"Itu artinya kau sudah benar-benar siap untuk menikah ...."
Ucapan Deta terus terngiang di telinga Dania, ia tidak mengira bahwa semua kegilaan ini berasal dari pemikiran kakak tersayangnya.
"Tidak bisa! Aku hanya akan menikah dengan kak Gibran. Bukan pria tua pedofil itu!" ucap Dania kesal.
Sebenarnya, Dania marah pada dirinya sendiri. Marah karena ia tak bisa melakukan apapun untuk memperjuangkan cintanya.
Dania melihat pantulan wajahnya di cermin. "Aku tetap terlihat cantik, meskipun tanpa riasan. Lagipula, untuk apa aku berhias diri? Aku hanya akan bertemu dengan om pedofil yang pastinya sekarang sudah tua."
Tua. Hanya itu yang ada di pikiran Dania selama tiga tahun ini tentang pria pilihan keluarganya, tepatnya setelah Gibran membawa kabar jika alasan Dito mengirimnya ke asrama adalah karena pria itu. Pria dewasa yang berniat untuk menikahinya, bahkan saat usianya masih sebelas tahun. Namun, disaat yang sama Dania juga baru tahu jika Deta telah menyetujui lamaran pria tua itu jauh sebelum Dania mengetahui kebenarannya.
"Aku tidak habis pikir. Kenapa kakak terus saja mendesakku untuk menikah dengan om pedofil? Apa lebihnya dia dari kak Gibran?" gumam Dania seraya mengingat kembali percakapannya dengan Deta semalam.
Malam sebelumnya ...
"Dania belum siap menikah, Kakak," elak Dania saat Deta mencoba membujuknya.
"Maksudnya? Bukankah Dania pulang karena telah bersedia untuk menikah dengan kak Nino?" tanya Deta bingung.
'Lihat! Bahkan kakakku memanggilnya dengan sebutan kakak. Itu artinya pria itu sudah sangat tua!' Batin Dania menerka. "Soal itu ...."
"Tolong jangan membuat Kakak kecewa, Sayang!" pinta Deta penuh harap.
Dania menghembuskan nafasnya dengan kasar, berharap dengan melakukan hal itu akan melepaskan beban berat di hatinya. "Apa Dania sudah tidak mempunyai pilihan, Kak?"
Deta mengernyit. "Pilihan?"
"Kakak ...," Dania meraih tangan Deta dan menggenggamnya. "Dania sudah mencintai orang lain."
Dania bisa merasakan tangan Deta yang sedikit bergerak untuk melepaskan genggamannya. "Siapa?"
Tatapan Dania beralih ke arah lain. "Itu ...."
"Gibran?" tanya Deta, menembak tepat sasaran.
Kali ini, Dania tidak bisa menyembunyikannya lagi dan memang tidak berniat melakukannya. Ia akan mengakuinya saat ini juga, tak peduli Deta akan menerima kenyataan ini atau tidak.
Dania mengangguk pasti. "Benar!"
Sudut bibir Deta menarik senyuman sinis. "Kenapa Gibran?"
'Kenapa Gibran? Pertanyaan apa itu? Apa kakak menjebakku?' Pikir Dania.
"Dania ...," Deta mengibaskan tangannya di depan wajah Dania.
"Ah, iya, Kak!" jawab Dania, begitu kesadarannya kembali.
"Kakak bertanya, kenapa Gibran? Apa karena dia yang telah menemanimu selama sepuluh tahun ini?" tanya Deta lagi.
"Dania ... Kakak, kenapa Kakak mencintai pangeran?" Dania balik bertanya.
Deta tersenyum penuh arti mendengar pertanyaan adiknya itu. "Kakak mencintai kak Ricky karena dia juga mencintai Kakak, melindungi Kakak, bahkan rela melakukan apapun demi Kakak meskipun itu harus melawan dunia. Apa Gibran melakukan semua itu untukmu, Sayang? Jika iya, Kakak sendiri yang akan membatalkan perjodohanmu dengan kak Nino."
