Sepanjang perjalanan menuju UKK beberapa pasang mata memperhatikan Luna yang digandeng Elina.
Ada pula mahasiswi yang bergerombol berbisik-bisik sambil melihat ke arah Luna.
“Ada apaan sih, Lin? Kayaknya semua orang liatin kita?” tanya Luna pada teman yang ada di sampingnya.
Elina mengedikkan kedua bahu, “Gue juga nggak tahu. Sudah cuekin aja! Kita obatin dulu luka lo.”
Mereka terus melangkah masuk ke UKK. Mata Elina menyapu ruangan itu, “Sepi banget nggak ada orang apa ini?”
“Nah, ini dia akhirnya ketemu juga.” Dylan menutup lemari kecil tempat di mana biasanya obat-obatan disimpan.
“Eh!”
Kedua gadis yang masih linglung mencari sosok manusia yang menunggu ruangan kesehatan itu hampir bertabrakan dengan Dylan yang ingin keluar.
“Kak penjaga UKK ya?” pertanyaan Elina membuat dahi Dylan berkerut, “tolongin dong, Kak! Teman saya tangannya luka. Takutnya infeksi.”
Mata laki-laki itu mengarah pada siku Luna yang ditunjuk oleh Elina.
“Tapi gue...”
“Jangan kebanyakan tapi-tapian, Kak. Teman saya sudah kesakitan nih.”
Dengan memapah Luna menuju brankar Elina juga menarik lengan baju yang Dylan pakai. Akhirnya cowok itu tidak bisa berkutik.
“Tapi gue ini...”
“Ayo Kak cepat ambil obat-obatannya! Masih saja tapi-tapian liat ini teman saya kesakitan,” ujar Elina yang menggebu-gebu.
Dylan melihat ke arah Luna. Gadis itu meringis sambil sesekali meniup lukanya.
“Baiklah saya obati.” Dylan menyimpan obat yang ia cari tadi ke saku, lalu beralih menyiapkan keperluan untuk Luna.
“Aaaa!” jeritan Luna membuat Elin dan Dylan terkejut. Kedua orang itu menatap Luna.
“Belum kena ya,” ucap Dylan memegang kapas yang sudah diberi obat.
Luna yang menyadari itu tertawa pelan, “Gue kira udah kesentuh.”
Elina memutar bola matanya.
“Tahan, ini mungkin memang sedikit perih.” Dengan telaten Dylan mengobati luka milik gadis di depannya. Luna meringis-ringis sambil memperhatikan cowok di hadapannya itu.
Saat Dylan mendongak pandangan mata mereka saling bertemu hingga Elina berdeham, cowok ini kembali menunduk.
“Ini kenapa bisa luka?” tanya Dylan berusaha menormalkan suasana.
“Jatuh abis lari,” jawab Luna seadanya.
“Kayak anak kecil saja main lari-larian.”
Mendengar perkataan cowok itu bibir Luna berkerut. Ia tidak suka disebut anak kecil. Dia sudah dewasa, sudah mengenal jatuh cinta.
“Tahu nih, Kak. Nakal, nggak mau dinasihatin,” timpal Elina yang juga menyimpan unek-unek rupanya.
Luna menatap sinis ke arah sahabatnya itu.
Dylan mengakhiri pertolongannya pada luka itu dengan plester. Kemudian ia kembali berdiri dengan tegak.
“Sudah, ini nggak ada luka yang serius. Paling besok plesternya sudah bisa dilepas.”
“Terima kasih, Kak,” kata Elina tersenyum manis.
“Sama-sama,” balas Dylan dengan senyum tipisnya. Karena ia masih kesal disangka penjaga UKK.
Dylan memperhatikan Luna terus. Bukan karena ia mulai tertarik. Namun, ia tidak asing dengan wajahnya.
“Sepertinya gue kenal lo.”
Luna yang sedang ingin turun dari brankar dibantu Elina menghentikan pergerakannya.
Ia menatap Dylan, “Gue aja nggak kenal sama lo.”
“Oh, gue baru ingat.” Dylan menunjuk-nunjuk gadis di depannya ini, “lo yang tadi nembak cowok di fakultas psikologi ‘kan? Terus ditolak.”
“Enak aja!” ujar Luna sewot. Sebenarnya ia malu sekali masalah itu diketahui oleh orang banyak.
“Nggak usah malu gitu. Videonya sudah viral. Siapa coba mahasiswa kampus ini yang nggak tahu?”
Luna terkejut mendengar penuturan Dylan. Elina cepat-cepat mengeluarkan ponselnya kemudian membuka sosial media. Benar saja video Luna sudah ada di grup kampus.
