"Cantik.... " ucapku dengan perlahan, saat melihat apa yang ada di depanku.
Sebuah danau, dengan pantulan cahaya dari bulan. Indah sekali, dengan cahaya bulan membuat danau ini seolah memiliki cahayanya sendiri.
"Ngh.... " ucapku panjang, saat tanpa sadar Theo malah menjamah bagian tubuhku.
"Ck! Theo! Itu sakit!" teriakku saat merasakan leherku yang awalnya hanya di cium olehnya, kini malah di gigit oleh Theo.
"Manis, seperti biasa" ucap Theo tanpa memperdulikan ku, dan malah menjilati bekas gigitan itu.
"Theo... He-! Akh! Sakit!" ucapku kembali saat lagi-lagi Theo melakukan hal yang sama.
Entah apa yang harus aku lakukan. Theo seolah tak mendengarkan. Dia terus melakukannya, dengan leher, dada, dan bagian bawah. Serasa Theo melakukan semuanya secara bersamaan, membuatku tak tau apa yang harus aku lakukan. Bahkan badan Theo menindihiku kuat, membuatku tak bisa banyak bergerak.
"Theo! Kumohon... Setidaknya jangan lakukan di sini.... " ujarku dengan tatapan satu, saat merasakan Theo mulai memasukan ke bagian intim milikku.
"Hm~ kenapa? Aku tak masalah akan hal itu" ujar Theo santai sambil terus melanjutkan aksinya.
"Bodoh! Pergilah! Theo! Ini memalukan! Jangan melakukan di-" ucapanku terhenti, saat Theo benar-benar memasukkannya.
"Ini... Sakit.... " rintihku saat Theo melakukan dengan kasar.
Aku tak tau harus apa yang aku lakukan. Kedua tanganku terus aku buat untuk membungkam mulutku, agar tak ada suara yang keluar dari sana. Ini dingin, dengan sesekali angin berhembus dengan kuat. Tapi tak lama, badanku penuh dengan keringat karena Theo.
"Hen..... Theo-! Hentikan!" teriakku terus mencoba untuk menahan *******.
"Bagaimana aku menghentikannya, saat kamu menampakkan wajah keenakan seperti itu?" tanya Theo balik, tanpa menghentikan apa yang dia lakukan.
"Hentikan! Theo... Ini memalukan" kataku terbata, dengan beberapa rumput yang menggores badanku membuat badanku sedikit perih.
"Ini... Tak nyaman" lanjut ku sambil mencoba untuk meraih kepala Theo yang ada di leherku.
Aku ingin memberitahu pada Theo. Jika aku kesakitan dua kali lipat di bawah. Bukan hanya karena Theo yang terus memaksa untuk masuk, tapi di bawah banyak rumput yang menggores tangan dan kakiku.
"Theo.... " panggil ku lemah, saat tanganku tepat menepuk kepalanya.
"Kenapa? Jawab Theo sambil menghentikan aktifitas nya sejenak.
Dia tak benar menghentikannya, hanya saja permainan lidahnya mulai kembali saat memainkan tanganku yang tadi berada di kepalanya.
" Hem? Jawab aku tanya kenapa?" tanya Theo kembali, justru menghentakkan bagian bawanya.
"Akh! Ini.... Sakit.... " kataku panjang sambil meringis kesakitan.
Theo diam sejenak tanpa melepas tautannya. Menatapku penuh dari atas. Aku terus meringis kesakitan, saat darah mulau mengalir di antara nulis kaki dan tanganku. Sebuah luka, yang di sebabkan oleh rumput ilalang.
"Kemarilah, maaf aku tak menyadarinya sebelumnya" ucap Theo membopong ku ala bridal, dan mulai meletakkan ku di suatu tempat.
Ada alas yang cukup tebal dan halus di sini. Beberapa saat kemudian Theo memeluk ku dari belakang, dimana dia merentangkan selimut tebal yang menyelimuti tubuh kami berdua.
"Maafkan aku sebelumnya" ucap Theo sambil membenamkan wajahnya di tengkuk leherku.
Apa yang terjadi? Aku awalnya ingin melarikan diri ke hutan. Sekarang? Justru aku berdua dengan Theo, bahkan melakukan hubungan. Ini sama sekali tak masuk akal.
"Theo? Apa yang kamu lakukan di sini?" tanyaku mencoba untuk memberanikan diri.
"Hem? Aku menunggumu" jawab Theo dengan santainya, justru aku membelalak tak percaya.
