"Karena dia terus berlari dariku ...."
"Karena dia tidak pernah lelah mengejarku ...."
Sepuluh tahun yang lalu ...
Sejak kepergian Dania Riady, keluarga Riady menjadi tidak lengkap karena kehilangan putri bungsunya.
Suasana hangat yang sempat tercipta di antara ketiga anak Danang Riady, seketika lenyap saat Dito Riady mengirim adik kecilnya ke sebuah asrama yang jauh dari negaranya. Dan yang membuat dirinya menyesal karena telah melakukan itu adalah sikap yang di ambil kakaknya. Deta Riady bahkan tidak berusaha mencegah kepergian adik kecilnya itu.
"Aku tidak habis pikir dengan keputusan kakak!" gerutu Dito, ia merebahkan tubuhnya di sofa yang nampak lengang sejak kepergian Dania. "Aku pikir kakak akan menghalangiku mengirim Dania karena kakak begitu menyayanginya, tapi ternyata dugaanku salah." sambungnya.
"Ada apa?" Suara lembut seseorang terdengar dari arah tangga yang ternyata adalah Shanum.
Dito memutar sedikit kepalanya, tapi segera mendengus kesal. "Pergilah! Aku sedang tidak ingin bicara dengan orang yang tidak penting."
Terdengar sedikit helaan nafas yang tertahan. "Aku mungkin memang tidak penting untuk saat ini, tapi setidaknya aku adalah satu-satunya manusia yang bisa kau ajak bicara untuk saat ini!"
Walaupun ingin sekali menolak pernyataan Shanum, tapi Dito tidak bisa karena memang hanya Shanum lah yang ada di rumah itu bersamanya.
"Kapan kau akan pergi?" tanya Dito dingin.
"Kau tahu aku tidak akan pergi." Shanum tak gentar meski kini Dito menatapnya dengan tajam.
Gertakan gigi Dito menandakan bahwa pria itu sangat marah. "Jangan membuatku lupa siapa dirimu!"
"Baguslah!" Kekehan ringan terlontar dari bibir Shanum. "Setidaknya kau ingat jika aku ini istrimu."
"Aku terpaksa!" sergah Dito, ia sudah akan pergi, tapi tangan Shanum menahannya.
"Terpaksa atau tidak, kau sudah menikahiku di depan jenazah ayahku. Tepati janjimu, Kapten!" ucap Shanum penuh penekanan.
Tangan Dito yang awalnya menegang, berangsur mengendur seiring dengan hembusan nafasnya yang terasa berat. "Jangan memaksaku lebih jauh dari ini! Kau tahu aku tidak mencintaimu. Semua ini aku lakukan karena -"
"Balas budi!" sela Shanum seraya mengibaskan tangan Dito. "Bagus! Ingat selalu hutang budimu pada ayahku karena setidaknya itu akan membuatmu tetap berada di sisiku."
Flashback off ...
"Ah, aku mengerti!" seru Dania, bahkan sebelum Shanum menyelesaikan ceritanya.
CTAK ...
Jari besar Dito menyentil dahi putih Dania hingga meninggalkan jejak kemerahan disana. "Apa yang kau mengerti, Anak Kecil?"
Dania meringis dan sibuk mengusap-usap dahinya yang terasa nyeri. "Kak Dito! Ini namanya penyiksaan."
"Bukan! Itu namanya pelajaran." Dito mengusap puncak kepala Dania. "Seharusnya kau mendengarkan cerita Shan sampai selesai!"
"Tapi, Dania sudah mengerti, Kak!" sanggah Dania, kepalanya mengelak cepat ketika jari besar Dito akan kembali mendarat di dahinya.
Dito tersenyum penuh arti. "Baik! Kalau begitu, artinya kau sudah siap menerima Nino untuk menjadi suamimu."
"Apa? Bagaimana bisa seperti itu!!!"
***
Kesunyian mulai terasa di rumah besar Sanjaya ketika malam tiba. Seluruh anggota keluarga termasuk Tary sudah terlelap di alam mimpinya, kecuali Dania yang baru kembali saat tengah malam.
Kaki jenjang Dania berjinjit ketika menapaki anak tangga setelah melewati kamar utama. Ia begitu berhati-hati karena takut Deta atau Ricky akan memergokinya.
KLIK ...
Tiba-tiba lampu menyala dan nyaris membuat jantung Dania melompat. Seketika ia menoleh dan melihat Ricky yang sedang menatapnya keheranan.
"Darimana saja, Tuan Putri?" tanya Ricky lembut, tapi cukup menakutkan bagi Dania.
"Pangeran ...," Dania memutar tubuhnya dan menghampiri Ricky di bawah. "Maaf Dania pulang terlambat!" cicitnya.
"Sangat terlambat!" sahut Ricky seraya melirik jam besar di dinding.
Kepala Dania tertunduk lesu. "Maafkan Dania! Apa kakak marah?"
"Sedikit," jawab Ricky acuh, tapi langsung merubah ekspresi di wajahnya. "Tenang! Aku masih bisa mengatasinya." candanya.
Dania menghela nafas lega seraya menyunggingkan senyuman tipis di wajahnya.
"Tapi kau berhutang penjelasan padaku, Tuan Putri." Ricky mengangkat sebelah alisnya ketika menatap Dania. "Apa benar yang ku dengar bahwa kau sedang hamil?" tanyanya.
Bagaikan tersambar petir, Dania langsung terlonjak dan menatap Ricky. "Tidak, Pangeran!"
"Sungguh?" desak Ricky, kedua tangannya bahkan tersilang di dada.
Dania mengangguk pasti.
"Kalau begitu, kenapa Nino bisa berpikir jika kau sedang hamil? Dia begitu yakin ketika menanyakan hal itu padaku." Ricky bersikap seolah ia tidak tahu apa-apa.