“Benaran, Lun.” Kedua gadis itu saling tatap. Luna merebut handphone milik Elina. Melihat penampakan mukanya di video itu dengan jelas. Gadis ini tersungut-sungut, orang-orang niat sekali mempermalukannya.
“Gue nggak bohong ‘kan?” cowok ini tertawa pelan, lalu berkata dengan tenang, “nyali lo besar juga. Walau ditolak tetap gas full.”
Luna kesal dengan ejekan cowok di depannya ini. Ia turun dan sengaja menginjak kaki cowok itu.
Dylan meringis kesakitan. Elina terkejut atas tindakan sahabatnya.
“Luna! Jangan sakitin kakak itu. Dia ‘kan sudah tolong lo.”
“Bodo! Dia ngeselin. Ayo kita pergi dari sini!” Luna menarik lengan Elina untuk mengikutinya keluar dari ruangan itu.
Elina masih menoleh ke belakang, “Maafkan teman saya Kak!” teriaknya.
Lelaki itu tidak menjawabnya. Ia menahan rasa sakit di ujung kakinya.
“Nih!” Dylan meletakkan obat di atas meja Javier, lalu ia lekas duduk.
Javier yang sedang makan menghentikan aktifitasnya, “Makasih.”
“Lo ke mana dulu, Dy? Tadi bilangin gue jangan makan di Kantin. Ternyata lo yang lama di UKK. Jangan bilang lo tidur dulu?” Kendro memberikan banyak pertanyaan.
“Gue ya ke UKK.”
“Kok lama?”
“Gara-gara cewek yang videonya lagi viral itu.”
Javier yang sedang meminum obatnya hampir saja tersedak mendengar cerita Dylan.
“Maksud lo, cewek yang nembak Brian itu?”
Dylan mengangguk, “Masa gue dikira penjaga UKK. Harus ngobatin luka dia dulu. Terus bukannya terima kasih sudah ditolong malah nginjek kaki gue.”
Kendro serta Javier tertawa mendengar cerita malang temannya ini.
“Nggak lucu ya!”
“Ini lucu banget.” Kendro memegang perutnya dan masih tertawa geli, “sial banget lo.”
Dylan menopang dagu, “Apes bener gue ketemu orang itu. Jangan sampai tampangnya yang nggak seberapa itu nongol lagi di depan gue.”
Javier yang melanjutkan makannya berkata, “Jangan terlalu benci sama orang. Nanti jadinya apa, ndro?”
“Benar-benar cinta,” lalu kedua lelaki itu tertawa.
•••
Ketiga cowok yang mengendarai motornya menghentikan laju kendaraan mereka saat sebuah mobil sedan memblokir jalannya.
“Hai, Dylan, Ken, Vier! kalian mau pulang?” sapa gadis yang ada di dalam mobil itu.
“Hai Alexa! iya nih,” jawab Kendro dan Javier bersamaan. Sedangkan Dylan hanya tersenyum.
"Sama dong seperti aku," kata Alexa lembut.
“Sa, jangan panggil Kendro dengan sebutan Ken.”
Alis Alexa tertaut mendengar ucapan si bule sunda itu, “Kenapa, Vier?”
“Kebagusan, kebanting sama mukanya. Panggil Ndro aja!”
Gadis yang terkenal dengan kecantikannya seantero kampus itu tertawa.
“Sialan lo!” Kendro menempeleng kepala Javier dari luar helm, “ndro-ndro emangnya gue Indro.”
Javier tidak marah. Cowok itu malah ikut tertawa dengan Dylan.
“Aku senang tiap kali liat kamu tertawa seperti itu," ucapan Alexa membuat ketiga cowok yang duduk di atas jok motor itu menatapnya.
Dylan merapatkan mulutnya kembali. Ia membuang muka.
Ternyata Alexandra memperhatikan Dylan. Kendro dan Javier sudah senyum-senyum mengejek.
“Cieee, tahulah kalau orang kasmaran dunia serasa milik berdua yang lain ngontrak,” ujar Kendro dengan semangatnya yang selalu menggebu.
“Tai kucing rasa coklat!” seru Javier menambahkan.
Kedua lelaki itu tertawa terbahak-bahak dibalik kekesalan Dylan dengan tingkah lakunya. Mereka memang suka jadi tukang kompor.
Dylan tersenyum kaku pada Alexa. Gadis itu tampaknya tidak memasukan ke hati kata-kata Kendro dan Javier. Ia juga tertawa mendengar kelakar itu. Namun, Dylan merasa tidak enak.
•••
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments
Oenni futt
bagus cerita nya crazy up terus thor dan jangan lupa mampir di karyaku yg berjudul"Jodohku Tertukar"
2020-08-04
0
Siti Khoeriyah
benci jadi cinta,,,semoga
2020-07-10
0
Inces
Ktw dikira penjaga ukk 😆
2020-03-13
1