Fatimah hanya duduk diam dibawah pohon, wajahnya menengadah menatap awan dari sela sela dedaunan tempat ia duduk area kampus.
Dia mencoba menggambarkan seperti apa sosok Ibunya sekarang, sosok yang hanya dapat dilihatnya di foto foto ketika Papa dan Mamanya menikah, setelah itu tidak ada lagi.
" Apakah dompetmu ketinggalan lagi ? Kau membutuhkan uang pinjaman ? "
Fatimah menoleh, malaikat penolongnya kemarin duduk di sebelahnya, tetapi tidak melihat ke arah Fatimah, tatapannya lurus ke depan, entah apa yang diperhatikannya.
" Enggak, hari ini aku membawa dompetku, ini uang kemarin yang aku pinjam "
Fatimah menyodorkan selembar uang seratus ribuan pada Bara.
Bara mengacuhkannya.
" Bang, ini uang Abang "
" Kemarin aku bilang itu untukmu, aku tidak memberikan hutangan tetapi memberikan dengan cuma cuma "
Bara bangkit dari duduknya, berjalan meninggalkan Fatimah yang masih duduk di bangku semula.
" Boleh aku tahu nama Abang ? "
Fatimah mensejajari langkah Bara menuju parkiran.
" Untuk apa ? Aku tidak lagi ke kampus seperti dirimu, jadi tidak ada gunanya "
" Oh, jadi Abang sedang menyusun ya ? "
" Hemm "
Fatimah terus mengikuti langkah kaki Bara sampai di tempat Bara memarkirkan sepeda motornya.
" Beritahu nama Abang atau aku ikut kemana Abang pergi "
Beuh, Fatimah sudah pandai mengancam sekarang.
Bara tersenyum tipis, nyaris tidak terlihat, dia ingin mencoba apakah gadis itu benar benar ingin mengikutinya.
Dengan gayanya seperti biasa yang acuh acuh menyebalkan, Bara naik ke atas jok motornya, Fatimah ikut naik.
Bara menaikkan sebelah alisnya, mulai menstater motornya dan perlahan meninggalkan parkiran kampus dan membiarkan Fatimah berada di jok belakang.
Fatimah sendiri takut takut berani, dia tidak menyangka jika sosok yang dijulukinya sebagai malaikat penolong benar benar tidak mau menyebutkan siapa namanya.
Bara bisa melihat jika wajah Fatimah sedikit pucat dan mau menangis.
Bara jadi kasihan.
Tenyata dia takut juga.
Bara mengehentikan laju motornya di tepi jalan.
" Aku akan mengantarkan mu kemana ? "
Tanyanya lewat kaca spion.
Fatimah memukul punggung Bara pelan.
" Abang menakutiku "
Ucapnya dengan mengerjab ngerjabkan kedua kelopak matanya agar tidak jadi menangis.
" Makanya jangan sok berani, apa kau tidak takut jika aku menculik-mu ? "
" Takut "
" Ya sudah, sebutkan alamat mu ! Biar aku mengantarkan mu pulang "
Fatimah menyebutkan alamat rumahnya, Bara segera memacu motornya sedikit kencang menuju alamat yang Fatimah sebutkan.
Karena takut jatuh, Fatimah berpegangan pada jaket yang Bara kenakan.
Bara hanya bisa tersenyum tipis.
" Jangan pernah melakukan itu pada laki laki lain, mereka bisa saja mereka memanfaatkan kepolosan mu "
Pesan Bara saat motornya sudah berhenti tepat di depan pintu pagar rumah Om Sam.
" Iya, tapi nama Abang siapa ? "
" ketik nomor ponselmu, aku akan memberitahukan kamu nanti "
Bara menyodorkan ponselnya pada Fatimah.
" Masuklah ! Mau nunggu apa lagi ? Mau ikut aku pulang ? "
Bara tersenyum miring sembari memasukkan ponsel ke dalam saku jaketnya setelah Fatimah menyimpan nomor ponselnya ke dalam ponsel Bara.
Fatimah menggelengkan kepalanya, lalu membuka pintu pagar, tanpa mengucapkan apa apa Bara berlalu dengan sepeda motornya.
Cie cie, diem diem bang Bara mulai mengejar gadis ya ?
Kalah Papa Elang ketika muda nih.
...******...
Hari sudah menunjukkan pukul lima sore, biasanya Julie sudah sampai rumah dari dua jam yang lalu tapi sekarang belum juga sampai.
Bara, Neo dan Alan mendadak tidak lagi suka makan diluar, mereka lebih suka makan masakan Julie walaupun rasanya biasa saja.
" Kenapa dia belum sampai rumah ? "
Neo melongokkan kepalanya ke luar pagar rumah.
" Kemana sih dia, jam berapa lagi dia mau sampai "
Bara ikut menggerutu.
" Astagfirullah "
Alan yang sedang bermain game disela sela dia menyusun skripsi berseru sembari menepuk jidatnya.
" Kenapa ? "
Tanya Bara.
" Aku belum memberitahukan bahwa dirinya sudah boleh pulang karena ibu ratu sudah kembali "
" Alan, kenapa kau menyiksa anak orang ? "
Sembur Bara melotot.
