Aku mulai duduk di meja makan, dengan Theo yang duduk di seberang kursi milikku. Kami tak saling bicara, bahkan menatap. Hanya sebuah suasana hening, dengan rasa canggung yang amat dalam.
"Ayolah! Kenapa kalian hanya diam? Bukankah tadi kalian saling menangis dan berpelukan?" ucap Dergaz.
Dergaz adalah laki-laki yang tadi datang dengan Theo. Dia adalah tangan kanan Theo, tak tau lebih lanjut. Tapi saat apa yang di katakan Dergaz barusan, membuatku memerah padam.
...FLASHBACK...
Aku mulai tersenyum, dengan tangisan yang aku tahan tapi tak bisa dengan air mata yang keluar. Tak ada sepatah kata, dengan pistol yang sudah siap untuk di tarik pelatuknya.
"Tak bisa... Aku tak bisa melakukannya" sebuah suara dari Theo, yang membuatku membiarkan mata.
"Ayolah Theo, banyak wanita di luar sana kamu bisa menemukan banyak wanita seperti dia lagi nantinya" ucap Dergaz, dengan mengambil pistol dari Theo kemudian mengambilnya.
"Orang yang payah, sudah aku bilang dia berbeda" lanjut Dergaz dengan masuk meninggalkan kami berdua.
Seketika aku tersungkur, duduk di hadapan Theo. Kakiku yang aku rasa kini bahkan tak bisa aku gerakan. Aku takut, juga tak tau harus melakukan apa. Saat kematian, sekali lagi ada di tangan orang yang tak aku kenal.
"Emelin? Bisakah? Kita memulainya kembali?" tanya Theo sambil memenangi wajahku.
Menadahkannya ke atas, mengarah tepat ke wajahnya. Terlihat tampan dan sempurna seperti biasa, aku tak tau harus apa. Rasanya pikiranku tengah kacau sekarang.
"Aku... Aku ingin pu-" ucapanku terhenti, digantikan dengan mata yang membuat sempurna. Dimana Theo mencium bibir ku.
"Jangan, jangan sekarang. Ini rumahmu bukan? Oke Emeline? Sekarang ini rumahmu" kata Theo menyejajarkan tubuhnya dengan badanku.
"Kumohon... Maafkan saya, saya ingin pulang. Saya tak ingin digunakan kembali, saya tak ingin terus menangis sepertinya ini, saya tak ingin merasakan ketakutan, saya ingin pulang.... " ucapku dengan pelan dan terbata.
"Dengar, kamu tak butuh siapapun. Kamu hanya butuh aku, begitu pula sebaliknya. Tak perlu orang lain, hanya kita berdua. Paham?" kata Theo dengan penuh penekanan.
"A–!" belum sempat aku berkata apa-apa, lagi-lagi sebuah ciuman mengarah tepat di bibir ku.
Lama, dan mulai dalam. Theo tak ingin melepaskannya, bahkan semakin lama justru lidah Theo semakin bergerak dengan leluasa.
"Theo... Ah..." bahkan aku ingin mengucapkan untuk berhenti, tapi tak bisa.
...FLASBACK END...
Semakin aku mengingatnya, semakin jelas pipiku akan memerah. Entah apa yang di yang aku pikirkan, melihat Theo menambahkan ku untuk memalingkan wajah.
"Dergaz, cukup atau kamu selanjutnya yang akan saya gampar mukanya" ucap bi Teresia tiba-tiba datang dengan membawa makan siang.
"Loh! Mama Teresia kenapa! Gambar aja tu Theo, benar gak?" kata Dergaz dengan tatapan mencemooh menatap Theo.
"Kenapa kamu menatapku seperti itu bodoh!" kata Theo menyadari tatapan Dergaz.
"Tidak ada, jadi Emeline? Apa akan kamu lakukan selanjutnya? Apakah kamu akan menerima lamaran bujang tua ini?" tanya Dergaz padaku, membuatku langsung tersedak air yang sedang aku minum.
"Ma... Maaf?!" kataku dengan penuh penekanan, saat terkejut dengan apa yang Dergaz katakan.
"Lupakan saja, Dergaz juga tak tau apa yang dia ucapkan" kata Theo dengan melanjutkan makanannya.
"Heh-! Apakah kamu lupa? Bukankah tadi... Dia bilang hanya cukup kalian berdua tak perlu yang lain? Lalu... " ucapan Dergaz menggantung, dengan telunjuknya menunjuk bibirnya sendiri.
Seketika aku langsung menundukan wajah. Menyimpan pipiku yang sudah berubah menjadi merah bata. Aku tak tau apa yang harus aku lakukan. Hanya sebuah nada gemetar, yang bahkan tak bisa aku ucapkan untuk keluar.
"Jangan hiraukan dia Emeline, kamu ingin apa?" tanya Theo dengan menatap wajahku.
Awalnya saku ragu untuk mengucapkan ini. Tapi sepertinya Theo serius untuk mengucapkannya.
