Perlahan-lahan aku mulai menerjapkan mataku. Melihat sekitar, warna coklat dengan paduan putih yang biasa aku lihat. Kepalaku sedikit sakit, apalagi dengan dengungan yang menggema di telingaku.
"Emelin?" suara baddas yang aku kenal sebelumnya.
Mataku membulat, saat melihat Theo tengah bersender di pinggir ranjang. Sedangkan aku tidur di perut bidang milik Theo.
"The-" ucapanku terhenti, saat aku tiba-tiba duduk dan mulai merasakan nyeri di bagian tangan dan kaki.
"Hati-hati... Kamu masih terluka" kata Theo sambil mengusap tanganku yang sudah di balut perban.
"Pergilah... Kamu hampir membunuhku tadi" kataku dengan menarik tanganku perlahan karena masih terasa nyeri.
"Maaf" kata Theo sesaat setelah aku menarik tanganku.
"Maaf, maafkan aku karena tak bisa mengendalikan diriku tadi pagi" kata Theo kembali dengan memeluk leherku.
"Maaf? Theo sungguh apa yang kamu pikirkan kemarin? Untunglah ada Dergaz jika ti- Tunggu! Bagaimana dengan Dergaz?!" tanyaku sesaat setelah ingat bahwa Dergaz juga terluka karena pisau.
Theo diam sesaat sambil menundukan kepalanya ke bawah. Tak ada yang dia ucapkan, hanya sebuah bibir yang sedikit terbuka. Beberapa saat kemudian Theo memelukku kuat, dengan air mata yang keluar dan suara tangisan yang dia tahan.
"Theo katakanlah sesuatu! Jangan membuatku takut!" kataku dengan sedikit nada meninggi, berusaha untuk melepaskan pelukan Theo.
"Emelin jujur aku takut sekali tadi, aku sangat takut kamu akan pergi... Sungguh aku takut" kata Theo terus berbicara asal dengan tangisan yang terus saja keluar.
"Apakah itu penting? Bagaimana dengan Dergaz? Dia juga terluka kan tadi malam?" tanyaku dengan nada yang melembut berusaha agar Theo menjawab pertanyaan ku.
"Emelin... Bisakah kamu jangan menanyakan orang lain saat kita berdua? itu sangat menggangguku" kata Theo dengan memainkan rambutku.
Sejujurnya aku sendiri bingung dengan tingkah laku Theo. Dia beberapa saat tadi telah sangat sedih, tapi sekarang terlihat seperti anak kucing.
"Ya berhentilah memainkan rambutku, sekarang katakan bagaimana keadaan Dergaz" tanyaku berulang kembali.
Theo menatapku dengan tatapan yang kosong, kemudian mengecup bibir ku perlahan.
"Beri aku ciuman" kata Theo sesaat setelah kecupan.
Aku sontak membulatkan mataku, dengan menatap Theo penuh.
"Kamu masih bisa berpikir seperti itu!" kataku dengan sedikit memukul Theo.
Tapi bukannya Theo yang meringis kesakitan, melainkan akulah yang kesakitan.
"EMELIN! Lihat! Kamu terlalu banyak bergerak" teriak Theo sambil meraih tanganku yang berdarah.
Mukanya cukup dalam pikirku, bahkan saat aku sedikit bergerak darahnya keluar hingga terlihat di perban paling luar.
"Kemarilah" kata Theo langsung melepaskan perban yang ada di tanganku.
"Aku tau kamu marah, dan tentu saja itu wajar, tapi untuk sekarang tolong jangan banyak bergerak" kata Theo perlahan membuka perban milikku.
Aku mulai meringis kesakitan, merasakan nyeri yang kini mulai terasa hingga ke telapak tangan. Noda darah pada perban lama kelamaan menjadi tambah banyak, tanda lukanya semakin terbuka.
"Ini akan sedikit sakit" kata Theo kembali dengan sedikit meniup luka tusukan yang ada di tanganku.
"Ingin di jarum saja? Aku tak ingin mengambil keputusan karena ini adalah tubuhmu" tanya Theo sambil menekan nomor di ponselnya.
"Di jarum?" tanyaku tak fokus dengan pertanyaan Theo.
"iya... Sebentar" kata Theo sembari mulai menelpon orang.
"Kemarilah, bawakan air hangat dan handuk untuk menyeka nodanya" lanjut Theo berbicara dengan orang yang ada di balik telepon.
