Derap langkah dari kaki seorang wanita terdengar jelas menghampiri Dylan yang duduk di depan teras. Laki-laki ini sedang menatap langit malam dengan taburan bintang yang muncul sedikit dan bulan selalu terhalang awan.
“Sementara pakai ini dulu. Kamu harus ganti bajumu itu.” Rania memberikan beberapa pakaian ke tangan anaknya.
Dylan menoleh ke samping. Ibu yang sedang duduk itu tersenyum, “itu baju Pak RT. Maklum saja kalau kebesaran sama kamu.”
Cowok ini melebarkan baju itu. Benar saja ukurannya 3 kali lebih besar dari badan Dylan.
“Buat dalaman besok Ibu belikan di Pasar pakai uang sumbangan dari warga. Kamu nggak mungkin pakai dalaman Pak RT juga.”
Dylan tersenyum mendengar gurauan dari ibunya. Lelaki itu kembali melipat baju yang dia pegang.
Rania mengusap-usap pundak anaknya, “Maafkan ibu ya Dylan. Andai saja ibu tidak lalai mungkin kita masih punya tempat tinggal.”
Anak laki-laki ini menyerongkan duduknya. Kedua mata hitam itu menatap sang ibu dengan sendu.
“Ini bukan salah Ibu, mungkin sudah jalannya kita begini. Aku janji akan beri Ibu rumah yang lebih bagus dari tempat tinggal kita yang terbakar. Doa ‘kan saja anak Ibu ini berhasil jadi dokter.”
Mata Ibu jadi berkaca-kaca. Ia mengusap-usap sebelah pipi Dylan. Dia sangat bersyukur Tuhan memberikannya anak seperti Dylan.
“Ibu selalu mendoakanmu, Nak.”
Dylan tersenyum.
“Kalau boleh tahu, kenapa ruko kita bisa terbakar, Bu?” tanya Dylan setelahnya.
“Sepertinya ada masalah saat setelah gas diganti. Tiba-tiba ketika dipasang baunya menyengat. Ibu saat itu masih memasak. Karena panik Ibu cepat keluar dan menyuruh orang yang sedang makan juga keluar. Baru saja kami sampai di luar. Gas meledak dan membakar dapur terlebih dulu. Api cepat membesar dan membakar seluruh ruko. Untung ruko sebelahnya tidak ikut terbakar.”
“Untung saja Ibu cepat pergi dari situ. Aku lebih baik kehilangan tempat tinggal, Bu. Dari pada harus kehilangan Ibu.”
Dylan memeluk Rania. Wanita ini juga membalas pelukannya.
“Ibu juga bersyukur masih bisa lihat kamu.” Ibu mengelus-elus punggung Dylan.
•••
“Kak bangun!” anak laki-laki berusia 14 tahun mengedor-gedor pintu kamar bercat pink itu.
Luna hanya mengeliat kecil dan tidak ada respons darinya.
“Kak Luna! Kebo banget sih!” anak laki-laki berseragam SMP itu mulai naik pitam dibuatnya.
“Bagaimana Ru, kakakmu sudah bangun?” tanya Sinta yang mendatangi anak bungsunya.
“Boro-boro, Ma. Bhiru nyerah deh. Mama aja yang bangunin Kak Luna,” jawab anak laki-laki itu dengan raut wajah kesal.
“Ya sudah biar Mama yang bangunin Kakak.” Sinta mengusap-usap punggung Bhiru, “lebih baik sekarang kamu sarapan dulu sama Papa di bawah, gih!”
Bhiru memangangguk, “Oke!”
Anak laki-laki itu kembali tersenyum dan segera berlari menuruni anak tangga.
“Luna...” Sinta membuka pintu kamar dan masuk perlahan.
Sinta tersenyum melihat anak gadisnya yang masih dibalut selimut tebal. Wanita ini berjalan mendekati jendala dan membuka gorden. Hingga sinar matahari menerangi kamar.
“Mama silau,” keluh Luna menarik selimutnya menutupi wajah.
Sinta menggeleng pelan, “Ayo bangun! Sudah jam setengah tujuh. Bukannya kamu ada kuliah pagi?”
Mama berjalan mendekati ranjang dan duduk di pinggir kasur. Ia menarik selimut yang Luna gunakan.