Cukup lama Dania berpikir, sebelum akhirnya ia menjawab, "tentu, Kak! Kak Gibran melindungi Dania selama ini."
"Kakak tahu itu!" jawab Deta, menyetujui ucapan Dania. "Tapi, apa dia rela melakukan apapun demi dirimu?" tanyanya lagi.
"Selama ini dia melakukannya. Kecuali ... membantuku menolak perjodohan ini," lirih Dania.
"Itu artinya, Kakak tidak perlu bertanya apakah dia mencintaimu atau tidak. Karena jika dia mencintaimu, dia akan mencoba menghentikan semua ini bahkan sebelum kau mengetahuinya, Sayang." tutur Deta seraya membelai rambut Dania.
'Kakak benar! Seharusnya kak Gibran berjuang untuk mempertahankan aku, tapi dia bahkan tidak mengantarkan aku pulang.' Batin Dania nelangsa.
"Sudah, begini saja! Bagaimana jika Dania menemui kak Nino lebih dulu, setelah itu baru Dania putuskan akan menerimanya atau tidak." usul Dania, ketika melihat keputusasaan di mata adik kecilnya.
Binar harapan seketika hadir di mata sipit Dania. "Sungguh, Kak? Dania masih bisa menolak perjodohan ini?"
Deta menatap Dania tanpa ekspresi. "Kenapa Dania begitu yakin akan menolak kak Nino?"
"Kak, pria itu lebih tua dari Kakak. Bayangkan bagaimana wajahnya? Oh, astaga!!!" oceh Dania, tubuhnya bergidik ngeri membayangkan wajah tua om pedofil.
Sejujurnya, Deta ingin tertawa mendengar pernyataan Dania. Namun, ia berusaha bersikap tenang.
"Bukankah Dania sudah pernah bertemu dengan kak Nino dulu? Kalian bahkan kerap menghabiskan waktu bersama sebelum Dania pergi ke asrama. Bagaimana menurutmu wajahnya, Sayang?" tanya Deta, mencoba menelaah ingatan Dania.
"Om pedofil ...," Bola mata Dania bergerak ke atas mencoba menyusun puzzle wajah pria yang pernah ada dalam ingatannya. "Dia cukup tampan, tapi itu dulu, Kak. Sekarang berapa usianya? Dia pasti sudah tua." ocehnya.
"Memasuki kepala empat beberapa bulan lagi!" lontar Deta, menjawab pertanyaan Dania tentang usia Nino.
"Dania benar bukan? Dia sudah tua, Kak!" sergah Dania.
Deta kembali tersenyum. "Tapi kak Nino -"
"Sudahlah, Kak!" potong Dania. "Tidak perlu bertemu, Dania pasti akan menolaknya." sambungnya.
"Temui dia sekali saja!" Deta sudah beranjak untuk meninggalkan kamar Dania, tapi ia kembali mendekati adiknya ketika teringat sesuatu. "Ingat, Dania! Kak Ricky bahkan masih tampan di usianya yang sekarang, karena usia bukan ukuran baik buruknya penampilan seseorang."
Flashback off ...
"Aunty!!!" teriak seorang gadis, ketika memasuki kamar Dania.
Tubuh Dania tentu saja langsung terlonjak karena teriakkan gadis itu sebab dirinya sedang termenung, beruntung ia tak sampai jatuh dari kursi meja riasnya.
Dania segera berbalik dan melihat keponakannya sedang tertawa. "Tary? Kenapa tertawa? Kemarilah!"
Sarah Lestary Sanjaya, putri tunggal Deta Riady dan Ricky Sanjaya. Wajah cantik dan cerianya selalu bisa menghipnotis setiap orang yang melihatnya, begitu pun dengan Dania. Selama ini ia tidak pernah bertemu dengan keponakannya itu secara langsung, tapi ia sering mendengar tentangnya dari Gibran.
