" Kau ternyata kalah dengan Bara " Lapor Neo ketika menjatuhkan bobotnya di sebelah Alan yang sedang berselonjor dengan komputer lipat di atas pengakuannya.
Setelah bertemu dengan Bara tadi di toko buku, Neo langsung pulang.
" Maksudnya ? "
" Bara sudah punya pacar ? "
Neo memajukan bibir bawahnya mencemooh Alan.
" Hah ? Kau bermimpi ? Berbicara dengan Juliette saja bisa dihitung dengan jari, gadis mana yang menarik hatinya "
Alan meletakkan laptop di atas meja, bergosip sebentar sembari merefresh-kan otaknya yang sudah memanas.
Eh, kalau bergosip tentang saudara sendiri, dosa gak ya ? Apa itu juga termasuk ghibah ?
" Aku tidak tahu, gadis itu sepertinya seusia dengan Julie, masih SMU atau sudah mahasiswi aku juga enggak tahu, tadi ketemu di Gramedia "
" Cantik gak ? "
Alan menyisir rambutnya yang sedikit berantakan dengan menggunakan jari jemari tangannya.
" Pastinya cantik, kalau enggak masa' bara mau, bukan cuma satu perempuan yang mendekati kami, kami-nya saja yang tidak tertarik, memangnya kau ? Sok yang paling tampan "
Neo mencibir.
Alan terkekeh
" Kau pemarah sekali, namanya siapa ? "
Neo menggelengkan kepalanya.
" Dia tidak mau memperkenalkan gadis itu padaku "
" Kenapa kau sangat ingin tahu namanya ? "
Sela Bara yang baru pulang dari mengantarkan Fatimah pulang, berjalan mendekat.
" Kalau aku tidak tahu namanya, terus jika bertemu aku harus memanggil apa ? "
Bara berdecak.
" Jangan coba coba mengisengi dirinya Neo, aku tahu apa yang ada dikepala-mu "
Neo terkekeh.
" Dia terlihat bingung membedakan kita berdua tadi, jangan kau katakan jika senyum kita saja yang berbeda "
Bara melotot.
Neo kembali terkekeh.
" Kalau kita sama sama tidak tersenyum ? Bagaimana dia bisa membedakan kita ? "
" Dengan intuisinya "
ckk, Bara terlalu percaya diri.
Neo dan Alan tergelak.
" Dia baru jadi pacar mu, kalian belum menikah brother, pasti dia masih belum mengenali dirimu secara detail, jadi...."
" Neo, kau jangan macam macam ! "
Wajah Bara terlihat jengkel.
" Hahaha, kau ternyata pecemburu rupanya, benar benar mirip Papa "
Neo terlihat sangat bahagia bisa membuat kembarannya jengkel.
" Aku anaknya, tentu saja aku mirip dengan Papa "
" Makanya, coba kau seperti Alan, santai dalam melayani para penggemarnya, aku jamin kau setuju jika kita mengetes dirinya apakah dia benar benar memiliki intuisi seperti katamu tadi "
" Hei...Kenapa aku dibawa bawa " Alan tidak terima
Neo dan Alan tidak menggubris protesan dari Alan.
" Enggak, enak saja, kau sendiri ? Apakah kau sudah pernah memiliki kekasih ? Masih menang aku, saat ini aku sudah punya "
Bara mencibir.
" Sombong '
" Pokoknya jangan kau ganggu dia ! "
" Iya iya.... Kau takut sekali.
Kau sendiri Lan, yang mana satu ? Kuperhatikan sejak ada Julie di rumah ini, para penggemarmu tidak pernah lagi kelihatan batang hidungnya "
Alan hanya diam, ekor matanya menatap Julie yang melangkah menuruni anak tangga.
Hari ini dia tidak ke kampus, katanya tidak ada kelas, setelah masak, Julie lebih memilih berdiam diri di dalam kamar, Alan juga tidak bermaksud mengusik dirinya dengan segala macam permintaan.
Tampilan Julie yang apa adanya tanpa berusaha menjaga image karena berada di antara ketiga pria pria tampan, membuat hati Alan mulai terusik.
Julie yang memang cantik natural, semakin membuat Alan lebih betah berada di rumah.
Melihat Alan yang terus memperhatikan Julie yang melangkah ke dapur, Bara dan Neo saling menendang kaki.