" Sori, lupa "
Alan segera membuat panggilan.
[ Halo Juliette, kamu dimana ]
[ Di mesjid kampus, Bang ]
[ Ngapain ? ]
Julie terdengar berdecak dari seberang sana.
Alan terkekeh.
[ Maaf Juliette, Abang lupa memberitahumu seperti janji Abang, karena ini kesalahan Abang, tunggu saja di dalam mesjid, Abang jemput, oke ]
Tanpa menunggu jawaban dari Julie, Alan menyambar kunci kontak motornya.
" Kau naksir padanya ? "
Tanya Neo melihat Alan memakai jaketnya.
" Aku harus baik pada orang lain terutama pada perempuan agar adikku juga mendapatkan perlakuan yang sama dari orang lain, itu pesan Papa "
" Tapi pada Julie kau berbeda, jika pada perempuan lain, kau yang mendapatkan perlakuan manis, tetapi dengan Julie...."
Alan hanya terkekeh sembari berlalu menjemput Julie di kampus.
...******...
Aisyah berjalan pelan menuju cafe tempat dia dan Om Sam berjanji untuk bertemu.
Aisyah, perempuan dewasa yang sudah memasuki usia kepala empat, tidak lagi harus malu malu untuk bertemu dengan mantan suaminya.
Siang tadi, dia memutuskan untuk menghubungi Om Sam, setelah petugas security di sekolah tempat dia mengabdikan diri selama ini memberikan kartu nama dan pesan dari mantan suaminya.
Aisyah mengedarkan pandangannya menatap sekeliling cafe, sorot matanya berhenti pada sosok yang juga tengah menatapnya.
Degup jantungnya mendadak berdetak kencang, degup yang tidak pernah ada selama ini, bahkan pada beberapa pria yang pernah mendekatinya.
Om Sam berdiri, menunggu Aisyah berjalan mendekat.
Dengan sikap elegan seorang pria, Om Sam menggeserkan kursi untuk Aisyah duduk di depannya.
" Terimakasih "
Ucap Aisyah pelan sembari menenangkan debaran jantungnya.
" Bagaimana kabarmu ? "
Om Sam jadi grogi sendiri, ternyata usia matang tidak bisa menghilangkan kegugupan bertemu mantan istri, mungkin jika sudah memiliki istri lagi, pasti tidak akan segugub ini.
Begitu pikir Om Sam.
" Seperti yang Abang lihat, bagaimana kabar Fatimah "
Ah, Aisyah keceplosan, harusnya dia pura pura tidak tahu, tapi sudahlah.
" Baik, sangat baik "
Om Sam yakin jika Aisyah mendapatkan semua info tentang Fatimah pasti dari Malika atau Dinda.
Tapi kalau dari Dinda tidak mungkin, karena Om Sam tahu jika Dinda sangat kecewa dengan Aisyah yang lebih mementingkan egonya dari pada putrinya sendiri.
" Tidakkah kamu berkeinginan ingin menemui Fatimah ? "
Om Sam to the point, dia menginginkan Aisyah menghubungi dirinya untuk membicarakan perihal anak mereka bukan hal yang lainnya.
" Apakah dia ingin bertemu dengan ku ? Pasti dia sangat membenci aku, iya kan ? "
Om Sam lebih memilih tidak menjawab.
" Kali ini Abang mohon, cobalah untuk menemui dirinya, berpura pura-lah jika kamu merindukan dirinya, Aish, agar dia merasa kau tidak membenci dirinya, lakukan itu demi Fatimah, jangan limpahkan kebencian-mu pada Abang dengan anak kita, Aish "
" Itulah Abang, dari dulu Abang tidak berubah, Abang hanya menginginkan anak tanpa pernah menginginkan ibunya, dan aku sudah memberikan apa yang Abang mau, satu lagi, jangan menuduh jika aku tidak pernah merindukan darah daging-ku sendiri, Abang tidak pernah tahu bagaimana tahun tahun yang aku lewati dengan merindukan dirinya dalam diam, hingga aku sangat sulit untuk memejamkan mata "
Aisyah meluapkan apa yang dipendamnya selama ini, matanya sudah mengembun menahan tangis, tidak ada gunanya terus memendam apa yang dirasakannya, karena mantan suaminya sama sekali tidak peka.
Om Sam menatap Aisyah dengan pandangan nanar.
" Jadi selama ini ? "
" Abang menganggap aku ibu yang kejam ? Abang yang tidak pernah tahu bagaimana perasaanku "
Aisyah tergugu, cepat ia berlari masuk ke dalam toilet.
...*****...
...🌻🌻🌻🌻🌻...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 95 Episodes
Comments
Safitri Agus
kurasa kisah om Sam dgn Ais yg paling sedih,bersatu, kemudian berpisah, syukurlah di oksk 3 diselipkan lagi kisah mereka, sehingga bisa bersatu kembali semua demi Fatimah
2024-09-04
0
Just Rara
benar kata aisyah tak ada seorang ibu yg tdk mencintai anaknya😭
2022-02-24
1
Murni Agani
jukie emang jodoh bang alam. cos cuek cwekny😂
2022-02-22
0