"Aunty terlihat seperti boneka." Tary menunjukkan boneka yang sedang ia pegang kepada Dania. "Kenapa Aunty melamun? Apa karena Aunty akan bertemu dengan uncle No?" tanyanya polos.
"Uncle No?" tanya Dania bingung, tak mengerti siapa yang di maksud oleh Tary.
Tary menunjuk ke arah jendela kamar Dania. "Iya! Uncle No. Sekarang dia ada di bawah, baru saja sampai."
Tanpa bertanya ataupun memastikan lagi, Dania langsung berlari ke jendela kamarnya dan melihat seseorang baru saja masuk ke dalam rumah besar Sanjaya. Sayangnya, Dania tidak bisa melihat wajahnya karena pria itu sudah membelakangi arah Dania dan tubuhnya sedikit tertutupi karena tengah di rangkul oleh Ricky dan Dito.
"Tary, siapa yang baru datang itu?" tanya Dania, tanpa menoleh.
"Kak Nino," jawab seseorang, yang jelas bukan Tary.
Menyadari bukan Tary yang menjawab pertanyaannya, Dania lantas menoleh dan melihat Deta sedang menatapnya dengan tatapan aneh.
"Kenapa Kakak menatap Dania seperti itu?" tanya Dania acuh, kemudian melewati Deta dan duduk di tepi tempat tidurnya.
Deta menarik nafasnya perlahan. "Kenapa masih belum siap, Sayang? Kak Nino sudah datang."
"Apa yang harus di persiapkan, Kak?" tanya Dania lagi, kali ini ia justru duduk bersila di atas tempat tidurnya.
"Dania!" bentak Deta, kesal dengan sikap Dania yang seperti itu. "Setidaknya, jangan permalukan keluarga Sanjaya dengan sikapmu yang seperti ini! Bukankah sudah aku katakan, temui dia satu kali saja. Setelah itu, semua keputusan ada di tanganmu. Kenapa begitu sulit bagimu untuk memahami semua ini?" tuturnya kesal.
"Sayang ...," Ricky tiba-tiba masuk dan merangkul bahu Deta yang bergerak naik turun karena sedang menahan amarah. "Sudahlah, jika tuan putri tidak ingin menemui Nino biarkan saja! Lagipula, Nino hanya datang untuk berkunjung. Dia tidak keberatan jika harus kembali lagi nanti." jelasnya.
"Baiklah ...," ucap Deta lemah.
Ricky berbisik di telinga Deta. "Pergilah! Aku akan bicara dengannya."
Deta yang awalnya sangat marah, mencoba untuk menguasai emosinya dan memilih untuk meninggalkan Dania. Namun, sebelum pergi, Deta berhasil menyentil sudut hati Dania yang terdalam.
"Ingat ini, Dania! Aku dan Dito tidak akan mungkin memberikanmu kepada pria yang tidak baik. Jika kami memilihnya, itu artinya dia adalah pilihan yang terbaik. Bagi kedua kakakmu ini, kebahagiaanmu lebih penting dari apapun dan masa depanmu sudah menjadi prioritas bagi kami berdua."
Hallo semuanya🤗
Jangan lupa di tap jempolnya 👍 dan tinggalkan jejak 👣👣 kalian di kolom komentar 👇sertakan votenya juga 'ya 👈sebagai mood booster untuk author amburadul kesayangan kalian ini 😘
I ❤ U readers kesayangan kuhh
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 107 Episodes
Comments
kia◝(⁰▿⁰)◜
om pedonya ganteng pasti
2021-07-17
0
Ananda Andin Angraini
Lebih baik temuin dulu pria yg kau sebut fedofil, Dania.
2021-06-29
1
AnRasHev
aaarrghh... ka jadi galau.. gibran atau nino.. padahal aku bukan dania.. kenapa aku yang galau.. 😅😆😆
2021-06-24
0