“Luna nggak mau ke kampus!” gadis itu kembali menutupi wajahnya.
“Lah, kenapa?”
“Luna malu sama orang-orang, Ma. Luna pasti jadi gosip terhangat di Kampus sekarang.”
“Untuk apa malu? Kamu cuma menyatakan perasaan bukan mencuri. Nggak semua perempuan berani mengungkapkan isi hatinya-loh. Kamu itu hebat.”
Luna membuka selimut dan memperlihatkan wajah lusu dengan mata beler, khas orang bangun tidur.
“Masalahnya saat ngungkapin perasaan Luna ditolak Ma...” Gadis itu merengek seperti anak kecil.
Sinta tertawa pelan, “Namanya juga nembak orang. Diterima atau ditolak itu hal biasa. Kamu harus siap dengan semua risikonya.”
“Tapi Luna malu mau ke kampus.” Gadis ini memasang wajah cemberut.
“Ini bukan Luna anak Mama. Luna anak Mama itu nggak pernah begini. Dia selalu semangat mengatasi masalahnya. Luna anak Mama itu ke mana ya?”
“Ini Luna anak Mama.” Luna menunjuk dirinya sendiri.
“Oh ini Luna anaknya Mama? Kalau gitu ayo bangun!” Sinta menepuk-nepuk paha anak gadisnya, “ayo mandi, mandi, ke kampus!”
Dengan berat hati Luna bangun, lalu lekas melangkah masuk ke kamar mandi yang ada di luar kamarnya.
•••
Rania berjalan membawa sekantong belanjaan. Ia kembali ke rumah Pak RT, tempat tinggalnya sementara.
Ketika tiba di rumah, wanita itu melihat Pak RT yang sedang memandikan burung peliharaan sambil bersiul senang.
“Pak, Dylan ada di dalam?” tanya Rania saat tidak melihat batang hidung anaknya.
Pak RT menoleh, “Tadi katanya mau ke ruko cari barang-barang yang masih bisa diselamatkan.”
“Terima kasih, Pak. Saya ke sana dulu!” pamit Ibu satu anak itu dan lekas pergi.
“Alhamdulillah masih ada buku-buku yang bisa dipakai.” Dylan membersihkan buku-bukunya yang terselimut debu-debu sisa kebakaran.
Ia juga mengambil beberapa foto yang belum sempat terkena api. Cowok itu lekas melangkah ke kamar sebelah. Dia mencari sesuatu yang bisa diselamatkan di kamar ibunya.
Rania tergesa-gesa menaiki anak tangga menuju ruko lantai dua. Yap, lantai atas mereka gunakan untuk tempat tinggal. Sedangkan lantai dasar untuk usaha warung makan. Cara begini lebih menghemat biaya hidup.
“Dylan!” sambil menaiki tangga Rania terus memanggil nama anaknya.
Dylan tidak sengaja menginjak sebuah potongan foto. Ia membungkuk dan mengambilnya. Sayang, saat dibalik dan lihat foto itu terbakar dibagian kepala. Hanya tubuhnya saja yang terlihat.
“Ini kayaknya foto cowok, tapi bukan foto gue ini.” Dylan berpikir dan terus melihat potongan foto itu.
“Dylan, kamu sedang apa?” Ibu menepuk pundak anaknya.
Cowok itu terkejut hingga membuat foto terjatuh. Ia berbalik badan untuk menatap sang ibu.
“Ini.” Dylan menunjukkan buku-buku yang ia ambil, “cari buku yang masih bisa aku pakai, Bu.”
“Oh!” Rania mengangguk mengerti, “ini Ibu sudah belikan kamu baju buat kuliah. Baju bekas sih, tapi ukuran kamu. Nggak apa ‘kan?”
Dylan tersenyum, “Nggak apa Ibu. Ya sudah aku mau mandi dulu. Terus pergi ke kampus.”
“Ayo!” Rania melangkah lebih dulu meninggalkan ruangan yang berantakan itu.
Sebelum menyusul Rania, Dylan mengambil kembali foto yang terjatuh dan menyelipkan diantara halaman bukunya.
•••
jangan lupa di like, vote, komen dan favoritkan^^
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments
Tika
Semangat thor...
2020-08-05
0