dokumen yang sudah ia tanda tangani itu kepada Resti.
“Ini.” Ujar Jun sembari menyerahkan dokumen itu.
“Ehm, tuan. Bolehkah aku menunggu disini sebentar? Supir yang mengantarku sedang keluar.” Pinta Resti dengan setengah hati.
Sebenarnya ia tidak suka berada didekat Jun. Karna pria itu terus mengingatkan uang sebesar 120 juta yang kini menjadi hutangnya. Membuat hatinya nyeri dan bingung darimana harus mendapatkannya.
“Terserah kau saja.”
“Ch! Kau ini. Apa sikapmu memang selalu sedingin ini tuan?” Dengus Resti.
“Apa itu merugikanmu?” Balas Jun.
Resti tidak bisa menjawabnya. Benar apa yang Jun ucapkan. Mau sedingin apapun sikap Jun, tidak ada hubungannya dengan dirinya. Tidak merugikan dia juga.
“Ehm,, tuan. Aku minta maaf sekali.” Ujar Resti memberanikan diri.
“Minta maaf untuk apa?”
“Sepertinya aku tidak bisa untuk segera membayar hutangku. Bisakah aku mencicilnya?” Pinta Resti ragu.
“Kenapa? Bukannya kemarin kau sangat yakin akan bisa membayarnya?”
“Bukan begitu, ternyata jumlahnya jauh lebih besar dari perkiraanku. Dan aku tidak punya uang sebanyak itu. Tapi tenang saja, karna sekarang aku sudah mendapatkan pekerjaan, aku akan membayarmu setiap bulan setelah gajian.” Janji Resti mencoba meminta dispensasi kepada Jun.
“Ngomong-ngomong, kenapa biaya perbaikannya mahal sekali? Padahal mobil itu hanya tergores dan penyok sedikit saja.” Tanya Resti lagi
“Ya karna mobil itu edisi terbatas. Dan harganya lumayan mahal.”
“Benarkah? Aku tidak percaya.”
“Apa kau fikir Direktur akan mengendarai mobil yang biasa-biasa saja?” Jun keceplosan.
“Apa?!! Jadi itu adalah mobil direktur yang kau pinjam tuan?” Dasar Resti lambat loading. Ia tidak menangkap arah pembicaraan Jun.
“Hah? Oh, iya. Mobil yang kau rusak itu adalah mobil milik Direktur.” Jawab Jun gagu. Tapi gadis itu tetap tidak membaca situasi itu. Membuat Jun kembali menyunggingkan senyumannya.
Dia ini bodoh tau apa? Gumam Jun didalam hati.
“Astaga! Jadi aku merusak mobil Direktur? Aku harap aku tidak akan dipecat karna masalah ini.” Resti mulai panik.
Bagaimana tidak. Karyawan baru seperti dirinya harus hati-hati dalam bersikap. Bahkan kesalahan sekecil apapun bisa mendatangkan akibat yang sangat besar.
“Tidak perlu khawatir. Direktur itu sangat baik hati dan profesional dalam bekerja. Dia tidak akan memecatmu hanya karna masalah sepele seperti itu."
Masalah sepele? Benarkah itu hanya masalah sepele saja? Resti harap benar begitu.
“Semoga saja.” Harap Resti. Ia berusaha menenangkan ketakutannya. “Apa kau sudah lama bekerja disini tuan?” Resti mengalihkan rasa takutnya dengan membahas hal lain.
“Lumayan.” Jawab Jun santai. Ia terus bermain-main dengan seekor kucing berwarna putih yang baru saja datang menghampiri mereka. Sepertinya Jun benar-benar penyayang binatang.
“Memangnya seperi apa Direktur itu?” Tanya Resti.
“Apa maksudmu?”
“Ya, apa dia benar-benar baik? Seperti yang kau katakan. Kalau dia profesional dalam bekerja. Pandai memisahkan urusan pribadi dan pekerjaan.” Resti masih tetap mengkhawatirkan pekerjaannya
“Bukan hanya itu. Dia juga sangat tampan.” Jun merasa aneh memuji dirinya sendiri.
“Wah. Sepertinya dia memperlakukanmu dengan baik. Sampai kau memujinya seperti itu.”
“Itu kenyataan.”
“Ya, ya, ya. Terserah kau saja.” Gumam Resti mengikuti gaya bicara Jun.
Diam-diam Jun tersenyum dengan masih berjongkok dan bermain dengan kucing. Resti tidak tau, karna Jun membelakanginya.
Ponsel Jun berdering. Ada telfon masuk. Dari Ayyara.
“Ya Ma?”
“Ch. Sepertinya dia anak Mama.” Gumam Resti. Untung tidak didengar oleh Jun.
“Apa?!!!” Pekik Jun yang langsung berdiri dengan wajah terkejut. Resti jadi ikut kebingungan. “Baiklah. Aku akan segera kesana.” Ujarnya kemudian.
Jun bersiap hendak pergi. Wajahnya nampak panik. Kedua alisnya berkerut.
“Hei. Tuan! Tunggu. Kau mau kemana?” Tanya Resti yang ingin tau.
“Aku harus pergi.” Jawab Jun dengan cepat. Ia langsung melangkahkan kakinya.
“Bisakah aku ikut denganmu? Kau bisa menurunkanku di halte bis terdekat. Soalnya aku tidak faham daerah ini.”
Tidak punya waktu berdebat, akhirnya Jun meng-iyakan saja. “Baiklah. Ayo.”
Dengan sigap dan dengan senyum sumringah, Resti langsung mengikuti langkah Jun yang setengah berlari menuju ke garasi mobil.
Resti heran, kenapa Jun bisa dengan bebas menggunakan mobil mewah direktur yang berjajar rapi di dalam garasi yang luas itu. Tapi ia tidak punya waktu berfikir, karna Jun menyuruhnya untuk segera masuk kedalam mobil.
Baru kali ini Resti naik mobil mewah seperti ini. Rasanya sangat nyaman. Walaupun melaju dijalanan ibu kota yang sesak dengan kendaraan lainnya.
“Kau bisa menurunkanku dimanapun.” Ujar Resti lagi mengingatkan.
“Tidak sempat. Aku buru-buru.” Jawaban yang sama sekali tidak diharapkan oleh Resti.
“Memangnya kamu mau kemana sih tuan?”
“Aku harus kerumah sakit. Nenekku masuk rumah sakit.” Jelas Jun tanpa menoleh. Ia mengetuk-ngetukkan jari-jarinya di kemudi.
Melihat sepertinya Jun sedang buru-buru, Resti tidak berani protes.
“Yasudah, aku bisa naik bis dari rumah sakit saja.” Ujar Resti. Padahal dia tidak tau mereka akan pergi kerumah sakit yang mana.
Jun tidak menjawab. Ia tetap fokus kejalan raya. Berharap bisa segera sampai dirumah sakit dan menemui neneknya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
Ita rahmawati
waduh pasti disuruh nikah nih 🤣
2024-10-20
0
Erika Darma Yunita
nyampe di RS di kira calon cucu mantu
2021-07-25
1
Farida Wahyuni
bagus bgt ceritanya,aku suka😍
2021-07-14
1