" Kau menyukai dirinya ? "
Neo berucap pelan.
Neo yang sedikit kepo, sangat mirip dengan Omnya dan Om sepupu, siapa lagi jika bukan Om Benua dan Om Leon.
Alan hanya mendesah.
" Aku belum yakin "
" Kenapa ? "
Bara dan Neo kompak bertanya.
" Dia terlihat acuh, dia sama sekali tidak terpengaruh dengan sedikit perhatian yang aku berikan "
" Kau terlalu manis sama semua perempuan, tentu saja dia tidak bisa melihat perbedaan itu, kau katakan terus terang, apa mau kau, aku dahului ? "
Gantian Alan yang berdecak, tadi Neo yang mau menguji pacar Bara, sekarang giliran Alan.
" Aku akan mengejar dan mengatakannya setelah aku sudah benar benar yakin dan aku serius, aku tidak mau bermain main, jangan sampai Alana menerima imbas dari perbuatanku jika aku bermain main, kau carilah target lain, jangan mengusik dia ! "
" ckckck, ternyata kalian berdua bucin juga ya ? "
" Berisik "
Seru Bara jengkel memilih melangkah masuk ke dalam kamarnya sendiri.
...******...
Selepas Bara yang mengantarkan dirinya pulang sampai di depan pintu pagar rumah, Fatimah menatap heran pada mobil yang biasa Papanya kendarai ada di depan rumah.
" Mbak, Papa sudah pulang ya ? Tumben "
Tanyanya pada Mbak Poni yang akan mempersiapkan makan siangnya.
" Gak usah mbak, aku tadi sudah makan di luar "
Tolaknya lalu meminum air dalam gelas yang di sodorkan oleh Mbak Poni.
" Nah, kamunya yang tumben, gak biasanya makan diluar, pasti yang sudah dua kali ngantar pulang itu, pacarnya ya ? "
Goda mbak Poni.
" Ngintip ya ?
Mbak Papa mana ? Dikamar atau diruang kerja ? "
" Bapak....."
" Baby, kamu sudah pulang ? "
Fatimah memutar badannya menghadap Papanya yang berdiri dibelakangnya.
Papanya keluar dengan wajah yang cerah dan terlihat semakin bertambah muda, yang pastinya masih tetap tampan, sepertinya baru siap mandi, Fatimah melirik petunjuk waktu yang tergantung di atas dinding pemisah antara ruang makan dan dapur, masih menunjukkan pukul tiga sore.
Jam segini mandi ? Mandi siang atau mandi malam.
Ketika otak Fatimah belum menemukan jawaban dari pertanyaannya sendiri, dari arah pintu kamar Papanya keluar seorang wanita dewasa dengan keadaan yang sama, wajahnya terlihat segar, terlihat juga baru selesai mandi, aroma sabun menguar segar.
Wajah itu tidak asing dalam pandangan Fatimah, hanya kematangan usia yang membuat sisi kecantikannya terlihat berbeda.
" Baby, maafin Papa ! Pagi tadi Papa sudah rujuk dengan Mama Aisyah, kamu tidak keberatan bukan ? "
Om Sam menjangkau tangan Aisyah agar lebih dekat.
Aisyah terlihat sangat gugup, dia hanya terus menatap Fatimah tanpa berkedip, benar apa yang dikatakan oleh suaminya, wajah Fatimah perpaduan wajah mereka berdua.
" H-hai, nak, bagaimana...."
Belum sempat Aisyah meneruskan sapaan pertamanya, Fatimah melangkah menuju kekamarnya tanpa mengucapkan sepatah katapun.
" Bang "
Mata Aisyah sudah berembun.
" Kita harus bersabar, Abang akan berbicara padanya "
Om Sam memberi tepukan lembut pada pergelangan tangan Aisyah, lalu menyusul Fatimah ke kamar.
...******...
...🌻🌻🌻🌻🌻🌻...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 95 Episodes
Comments
Junnie Huang
🤗🤗🤗🤗🤗
2024-08-17
0
Mmh dew
💜💙💚💛🧡❤
2024-07-26
0
dyul
Sedih ya... kl anak benci ibunya sendiri, btw si Neo kepo abis kayak si Leon😁
2023-03-15
0