"Emelin?" tanya laki-laki itu.
"Eh-?" sebuah ungkapan, hanya itu yang bisa aku keluarkan.
Aku tak tau siapa dia, tapi kenapa dia bisa mengenaliku. Di sisi lain aku mempunyai kesempatan untuk lari, tapi di sisi lain aku masih takut dengan Theo.
"Eh-? Hanya itu? Kamu Emelin Emueis kan? Aku temennya Bila. Kamu masih hidup, berapa lama kamu pergi? Bentar aku akan menghubungi Bila dak memberitahu jika aku telah menemukanmu" kata laki-laki itu panjang.
Bibirku setengah terbuka, dengan menatap Theo yang hampir selesai pesanannya.
"Sial, kenapa dia tak jawab. Tapi Emelin, setidaknya aku menemukanmu sekarang. Ayo aku a-"
...GRAB...
Cekalan tangan Theo, menahan tangan laki-laki yang ada di depanku agar tak membawaku pergi.
"Maaf, sepertinya anda tak memiliki sopan santun karena menyentuh pasangan seseorang" kata Theo dengan nada marah.
"Akh! Ma-Maaf, itu terlalu kuat kawan. Seperti ini, dia adalah Emelin Emueis kan? Aku melihatnya, dia tengah di cari karena hilang. Ini memang sudah lama, tapi melihat ekspresi sepertinya dia memang E-"
"Apakah kamu pernah bertemu dengan dia sebelumnya?" tanya Theo padaku menyela pembicaraan laki-laki itu.
Aku sedikit takut dengan tatapan Theo, bagaimanapun juga Theo bisa berubah seketika.
"Ak-"
"Kamu tak kenal dia kan?" tanya Theo menyela ucapanku dengan nada yang menekan.
Sungguh Theo sedang marah kali ini, bahkan bibirku yang semula terbuka kini merapat kembali. Aku menelan salivaku kasar, dengan mata yang memerah berharap laki-laki di depanku ini sadar.
"Hei! