“Lo!”
Bersamaan Dylan dan Luna berseru serta saling menunjuk.
“Kalian kenal?” Sinta melihat kebingungan ke arah dua remaja itu.
Wardana yang baru bergabung juga terkejut mendengarnya. Suasana sore itu menjadi canggung.
“Nggak kenal-kenal banget sih, Ma. Pernah ketemu saja di kampus,” jawab Luna apa adanya.
“Bagus kalau begitu. Mama nggak repot-repot lagi mengenalkan kalian.”
Kedua alis Luna tertaut, “Maksudnya?”
“Sudah-sudah nanti lagi ngobrolnya. Sekarang Dylan dan Ibunya pasti capek. Lebih baik istirahat dulu.” Wardana memotong pertanyaan Luna.
“Dylan satu kamar sama anak bungsu Tante aja ya!” Cowok itu hanya mengangguk.
“Bhiru nggak mau nanti sempit, Ma. Kakak ini tidur sama Kak Luna aja.” Protes anak laki-laki itu membuat semuanya terkejut.
“Heh!” Sinta menjewer telinga anaknya. Tindakannya membuat Bhiru mengaduh kesakitan, “mereka itu sudah dewasa dan bukan muhrimnya. Mana boleh tidur berdua.”
Luna melirik ke arah Dylan kebetulan cowok itu juga melihat Luna. Dengan cepat mereka sama-sama membuang muka.
“Iya-iya Bhiru mau! Ampun...” Sinta akhirnya melepas jeweran setelah anaknya itu setuju.
“Begitu dong dari tadi, harus banget Mamanya marah dulu. Kamar kamu juga ‘kan lebih besar dari kamar Kakak.” Bhiru memasang wajah cemberut sehabis dimarahi.
“Untuk Rania, kamu tidur di kamar bawah ya. ‘Kan nggak mungkin tidur bareng Dylan. Mohon maaf banget ini rumah kami nggak besar-besar banget. Kamarnya terbatas,” ujar Wardana memberi tahu.
Rania tersenyum, “Nggak apa-apa, Mas. Dikasih tumpangan saja Saya dan Dylan sudah senang. Terima kasih banyak.”
“Tidak usah bilang seperti itu. Kami ikhlas, ayo ikut Saya liat kamarnya!” Sinta membawa Rania masuk lebih dalam ke rumahnya.
“Bhiru dan Luna tunjukan Dylan kamarnya!” perintah Wardana pada kedua anaknya.
Dengan malas-malasan Luna jalan lebih dulu.
“Ayo Kak!” ajak Bhiru.
Dylan mengangguk dan mengekori dua orang itu. Mereka harus menaiki anak tangga menuju kamar.
Di lantai dua ada empat pintu. Terdiri dari dua kamar, satu kamar mandi dan satunya lagi pintu menuju balkon. Bhiru menunjukan kamarnya pada Dylan. Ia membuka pintu kamar lebar-lebar.
“Bhiru nggak suka kotor ya, Kak. Jadi, jangan jorok kayak Kak Luna!” anak laki-laki itu memberikan peraturan pada cowok yang berdiri di sampingnya.
Namun, persekian detik Bhiru merintih. Karena dari belakang Luna menjitak kepalanya.
“Apaan sih Kak?”
“Gue nggak jorok ya!” Luna tidak terima atas tuduhan adiknya. Walau pun semua itu benar. Tengsin banget di depan Dylan.
“Tenang aja, gue orangnya bersih nggak kayak kakak lo,” jawab Dylan berhasil membuat Luna kesal.
•••
Gadis dengan rambut dicepol tinggi itu menggerutu saat sang ayah menyuruhnya membantu mengangkat barang-barang milik Dylan dari dalam mobil.
Berbagi rumah dengan orang yang tidak ia kenal saja sudah membuat dirinya ingin marah. Malah ini disuruh-suruh lagi.
“Gue aja. Lo boleh masuk!”
Mendengar suara itu Luna menoleh dan meletakkan lagi barang yang sudah dia angkat.
“Emang harusnya ini kerjaan lo doang, tapi kalau nggak gue bantu nanti dimarahin Papa.” Luna memasang wajah cemberut.
“Sudah nggak usah. Nanti gue yang bilang ke Om Ardan.” Dylan mengambil salah satu kardusnya.
“Serius?” Bibir tipis milik gadis dengan tinggi 155 cm itu mengembang membentuk sebuah senyuman manis, “gue nggak nyangka lo baik juga.”
“Iya, serius!” Dylan mulai berjalan sambil mengangkat barangnya, “gue ‘kan memang baik selama ini.”
Luna mencebikkan bibirnya mendapat jawaban narsis dari cowok itu.
“Luna kenapa kamu nggak bantu?” tanya Wardana yang melihat Luna hanya jalan mengikuti Dylan. Namun, tidak membawa apa pun.
“Nggak apa-apa, Om. Ini semua kerjaan laki-laki. Berat kalau Luna bantu angkat,” jawab Dylan yang coba membela gadis itu.
“Salut Om sama kamu. Gentle banget jadi cowok.”
Mendengar Dylan mendapat pujian Luna mengerutkan bibirnya, tak suka.
•••
Suara ketukan pintu membuat Dylan mengalihkan perhatiannya dari pekerjaan merapikan kasur. Ia tidur berbeda tempat dengan Bhiru. Anak itu mengeluh bakal sempit kalau Dylan satu ranjang dengannya. Terpaksalah cowok yang berkuliah di jurusan kedokteran itu mengalah dan tidur di bawah.
“Ada apa?” tanya Dylan saat melihat Luna berdiri di depan pintu.
