Ya, mimpi yang sangat aneh. Dari kenangan lama yang kini aku mulai lupa. Ya, kini aku mulai mengingatnya, awal bertemu dengan Theo adalah suatu ketidaksengajaan.
Saat kembali aku dari toko toserba duapuluh empat jam, melihat Theo sudah tak ada di tempat duduknya. Jujur saat itu aku sedikit takut jika dia kembali di ganggu. Tapi sebuah catatan, dengan kotak plester di tinggal di sana.
Tunggu aku, pesan singkat dalam secarik kertas.
Aku tak terlalu memperdulikan itu. Aku mulai kembali, dan tertidur lelap di kamarku. Hingga teringat, seseorang mulai memjamah badanku.
Rasanya aneh, saat ada sesuatu yang masuk ke mulut ku. Aku tak bisa merasakan tangan dan kakiku. Semuanya gelap, hingga merasakan bagian bawah mulai terasa dingin di sana.
"Ingat aku?"
"Akh!" teriakku saat aku terbangun dari tidurku.
Mimpi yang aneh sekali, merasakan itu sangat nyata terjadi. Tapi di sisi lain aku juga bisa mengingat bagaimana aku dan Theo bisa bertemu.
"Selamat pagi.... " sebuah sambutan yang tak ingin aku dengar.
Theo, menyambut dengan senyumannya, tak tau apa yang terjadi tapi bagian atasnya kini sudah tak berbusana. Dengan terus memainkan rambutku, sesekali mengecup dahiku.
"Tak perlu seterkejut itu, aku biasa tidur di sini bukan?" tanya Theo sambil kembali mencium kepalaku.
"Sejak kapan kamu ada di sana?" tanyaku saat aku ingat tadi malam akulah yang memeluk Theo, kepala Theo tepat ada di dadaku tapi kenapa sekarang malah terbalik.
"Dimana? Dari tadi malam aku di sini. Ah, kamu pasti berpikir sejak kapan aku merubah posisi ini? Ya, saat aku mimpi indah seseorang berbisik aku ada di sini. Rasanya sangat menyenangkan, aku membuka mata dan aku melihat sepasang dada" jelas Theo dengan kekehan pelan
Dengan cepat pipiku memerah, paham apa yang terjadi. Tak ingin terlalu peduli, aku memalingkan wajah dan bersiap untuk pergi.
"Eh-! Mau kemana?" tanya Theo sambil memegangi tanganku.
"Ingin sesuatu untuk di makan, aku lapar" kataku dengan cepat, berusaha untuk menarik tangan ku.
...GRAB...
Sebuah genggaman tangan Theo, lalu mulai menarik badanku membuat dia bisa memelukku.
"Apa ini!" kataku terkejut.
"Apa? Kamu yang apa, masih pagi kenapa ingin makan? Apakah tadi malam kamu tak makan?" tanya Theo dengan mengeratkan pelukannya, lalu mulai memainkan rambutku.
"Tadi malam aku tak lapar, dan... " kataku menggantungkan ucapan.
"Tadi malam kenapa hm?" tanya Theo menciumi tengkuk, dan beralih ke pipi.
"Hentikan itu! Itu geli Theo! Tak apa tadi malam aku hanya tak ingin makan" kataku dengan berusaha untuk menyingkirkan wajah Theo dari wajahku.
"Kenapa? Aku suka ini, katakan apa yang tadi malam kamu bicarakan dengan Dergaz?"
"Kami tak berbicara apapun"
"Bohong.... " kata Theo dengan suara yang kecil, lalu mulai menjilati leherku.
"Su- Akh... Theo ini geli, tolong hei!" ucapku saat Theo tak menghentikan aksinya, dan justru terus menambah intensitas nya.
Tak lama, tangan Theo kembali berulah, saat kini tangannya menyibakan sedikit bajuku dan mulai mengelus perutku.
"Hentikan, Theo aku mohon.... " rintihku saat ulah Theo makin menjadi saja.
"Hentikan apa? Aku menyukainya" ucap Theo sambil terus melakukannya.
Tiba-tiba Theo langsung menghentikan aksinya. Tatapan lurus kedepan, lalu mulai menaruh kepalanya di bahuku.
"Kenapa?" tanyaku saat perubahan Theo secara tiba-tiba.
"Kamu ingat aku Emelin? Aku sangat ingin kamu mengingatku" kata Theo, lalu menggenggam tanganku dan meletakkan ke pipinya.
Aku teringat mimpi semalam, saat aku bertemu dengan Theo dalam sebuah ketidaksengajaan. Memang banyak yang aku lupakan, aku tak mengira ini Theo yang sama yang aku temui dulu. Perasaan dulu Theo berbadan kurus, tangannya lembut dan tak jago bertarung. Tapi kenapa sekarang, secara fisik dia sangat berubah.