"Aku ingin pulang... " kataku dengan sedikit nada pelan dan sangat perlahan.
"Hm? Aku tak Mendengarnya" ucap Theo memiringkan wajahnya.
"A-Aku ingin pulang! Bukankah aku sudah bilang sebelumnya?" tanyaku kembali dengan nada yang lirih di akhir.
Saat Theo memiringkan kepalanya, itu justru sangat menakutkan. Dengan tatapan senyum yang berbeda dari sebelumnya, ini menakutkan.
"Kamu ingin pulang? Emelin? bukankah aku selalu bilang kamu sudah di rumah sekarang" kata Theo dengan penuh aura penekanan.
Aku langsung memalingkan wajahku, dengan sedikit mengerucut kan bibir tanda kecewa. Aku tak berani berbicara langsung dengan Theo, hanya palingan wajah dan umpatan dalam pikiran.
"Jika seperti itu, kenapa kamu bertanya padaku?" gumamku perlahan-lahan.
...BRAK.... BYUR.......
Aku terkejut akan hal itu, tiba-tiba Theo mendobrak meja, lalu mulai menyiramkan air minum padaku. Bukan hanya Theo yang terkejut di sini bahkan Dergaz dan bi Teresia juga sama membulatkan mata.
"Wow! Theo kamu jangan kasar begitu dengan pe-"
...BUG...
Sebuah bogem mentah melayang pada Dergaz saat dia akan membantuku berdiri.
"Menjauh darinya" kata Theo dengan nada tak suka melihat Dergaz yang mencoba untuk membantumu.
"Ck! Sifat aslimu keluar juga Theo! Jangan pukul aku begitu, lagipula kamu yang menawarkan dia ingin apa!" kata Dergaz tak kalah marah dengan Theo.
Mereka mulai beradu mulut, saat ku tersadar bi Teresia mulai menggandeng wajahku. Dia mengisyaratkan jika aku harus diam, dengan telunjuk yang berada tepat di bibirnya.
"Mama.... Aku membawanya kemari dan membiarkanmu ikut campur, tapi tidak sejauh ini" Kata-kata Theo yang terucap, saat sadar aku tengah di gandeng pergi oleh bi Teresia.
...CRANK...
Keadaan benar-benar kacau sekarang. Theo melemparkan gelas tepat di hadapanmu, melewati wajahku dan pecah di dinding belakang punggung ku.
"Berhenti di sana atau selanjutnya akan tepat sasaran" ucap Theo mulai menghampiriku.
"Theo! Apa yang terjadi! Kenapa kamu marah seperti ini! Tenangkan diri kamu dulu!" teriak Teresia mencoba untuk menenangkan Theo.
...GRAB...
Tanpa memperdulikan perkataan bi Teresia, Theo tiba-tiba menggenggam tanganku.
"Theo, katakanlah sesuatu kamu tak harus marah untuk apa yang Emeline katakan tadi!" teriak Dergaz masih berusaha untuk menahan tangan Theo.
"Diamlah! Urus saja urusanmu!" kata Theo dengan penuh penekanan tak suka.
"Kamu juga urusanku Theo!" kata Dergaz menanggapi dan mulai membentengiku dengan badannya.
"Cukup Dergaz, ak-"
"Aku gak bercanda Theo! Ada yang harus kita bicarakan! Jika kamu ingin membawanya tenangkan diri kamu dahulu!" kata Dergaz dengan menggenggam tangan Theo yang tengah menggegam tanganku.
Tak ada tanggapan dari Theo, hanya sebuah tatapan sinis. Begitu pula dengan Dergaz, hanya sebuah tatapan tak bersuara.
Sisi lain dari Dergaz, bagaimana sifat aslinya keluar membuat dia bisa bertahan di sini.
"Akh! Terserah kalian saja sialan!" decak Theo mengacak rambutnya, dan mulai pergi.
Aku tak tau apa yang terjadi, perubahan sifat Theo yang tiba-tiba membuat instingku mulai sadar. Theo benar-benar orang yang berbahaya.
___________________________________________________
...AUTHOR ...
Hallo semuanya, makasih yang udah mampir dan terus favorit buku ini di rak kalian. Jujur aku sibuk bngt, dan pikir mau berhenti aja gituan nulisnya, tapi melihat kalian yang kek masih banyak fav dukung like sama komennya, buat aku gak tega tinggalin kalian. Pokoknya! Pokoknya buat kalian author mau ucapin banyak-banyak makasih, udh nunggu atau yang gak sengaja nunggu. Terus like, komen, kritik, saran, dengan bahasa yang sopan ya? karena dengan like, komen kalian buat author lebih semangat lagi buat lanjutin meski gak teratur juga.
. SEE YOU NEXT PART
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments
Vitry Aruviwiny
mengerikan
2022-02-10
1
vivian
Jill kutunggu tunggu dirimu akhirnya muncul juga di permukaan🤤 semangat terus yah buat updatenya
2021-12-05
3
☆El~
lanjut thor
semagat aku suka alur cerita nya
2021-12-05
2