"Me-menunggu ku?" tanyaku kembali merasa kurang puas dengan jawaban Theo.
"Iya, aku tau kamu akan kabur. Jadi aku putuskan untuk menjemputmu di tengah hutan, tapi malah kamu justru pingsan di tengah hutan" jelas Theo sambil terus mengendus aroma leherku.
Aku sama sekali tak percaya, bahkan ini tak masuk akal. Aku tak mengatakan ini semua kepada bi Teresia.
"Kenapa kamu hanya diam? Merasa tak percaya? Atau terkejut?" tanya Theo beruntun dengan kekehan pelan yang dia lakukan.
"Apakah kami bisa telepati!" ucapku spontan.
Theo menatapku penuh, di selingi dengan senyuman dan berubah menjadi tawa yang luas.
"Apa... Apa yang kamu bicarakan" ucap Theo terbata, karena masih menahan tawanya.
Jujur aku benar merasa seperti di permainkan, tunggu memang aku tengah di permainkan. Entah apa yang di pikirkan oleh orang ini, rasanya menyebalkan sekali.
"Cukuplah" kataku mulai menundukan wajahku ke bawah karena merasa malu.
"Karena kita terhubung Emeline, kamu percaya bukan?" ucao Theo sambil mengangkat wajahku, dan mengarahkan nya ke wajahnya.
"Karena kita terhubung, harusnya kamu lebih sadar itu" lanjut Theo sambil perlahan mencium bibirku.
Ciuman yang lama, mulai berubah menjadi dalam. Tengkuk ku yang mulai di tahan oleh Theo, dan lidah Theo yang mulai bermain di dalam mulutku.
"Kenapa?" tanya Theo saat aku mulai memalingkan wajahku.
Tak ingin aku berharap banyak, saat Theo sendiri tak bisa mengendalikan hasratnya. Di pikir lagi kenapa aku bisa sampai disini? Tak lagi karena obsesi psychopath gila ini.
"Disini dingin" ucapku dengan terus memalingkan wajahku.
"Bagaimana sekarang?" ucap Theo sambil mempererat pelukannya.
"Tidak, masih." jawabku singkat dan seolah tak peduli.
"Ha~ lalu kenapa kamu berlari di hutan? Saat tau udaranya sangat dingin di malam hari?"
"Aku ingin kabur, bukankah kamu yang mengatakan itu sebelumnya?!" ucapku dengan penuh nada acuh.
"Pfffttt, padahal aku cuma bercanda sebelumnya. Tapi ya, bi Teresia bilang beberapa hari ini kamu hanya melamun di depan jendela. Jadinya berasumsi bahkan kamu akan pergi dari sini" jelas Theo sambil terus memeluk badanku.
"Emeline... Kamu sungguh melupakan semuanya? Bahkan melupakan tempat ini?" tanya Theo sedikit manja dengan kepalanya yang dia terus gerakkan di sekitar pipiku.
"Apa? Ingat apa! Bahkan aku belum pernah bertemu denganmu sebelumnya Theo? Kenapa kamu bisa berpikir jika aku ingat tempat ini?" tanyaku balik dengan pertanyaan bertubi-tubi.
"Ha... Memang kadang ada yang harus hilang. Emeline, dulu aku melamar kamu di sini bahkan kamu lupa itu?" ucap Theo yang membuatku lansung menatapnya tak percaya.
"Apa? Apakah kamu tak percaya?" tanya Theo kembali saat melihat ekspresi ku.
"Kamu pikir ada orang yang percaya dengan bualan seperti itu?"
Theo tanya terdiam, melihatku dalam. Tak ada yang dia ucapkan, hanya kecupan lembut yang Theo lakukan pada dahiku.
"Aku tak bisa menyangkal, kamu memang melupakan semuanya. Maafkan aku aku tak bisa menjagamu saat itu, tapi saat ini aku sudah kembali. Aku berbeda dari yang dulu, dan aku janji akan melindungi mu. Justru takdir berkata lain, bahkan kamu tak ingat aku, atau kenangan kita dulu" jelas Theo dengan mata yang sedikit berair.
...–––––AUTHOR–––––...
Jangan lupa tinggalkan jejak maniez....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments
ダンティ 妹
udh lama bngt ini cerita ampe lupa , tpi tetap semangat thor buat cerita ya
2021-12-06
2
vivian
hehehehe apa mungkin itu kaya ceritanya dea di cerita sebelah 😳😏 Hilang ingatan🙂
2021-12-06
2