"Itu ...," Dania tampak ragu untuk bercerita pada Ricky.
Tangan besar Ricky menuntun tangan Dania untuk ikut duduk bersamanya. "Dengar, Tuan Putri! Aku menyayangimu sama seperti aku menyayangi Kak Fita. Ya, walaupun tidak sebesar rasa sayang Deta padamu, tapi sungguh aku sangat berharap yang terbaik untukmu. Dan juga, aku berharap kau tidak akan mengecewakan kedua kakakmu yang sudah berjuang untuk hidupmu selama ini."
Tanpa terasa air mata Dania jatuh satu persatu ke pangkuannya ketika mengingat betapa berat hidup yang telah ia dan kedua kakaknya lalui. Rasanya begitu egois jika Dania menolak pria yang di pilihkan oleh kedua kakaknya hanya karena pria itu jauh lebih tua darinya.
"Tuan Putri?" Ricky menyentuh bahu Dania yang bergetar karena menahan tangis.
"Ma- Maafkan Dania! Dania janji akan memperbaiki segalanya, tapi tolong beri Dania waktu!" lirih Dania, suaranya hampir tertelan oleh tangisan.
"Tuan putri, maafkan aku jika semua ini melukaimu! Tapi suatu hari nanti kau akan mengerti jika semua yang aku dan kakakmu lakukan adalah untuk kebaikanmu." Ricky menepuk-nepuk punggung Dania agar ia merasa lebih tenang.
Dania mengangguk lemah. "Dania tahu, Pangeran! Itu sebabnya Dania ingin meminta satu hal darimu. Apa boleh?"
"Katakan!" jawab Ricky tanpa ragu.
"Biarkan aku memiliki satu saja alasan agar aku bisa menghabiskan sisa hidupku bersama om pedofil!"
***
Keesokan harinya, Ricky nampak bingung setelah ia menghubungi seseorang. Namun, ia juga terlihat menutupi hal itu dari Deta.
"Papa!" teriak Tary, mengejutkan Ricky yang tengah melamun. "Papa, sedang memikirkan apa?" tanyanya polos.
"Tidak ada, Sayang Papa," elak Ricky.
Deta yang melihat jelas kegelisahan di wajah suaminya lantas menghampiri Ricky. "Mas, ada masalah apa?"
"Tidak ada masalah apa-apa, Sayang," elak Ricky lagi.
Melihat tingkah suaminya yang aneh, Deta segera mempercepat mengemas kotak makan siang Tary.
"Sayang, pergilah ke sekolah dan jangan nakal!" ucap Deta seraya merapihkan tas sekolah Tary.
Satu gelas susu sudah berpindah ke perut kecil Tary sebelum ia berpamitan kepada kedua orang tuanya. Secepat kilat Tary mencium pipi Deta dan Ricky seperti yang biasa ia lakukan.
"Aku berangkat!" teriak Tary seraya berlari keluar.
Deta melambaikan tangannya dan tersenyum hingga suara Ricky kembali menarik perhatiannya.
"Dia sangat mirip denganku." Ricky begitu bangga dengan putri tunggalnya itu.
"Benar! Sangat mirip." Deta memicingkan matanya ketika menatap Ricky. "Sama-sama suka menyembunyikan sesuatu dariku."
'Bagaimana dia bisa tahu? Aku semakin yakin jika istriku ini bisa membaca pikiranku.' Batin Ricky cemas.
Deta mengetuk-ngetuk meja dengan ujung jarinya. "Mas, kebenaran akan lebih baik di sampaikan oleh orang yang bersangkutan daripada mendengar dari orang lain."
"Kau benar, Sayang!" ucap Ricky, tak berani menatap wajah Deta. "Tapi masalahnya, aku tidak yakin kau akan menyukai kebenaran ini."
"Katakan saja, Mas!" desak Deta.
"Baiklah!" Ricky menghirup oksigen sebanyak mungkin sebagai bahan bakar keberaniannya. "Semalam aku sudah berbicara dengan Dania dan dia meminta aku untuk mempertemukan dirinya dengan Nino sekali lagi."
"Untuk apa?" tanya Deta dengan dahi berkerut cukup dalam.
'Haruskah kukatakan untuk meminta maaf karena telah berbohong tentang kehamilannya? Ah, tidak! Deta pasti akan marah besar.' Pikir Ricky. "Dia hanya ingin mengenal Nino lebih dekat." ucapnya beralasan.
"Itu bagus, Mas! Lalu, kenapa Mas terlihat gelisah seperti itu?" tanya Deta lagi, merasa masih ada yang aneh dengan sikap suaminya.
"Tidak ada, Sayang, aku hanya khawatir jika Dania dan Nino tidak akan cocok." Ricky memaksakan senyumnya.
Deta tersenyum hingga menampakkan deretan giginya. "Itu tidak akan terjadi, Mas! Waktu akan memberikan mereka kesempatan untuk saling memahami satu sama lain."
'Masalahnya, aku takut waktu akan kembali mempermainkan mereka seperti dulu saat waktu menguji cinta kita berdua ....'
Hallo semuanya 🤗
Jangan lupa di tap jempolnya 👍🏻dan tinggalkan jejak 👣👣 kalian di kolom komentar 👇🏻sertakan votenya juga 'ya 😍 untuk author amburadul kesayangan kalian ini 😘
I ❤ U readers kesayangan kuhh
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 107 Episodes
Comments
Little Peony
Semangat selalu Thor ✨
2021-08-18
0
AnRasHev
ah... ternyata seperti itu sekelumit kisah shanum dan dito.. 🥰🥰🥰
2021-07-06
2
tikamari
lanjut.. aku suka ceritanya
2021-07-06
1