Dua bulan berlalu. Muna CS berhasil menyelamatkan tugas Koco sesuai komitmen mereka. Demi masa depan Koco. Tim itu benar benar solid dan kompak menutupi ketidakhadiran Koco saat menjalankan masa KKNnya.
Jali yang awalnya takut akan resiko sasaran kemarahan Cica Marlinca pun kini dapat bernafas lega. Sebab, mereka dapat saling bekerja sama mengatur jadwal mereka, dengan suka rela dan ikhlas. Asalkan Koco tidak berhenti dari pekerjaannya sebagai OB.
Koco merasa banyak berhutang budi pada tim itu, sebab ia dapat melaksanakan KKN dengan baik dan lancar, juga tanpa harus berhenti dari pekerjaannya. Tentu saja, Koco harus selalu ngebut dan tidak ada istilah libur, jika mendapat jatah kosong saat KKN. Ia harus segera ke kantor, untuk setor muka pada Cica Marlinca. Seolah ia selalu ada di tempat.
Sejak Koco tidak hadir, Muna pun tidak lagi pulang siang. Ia memutuskan sendiri untuk pulang sore pukul 5 seperti jadwal mereka secara normal. Demi menggantikan posisi Koco.
Untuk menyiapkan bahan untuk belanja stok makanan pun, kini Muna bisa minta bantuan nyak Fatime untuk membelikannya. Sehingga Muna tidak perlu merasa cemas untuk persiapan masakannya untuk esok harinya.
Kesininya pekerjaan Muna tidak hanya sebagai OB tapi lebih mirip dengan koki pribadi Kevin.
Sementara bagi Kevin dua bulan adalah waktu yang cukup baginya untuk memperhatikan gerak gerik Muna. Sehingga kini ia memutuskan untuk ingin mengenal Muna lebih intens lagi. Ia melihat ada perhatian dan ketulusan dari seorang Muna. Walaupun mungkin hanya celah kecil yang akan ia bagikan untuk Muna, sisanya hati Kevin masih di balut rasa trauma dan benci pada wanita.
Dalam masa Kevin memperhatikan Muna, ia makin jarang terlihat mengajak wanita-wanita seperti biasanya. Kevin kini pun lebih sering pulang ke apartemennya untuk tidur dan berisitirahat.
Kevin seolah sengaja ingin membuktikan bahwa Muna adalah gadis yang jujur dan tidak matre. Di akhir bulan ia selalu meminta catatan pengeluaran Muna. Yang ia cocokan dengan notifikasi kartu yang Muna pegang.
Kevin masih membolak-balikan catatan keuangan yang di buat Mun, seolah dengan cermat mencocokan pengeluaran itu.
"Muna... kamu bisa buat macaroni schotel tidak...?" tanya Kevin mengakhiri kegiatannya melihat catatn Muna.
"Macaroni Scotel itu makanan yang terbuat dari pasta, keju, susu, mentega, daging, sosis, tuna, telur, bawang bombay, jamur dan kentang, bukan?" tanya Muna yang ternyata memang banyak memiliki pengetahuan seputar makanan.
"Ia benar, tepat sekali. Bisa?" semangat Kevin mendengar jika Muna tau bahan makan favorit yang selalu maminya buatkan untuknya dulu.
"Bisa ."
"Kalo gitu buatkan sekarang."
"Ha...ha. Yang bener aja tuan. Bahannya pada ga ada di mari, juga itunya kagak ada."
"Itunya apa sih...?"
"Alat masaknya di pantry kagak ada. Kecuali Muna buatkan kapan-kapan dirumah deh buat tuan."
"Bukannya sudah saya bilang, beli alat masak yang lengkap taroh di pantry." Nada suara itu terdengar meninggi.
"Ga berani tuan. Alatnya pan mahal. Nanti tuan kira Muna leha-leha pake duit tuan."
Kevin menggelengkan kepalanya, mendengar jawaban polos itu.
"Sekarang jam berapa?"
"Jam 4 tuan."
Ya sudah, kamu tunggu di bawah. Kita ke market beli alat masak."
"Tapi tuan... besok aja. Besok Muna yang beli sendiri."
"Ga... biar kamu bareng aku aja. Sekalian stok makanan saya juga habis buat di apartemen. Ini perintah. Buruan ganti pakaianmu, ga pakai lama!"
Muna tidak punya alasan untuk menolak jika itu adalah sebuah perintah. Dengan degupan jantung yang tiba-tiba beradu kencang, bertalu-talu. Merasa aneh dengan sikap seorang CEO yang terlanjur di cap galak dan arogan di perusahannya sendiri.
Dalam mobil sportnya, Kevin tampak telah terbalut dengan pakaian casualnya, kaos kerah berwarna biru, memberi kesan santai dan sangat jelas menunjukkan betapa sempurnanya tubuh pria berdarah Indo-Belanda-Turki tersebut.