“Gue disuruh anterin ini sama Mama.” Luna menunjukan alat-alat mandi yang ada ditangannya, “punya lo pasti kebakar semua ‘kan?”
Dylan berdiri, lalu berjalan mendekati gadis itu.
“Lo udah tahu rumah gue kebakaran?” tanya Dylan mengambil alat mandi dari tangan Luna.
“Sudah dari kemarin.”
Cowok ini menggerakkan tangannya, “Terima kasih alat mandinya, bilang ke Tante.”
Luna mengangguk tidak bersemangat. Baru saja Dylan akan berbalik ke kasurnya. Gadis itu memanggilnya lagi.
“Eh!” Dylan berbalik dan mengerutkan dahinya, “kita belum kenalan ‘kan?”
“Gue sudah tahu nama lo Luna. Lo juga sudah tahu nama gue ‘kan?”
“Iya sih, tapi kita belum kenalan secara resmi.” Luna mengulurkan sebelah tangannya, “Luna Almeyda.”
Dylan kembali mendekat pada gadis itu. Ia melihat tangan dan wajah Luna bergantian.
Luna menggerakkan tangan yang terulur, “Cepat dong, pegel nih!”
Dylan membalas jabatan tangannya, “Dylan Priansyah.”
Setelahnya, Luna cepat-cepat menarik tangan kembali.
“Keren ‘kan nama gue kayak orangnya?” tanya Dylan berhasil membuat Luna bergidik, lalu pergi dari sana.
Cowok ini tertawa tanpa suara melihat tanggapan gadis bertubuh mungil itu.
“Luna... Luna...” gadis yang dipanggil itu menghentikan gerakan tangan saat ingin membuka pintu kamar.
“Ada apa, Ma?” tanya Luna bingung, mengapa mamanya berbicara dengan berbisik-bisik.
Wanita paruh baya itu melihat ke arah kamar sebelah, lalu mendekati Luna.
“Mama mau nanya sesuatu.” Sinta mengajak anaknya masuk ke kamar.
Luna hanya menurut saja dan ikut masuk. Sinta mengunci kamar anaknya tidak seperti biasanya.
“Mau nanya apa, Ma?”
Sinta kembali menarik Luna untuk duduk di tepi ranjang.
“Kamu kenal Dylan sudah lama?” tanya ibu dua anak itu.
Gadis ini menggeleng, “Belum, selama Luna kuliah di kampus itu saja baru dua kali ketemunya. Tiga kali sama di rumah ini.”
“Kenapa kalian bisa bertemu?”
“Yang pertama dia itu nolong obatin luka Luna di UKK. Terus yang kedua dia hampir nabrak Luna di depan gerbang kampus, tapi dia nolong Luna juga dari ejekan anak kampus.”
“Kamu suka sama dia?”
Luna terkejut ketika ibunya bertanya seperti itu. Mana mungkin baru tiga kali bertemu bisa suka.
“Nggaklah, Ma.”
“Kenapa kamu nggak suka saja? Dylan itu anaknya baik. Mama itu mau jodohin kamu sama dia. Papa juga setuju.”
“Hah?” untung saja jatung gadis ini masih normal. Kalau tidak dia sudah pingsan karena terkejut dua kali, “Luna nggak mau dijodohin!”
“Dari pada kamu suka sama Brian. Sedangkan Dylan, Mama dan Papa sudah jelas mengenal keluarganya. Kamu mikir nggak sih. Tiga kali kamu dipertemukan sama dia. Kata orang dulu, ketemu tiga kali secara nggak sengaja itu artinya jodoh.”
Luna terdiam. Ucapan sang mama ada benarnya. Tiga kali bertemu tanpa disengaja. Apa benar jodoh?
“Bagaimana mau ‘kan?” Sinta menyenggol lengan putrinya.
“Nggak!” Luna yang tersadar dari lamunan cepat menjawab, “dia nyebelin, Ma.”
“Ah, kamu nggak asik!” Sinta merajuk, lalu melangkah meninggalkan kamar anaknya.
Luna tidak memperdulikan itu. Karena sifat mamanya hampir sama dengannya. Sebentar lagi juga akan bersikap biasa kembali. Gadis ini memilih membaringkan tubuhnya di atas kasur.
Ia menatap langit-langit kamar yang sengaja diukir seperti langit sungguhan. Wajah Dylan tiba-tiba saja muncul di sana. Luna tersenyum.
“Dia itu emang baik, lembut, terus ganteng lagi. Beda banget sama Brian.” Tanpa sadar gadis ini memuji-muji Dylan.
“Ah!” Luna kembali bangun, “ngapain juga gue puji-puji itu orang. Kalau dia dengar bisa-bisa besar kepala.”
Luna berdiri, lalu menarik handuknya yang terjemur di dekat jendela. Ia berjalan mendekati pintu. Gadis itu memilih untuk mandi saja.
Baru saja membuka pintu kamarnya, ia menghentikan langkah. Luna terpesona saat kedua mata bulat ini melihat pemandangan yang indah di depan sana.
Di depan pintu kamar mandi Dylan sedang berdiri mengeringkan rambut dengan handuknya. Wajah yang fresh dan rambut yang basah membuat lebih tampan dari biasanya.
“Ganteng banget,” gumam Luna tidak jelas.
Namun, saat Dylan menatap ke arahnya, Luna buru-buru menutup kembali pintu kamar. Cowok ini mengedikkan kedua bahu, kemudian melangkah masuk ke dalam kamar.
•••
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments
maura shi
visual thor
2020-12-01
0
cherry
Luna mulai tertarik sodara2
2020-08-05
1
Siti Khoeriyah
masih blom ad signal2 cinta ya
2020-07-10
0