"Aku dimana?"
Mata yang kharismatik itu memandang berkeliling, sementara tangannya menggenggam kemudi dengan erat. Pikiran yang melayang entah kemana membuat Nino tidak tahu arah yang ingin ia tuju hingga ia pun sampai ke tempat dimana hatinya berada.
Dengan perasaan yang masih kacau, Nino keluar dari mobilnya dan memperhatikan keadaan di sekelilingnya. Sesaat kemudian ia menepuk dahinya dan tersenyum kecut.
"Astaga! Mungkin aku merindukan mama, jadi naluriku secara tidak sengaja membawaku kesini." Kaki Nino melangkah untuk menyusuri tempat itu.
Nino terus berjalan hingga langkahnya terhenti dan tatapannya bertumpu pada sebuah goresan nama yang mengundang air matanya.
"Mama ...," Nino berlutut di hadapan sebuah batu nisan yang terukir indah, tapi sangat menyakitkan saat di pandang.
Pikiran dan perasaan yang hampa telah membawa Nino ke tempat peristirahatan terakhir ibunya tanpa ia sadari. Air matanya tak berhenti mengalir ketika ia mengusap batu nisan yang bertuliskan nama sang ibu.
"Ma, maafkan aku! Aku benar-benar menyesal. Mungkin seharusnya aku mengikuti keinginan mama. Maafkan aku, Ma!" lirih Nino, tangisnya pecah seketika mengingat wajah lembut ibunya.
Begitu larut dalam kesedihan membuat Nino tak menyadari jika ada seseorang yang memperhatikan dirinya dari kejauhan. Ia bahkan tidak mendengar saat seseorang mendekatinya hingga ia merasakan bahunya di sentuh.
"Hai, masih ingat aku?" tanya seorang wanita.
Nino menoleh dan sangat terkejut melihat siapa yang baru saja menyapanya. "Kau?"
"Iya aku! Kenapa kau menangis?" tanya wanita itu lagi, yang ternyata adalah Dania.
"Aku hanya sedang meminta maaf padanya." Nino segera menghapus air matanya. "Apa yang kau lakukan disini?" tanyanya.
Dania tersenyum simpul. "Aku baru saja meminta restu kepada kedua orang tuaku."
"Restu?" tanya Nino, dengan dahi berkerut.
Tatapan Dania beralih menatap batu nisan yang sedang di pegangi Nino. "Apa dia wanita yang kau cintai?"
Pandangan Nino mengikuti arah pandangan Dania yang tertuju pada makam ibunya.
"Benar! Aku sangat mencintainya hingga aku menyesal karena telah membuatnya menangisi takdirku." Nino kembali meneteskan air matanya.
"Dia sudah tenang di sana. Kau harus tetap melanjutkan hidupmu! Aku yakin dia ingin melihatmu bahagia dengan wanita lain." Dania menepuk-nepuk bahu Nino.
Terdengar Nino menghela nafasnya. "Jika aku bisa, aku sudah melakukan itu sejak lama. Sayangnya, hatiku sudah terpaut pada satu hati yang membuatku tidak bisa mengikuti keinginan terakhir ibuku."
"Ibumu? Maksudmu, ini makam ibumu." tanya Dania dengan mata terbelalak.
Nino mengangguk ragu. "Iya! Ada apa?"
"Tidak! Aku pikir ...," Wajah Dania memerah karena malu telah salah berpikir.
Sudut bibir Nino menarik sebuah senyuman meski terpaksa. "Aku sangat mencintai ibuku, tapi sayangnya aku tidak pernah bisa memenuhi harapannya untuk melihatku menikah sebelum ajal menjemputnya. Aku memang sangat egois!"
"Mungkin waktu yang belum berpihak padamu," ucap Dania, mencoba menghibur Nino.
"Sepertinya begitu! Dan sepertinya waktu tidak akan pernah berpihak padaku." Nino masih tetap memandang nisan ibunya.
"Boleh aku bertanya?" tanya Dania ragu.
"Silahkan!" jawab Nino.
Dania berdeham untuk menghilangkan kecanggungan. "Kenapa kau belum menikah? Apa tidak ada wanita yang menarik perhatianmu?"
"Ada! Tapi dia tidak pernah tertarik padaku. Aku berharap, selalu berharap jika suatu hari dia akan datang padaku dan membawa kembali hatiku yang telah dia bawa pergi." Nino menoleh sesaat dan menatap wajah Dania yang nampak salah tingkah.
"Bersabarlah! Jangan pernah menyerah dan tetaplah berharap, jika suatu hari nanti wanita yang kau cintai akan datang kepadamu dengan cinta yang sempurna hanya untukmu." Dania berjongkok di samping Nino.
Untuk sesaat, Nino terkejut dengan sikap Dania. Namun, ia segera sadar dan kembali menatap batu nisan ibunya.
'Ma, inilah wanita yang aku pilih. Mungkin saat ini aku belum bisa mendapatkan hatinya, tapi aku sungguh-sungguh mencintainya dan tidak bisa memberikan hatiku untuk orang lain. Aku harap mama mengerti dan mau memaafkan aku.' Batin Nino nelangsa.
'Nyonya, aku tidak mengenal anda dan putra anda, tapi aku bisa merasakan cintanya yang begitu besar untuk anda dan juga wanita yang entah siapa itu. Aku berjanji, Nyonya, aku akan membantu putra anda mendapatkan separuh hatinya yang hilang.' Batin Dania. "Sudah, jangan bersedih lagi!" pintanya pada Nino yang masih murung.
"Aku harap Tuhan mendengar do'amu," cicit Nino dengan hati bergetar.