Aku sedikit tak menghiraukan nya. Bahkan rasa sakit ini cukup membuatku tak berkata. Meskipun sebenarnya juga, ini tak sesakit di awal saat Theo menancapkannya.
Saat di ingat kembali kakiku juga terluka. Dengan perlahan aku membuka selimut nya, yang benar saja ada salah satu kaki yang di perban sama dengan tangan.
Aku tertegun sesaat, saat melihat kakiku. Mendegar Theo yang terus berbicara di sebelahku, itu sungguh membuatku takut. Theo bahkan tak ragu untuk membunuh seseorang, bagaimana dia bebas berkeliaran.
Aku tersentak, saat Theo melihat ke arahku. Dengan cepat aky mulai memalingkan wajah, karena terlihat aku tengah memandanginya.
"Ada apa?" tanya Theo sembari mencium puncak kepalaku.
"Tak apa" kataku dengan masih palingan wajah.
Nafasku seketika memburu, keringat tiba-tiba keluar, dan detak jantungku tiba-tiba berubah cepat. Aku tak tau, tapi... Aku merasakan takut sekarang.
"Baiklah, cepat kemari" kata Theo mengakhiri pembicaraannya dengan seseorang di balik telepon.
"Tak apa... Kamu tak butuh tangan dan kaki, saat aku ada di sini" kata Theo sembari mengangkat wajahku, dan mulai menciumnya.
Pagutan yang dalam, dengan lidah Theo mulai menjalar ke seluruh mulut. Pagutan dalam waktu yang lama, tapi lambat dan nyaman membuatku bisa menandinginya.
Beberapa kali Theo melepaskan pagutan nya, tapi kembali melakukan setelah beberapa saat aku menarik nafas dalam.
"Ekhem, maaf tapi sepertinya pesanan anda sudah datang tuan" kata seseorang dengan nada ejekan.
Mataku membulat, melihat Dergaz yang masih berdiri dengan keadaan yang terlihat baik.
"Kenapa kamu sangat terkejut? Kamu yang tanya apakah dia baik-baik saja, lihat dia bahkan masih bisa mengganggu kita" kata they dengan malas langsung menyenderkan badannya.
"Dergaz! Kamu sungguh tak apa? Aku pikir kamu a-"
"Apa? Luka seperti itu tak akan membunuh ku, meski orang gila ini memukul kuat wajah tampanku" kata Dergaz sambil menunjukkan bagian belakang badannya yang juga di lapisi perban.
"Tapi... Bukankah kamu yang paling terluka? Theo?" ucapan Dergaz yang membuatku membulatkan mata.
Aku tak tau Theo terluka di bagian mana, karama terlihat badan Theo yang biasa saja.
"Apa?" tanya Theo saat aku menatapnya dengan wajah terkejut.
"He? Theo? Jangan bilang kamu belum menunjukkannya!" kata Dergaz langsung mendekati Theo.
"Diamlah!" umpat Theo dengan sedikit memukul Dergaz agar memundurkan dirinya.
"Apa? Aku hanya ingin Emelin melihatnya"
"Pergilah bodoh! Sudah kami akan menung-, Sialan!" teriak Theo saat bajunya di angkat oleh Dergaz.
Betapa terkejut nya aku, Theo juga terluka di bagian perutnya. Itu adalah daerah yang berbahaya, terlebih lagi kepalaku ada di atasnya.
"Dergaz kamu yang me-"
"Bukan aku, dia yang melakukannya sendiri. Setelah bergulat denganku, dia memutuskan untuk menyusulmu ke kamar. Lalu saat melihatmu yang terbaring pingsan dan banyak darah membuat dia ingin bunuh diri dengan menusuk bagian perutnya" jelas Dergaz melepaskan kaos Theo yang dia angkat tadi.
Aku semakin terbelalak tak percaya, Theo melakukan hal seperti itu.
"Kamu gila?" tanyaku dengan menarap Theo penuh.
"Tak masalah, lagipula ini bukanlah apa-apa. Di bandingkan dengan kamu, pasti kamu ketakutan kan? Aku tak tau apa yang aku katakan, ini hukuman karena telah menyakiti orang yang aku sayang" jelas Theo sambil memegangi tanganku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments
ダンティ 妹
cwe ye bego iihs kesel , bukan ya kabur malah diam aje pea tuh cwe kesel , next bagus feel ye dpt
2021-12-19
2