Muna menahan salivanya sendiri, menyadari betapa sempurna Tuhan menciptakan pria yang kini duduk di balik kemudi. Tidak ada obrolan di sepanjang perjalalanan mereka, hanya saat sebelum mobil itu Kevin lajukan saja. Kevin Sempat bicara, meminta Muna agar duduk di depan, di sebelahnya.
Ternyata Kevin tidak mengajak Muna ke market, melainkan sebuah mall. Dan ini merupakan pengalaman pertama bagi keduanya. Masuk mengambil keranjang belanja, berjalan beriringan walau terlihat berjarak. Sebab Muna tidak berani mensejajarkan langkahnya pada tuannya tersebut.
"Kamu jalan bisa cepat ga sih Mun?" Kevin akhirnya bersuara menyadari hanya dia yang berjalan mendorong keranjang belanja tersebut.
"I...iye maaf tuan." Jawab Muna terbata, sambil terus menetralkan gemuruh di dadanya. Masih menatap tak percaya punggung pria gagah di hadapannya.
Saat mereka sedang sibuk memperhatikan apa saja yang akan mereka beli dan ambil, pemandangan itu lebih mirip seperti pasangan muda yang baru nikah. Tidak ada yang mengira jika mereka adalah pasangann CEO dan OBnya.
"Jangan... tuan. Jangan. Cukup tuan, sudah cukup. Open listrik ini saja sudah cukup. Jangan lagi beli-beli alat yang ga guna." Ujar Muna merentangkan kedua tangannya menghadap Kevin berdiri di depan deretan perabotan yang seolah kalap ingin di borong Kevin.
"Kamu yakin, peralatan itu sudah semuanya lengkap dan cukup? Saya ga mau dengar lagi, jika alat ga ada ya, saat saya mau makan sesuatu yang kamu buat. Jangan sampai jadi alasan!"
"Tuan, gimana ga sekalian aja aye di khursusin masak aja. Atau ganti pekerjaan aye, sebagai koki kantor." Kilah Muna yang sesungguhnya geregetan dengan tingkah bosnya yang makin ngelunjak.
Jika saat baru kerja Muna harus repot membawa bekal untuk sarapan Kevin, sekarang ia justru lebih sibuk menyiapkan menu makanan untuk makan siang dan makan malam Kevin sebelum dia pulang. Karena itu Muna kadang sangat bersyukur jika Kevin melakukan perjalanan dinas luar, maka ia akan terbebas dari segala tuntutan pekerjaan tambahan yang lama-lama di rasanya membuat bosan. Namun menguntungkan Timnya. Sebab, imbasnya adalah mereka sekarang sudah terbebas dari biaya makan, asal membawa nasi dari rumah masing-masing. Sebab lauk sudah di masak Muna dalam jumlah banyak.
"Nanti saya pikirkan apakah perlu mengkhursuskan kamu, agar lebih trampil memasak." Jawab Kevin dengan cueknya.
Keduanya kini telah terlihat selesai berbelanja. Kevin menggunakan jasa angkut sebab belanjaan mereka sudah lebih mirip belanjaan emak-emak yang nyetok sembako untuk sebulan.
Muna sebenarnya ingin menegur Kevin, tetapi di urungkannya. Kevin tidak hanya membeli sebuah open listrik, bahkan Kulkas 4 pintu juga dia beli beserta isian di dalamnya untuk mencukupi stok di pantry.
Tuing...tuing...tuing.
Pala Muna pusing tujuh keliling melihat bosnya itu turun berbelanja. "Busyeet... orang kaya mah bebas yak kalo belanja. Ga pernah mikir besok makan apa. Atau memang aye aja kali yang miskin, liat belanjaan yang udah hampir seperempat mall ini aja, mukanya tetep santai kaya di pantai." Muna bermonolog dalam hatinya.
Sesampai di pintu keluar, Kevin menarik tangan Muna untuk kembali masuk dalam mall tadi. Sedangkan belanjaan mereka tadi sudah di antar kurir ke alamat yang Kevin berikan, untuk segera di tangani oleh Ferdy, yang juga sudah Kevin hubungi sebelumnya.
"Kita kemana lagi tuan?" tanya Muna yang mulai resah menyadari waktu yang sudah menunjukkan pukul 5 sore.
Bersambung...
#Disini ada ga sih yang mau ke mall bareng Kevin?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 328 Episodes
Comments
Jumli
aku nggak mau Thor, nanti suami ngambek
2024-03-08
1
Kamiem sag
yak Muna kejebak
2024-03-07
1
Iriani
hehe Muna bisa aje pantun nye
2022-05-11
1