"Kenapa hanya diam?" tanya Theo membuyarkan lamunanku.
"Tak ada, mungkin aku mengingat sesuatu" ucapku dengan pelan karena tak yakin.
"Sungguh! Apa yang kamu ingat!" teriak Theo menatapku dengan antusias.
Aku menatap Theo dengan tatapan sayu, lalu memalingkan wajahku. Aku tak yakin Theo yang Aku temui saat itu adalah Theo yang sama dengan yang ada di depanku.
"Tak ada, mungkin hanya berpikir kalian dua orang" kataku kembali dengan nada pelan.
"Ha-? Dua orang?! Emelin! Apakah kamu bertemu dengan Theo yang lain!" teriak Theo merasa terkejut.
"Aku tak yakin, aku sepertinya pernah menolong seseorang. Namanya Theo, tapi tentu dia berbeda denganmu. Dia terlihat orang yang baik dan lembut, dia juga berbadan kurus, lalu suaranya sangat manis. Itu sangat berbeda denganmu" jelasku.
Saat itu Theo hanya diam, tak mengatakan apapun. Mungkin sama seperti ku saat ini, Theo sama-sama bingung.
"Bodoh, sudah aku bilang akan melindungi kamu jika aku tak berubah siapa yang akan melindungi mu. Tubuh kecil itu, tak akan membuatku kuat untuk bisa menjagamu" kata Theo di sela keheningan.
Saat itu juga Theo langsung mencium ku. Tak ada kata yang keluar, ciuman lembut berbeda dari sebelumnya. Lidahnya perlahan masuk, dan mulai bergerak di dalam mulut ku. Tapi kali ini aku benar-benar menikmatinya. Tak seperti sebelumnya, aku merasakan terpaksa karena sikap kasar Theo. Yang sekarang aku justru merasakan sisi lembutnya.
"Setidaknya, kamu ingat sebelumnya. Itu cukup" ucap Theo sambil melepaskan pagutannya.
Pipiku memerah saat ini, sungguh ini masih pagi hari tapi rasanya sudah banyak hal terjadi.
"Tadi malam, aku pergi ke luar. Apa yang kamu bicarakan dengan Dergaz?" tanya Theo dengan suaranya baddas nya.
"Tak ada, hanya sesuatu tentang kelurga mu" jawabku dengan nada pelan.
"Keluarga ku?" tanya Theo kembali.
Tak berselang lama Theo menatapku, lalu mulai menyibakkan tangan ke lehernya. Sedikit menghela nafas kasar, lalu mulai tersenyum perlahan.
"Keluarga ku? Aku tak punya keluarga Emelin. Aku hanyalah anak pungut karena anak kandung mereka sama sekali tak berguna" ucap Theo sedikit senyum kecut.
"Jika aku tau akan berakhir seperti ini, mungkin aku tak ingin di adopsi sejak awal" lanjutnya sambil memeluk tubuhku kembali, dan mulai menggerakkan kepalanya di pipiku.
Rasanya Theo saat ini seperti anak anjing. Dia bersikap manja, dengan sesekali lidahnya berulah menjamah leher, tengkuk dan sesekali telingaku.
"Sial! Jangan lakukan itu, geli Theo" kataku mencoba untuk memberontak.
"Pffftt.... Sejak kapan kamu berlatih mengumpat?" tanya Theo dengan kekehan pelan.
"Saat aku ingin kabur, dan selalu saja gagal" kataku dengan nada kesal.
"He? Emelin.... Aku harap kamu tak kabur karena tau aku bukanlah anak kandung keluarga Kavaleri" kata Theo menatapku perlahan.
"Jika aku ingin kaburpun, apakah kamu akan membiarkan itu?" tanyaku kembali menatap Theo balik.
Theo nampak terkejut dengan jawabanku. Dia justru tersenyum perlahan, lalu mulai tertawa keras.
"Ya! Aku tak akan membiarkannya" kata Theo dengan penuh semangat dan mulai memelukku dengan erat.
.......
.......
.......
.......
.......
...–––––AUTHOR–––––...
Hallo semuanya, makasih yang udah mampir dan terus favorit buku ini di rak kalian. Beberapa hari ini kek idenya lagi ngalir aja gitu, Othor harap ceritanya gak berbelit dan kalian suka. Karena beberapa idenya ngalir di saat yang tak terduga. Pokoknya! Pokoknya buat kalian author mau ucapin banyak-banyak makasih, udh nunggu atau yang gak sengaja nunggu. Terus like, komen, kritik, saran, dengan bahasa yang sopan ya? karena dengan like, komen kalian buat author lebih semangat lagi buat lanjutin meski gak teratur juga.
. SEE YOU NEXT PART
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments
vivian
buat mereka terus bersama Jill
2021-12-08
7