Tiba-tiba Dania teringat sesuatu dan langsung menepuk bahu Nino dengan keras hingga pria itu nyaris terjungkal karena begitu terkejut.
"Maaf ... Maaf! Aku tidak tahu kau akan bereaksi seperti ini." Dania berusaha menahan tawanya.
"Aku hanya belum siap!" sahut Nino, sedikit kesal dengan ulah Dania.
"Apa kau ingat kesepakatan kita di taman hari itu? Saat aku memintamu untuk membantuku?" tanya Dania, matanya memancarkan antusiasme.
Nino menganggukkan kepalanya. "Iya, kenapa?"
"Meskipun rencana kita hari itu gagal total, tapi aku akan tetap memenuhi janjiku padamu. Katakan! Apa yang kau inginkan dariku?" ucap Dania penuh semangat.
"Gagal total? Maksudmu?" tanya Nino bingung.
"Hah!" Dania menghembuskan nafasnya dengan kasar. "Kau tahu, pria itu tetap tidak mau membatalkan pernikahan kami meskipun kita sudah membohonginya. Sebaliknya, dia justru mempercepat pernikahan dengan menggunakan alasan yang telah aku buat untuk menolaknya." ocehnya.
"Dan ... Kau kecewa?" tanya Nino ragu.
Awalnya raut wajah Dania di penuhi kesedihan, tapi tiba-tiba ia tersenyum. "Tidak! Sekarang aku jadi mengerti betapa baiknya pria itu. Dari drama kita hari itu, aku bisa melihat jika dia benar-benar tulus padaku. Dan aku pikir sebaiknya aku memberikan kesempatan padanya untuk menunjukkan dirinya padaku."
"Jadi?" Nino mulai merasakan degup jantungnya berpacu dengan cepat.
"Apa lagi? Tentu saja aku bersedia untuk menikah dengannya. Itu sebabnya aku datang kesini untuk meminta restu kedua orang tuaku. Sayangnya, pria itu tidak bisa ikut bersamaku hari ini. Walaupun sebenarnya aku sangat ingin memperkenalkan dia pada kedua orang tuaku." Dania bangkit dan merapihkan pakaiannya yang sedikit kusut karena berjongkok. "Ayo, ikut aku!" ajaknya.
Nino mengernyit. "Kemana?"
"Ikut saja!" Dania menarik lengan Nino yang masih tidak bergerak.
Karena suasana hatinya yang masih bercampur aduk antara percaya dan tidak tentang apa yang ia dengar sebelumnya, Nino hanya bisa mengikuti saja langkah Dania dengan pikiran yang masih berputar kemana-mana.
"Kita sudah sampai!" Dania berhenti di antara dua makam yang berdampingan.
"Ini -" Nino tidak bisa menyelesaikan ucapannya karena Dania menyelanya.
"Ini makam ayah dan ibuku." Dania meraih tangan Nino dan menangkup tangan itu dengan kedua tangannya. "Sumpah demi mama dan papa, aku berjanji akan memenuhi apapun yang kau minta sebagai balasan atas kebaikanmu hari itu padaku!"
Tentu saja, Nino terkejut bukan main mendengar ucapan Dania. Bagaimana mungkin Dania berani bersumpah di hadapan ayah dan ibunya seperti ini?
Nino menarik tangannya. "Jangan bermain-main dengan sumpahmu, Nona!"
"Aku serius! Aku berjanji kapanpun kau menginginkan balasan atas kebaikanmu itu, aku akan memenuhinya. Kau bisa memegang janjiku! Aku tidak pernah berbohong di hadapan kedua orang tuaku." Dania tersenyum dengan tulus.
"Baiklah! Aku harap kau tidak akan menyesalinya." Nino mencoba menelaah ke dalam manik mata Dania.
Bukannya membalas tatapan Nino, Dania justru berpaling dan menatap tempat peristirahatan terakhir kedua orang tuanya.
"Ma, Pa, maaf karena hari ini Dania tidak bisa membawa calon menantu kalian. Dania janji, akan segera memperkenalkan dia kepada kalian secepatnya!" ucap Dania, di barengi setetes air yang membasahi pipinya.
"Bukankah ada aku disini? Aku rasa mereka tidak akan keberatan jika aku yang kau perkenalkan," canda Nino seraya mengedipkan sebelah matanya.
"Bagaimana jika mereka salah merestui?" sergah Dania, bibirnya mengerucut karena kesal.
"Maka aku yang akan menikahimu nanti!" sahut Nino, tanpa keraguan sedikitpun.
Dania mengibaskan tangannya acuh dan melangkah pergi. "Ya, terserah kau sajalah!"
Melihat sikap Dania yang sungguh berbeda, menarik kembali harapan yang sempat hilang dari hati Nino. Sebelum pergi, Nino menatap sesaat makam kedua orang tua Dania dan tersenyum.
'Tuan dan nyonya Riady, tolong restui aku untuk meminang putri kalian! Aku tidak akan berjanji untuk selalu membuatnya tersenyum tapi aku akan berusaha untuk selalu mencintainya dan membuatnya bahagia hidup bersamaku ....'
Hallo semuanya 🤗
Jangan lupa di tap jempolnya 👍🏻dan tinggalkan jejak 👣👣 kalian di kolom komentar 👇🏻sertakan votenya juga 'ya 😍 untuk author amburadul kesayangan kalian ini 😘
I ❤ U readers kesayangan kuhh
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 107 Episodes
Comments
tikamari
lucu sedih campur aduk deh
2021-07-10
3
Rinine Gendut
semangat Nino...kejar terus...dan gapai hati Dania...😘😘💪💪❤️❤️
2021-07-10
2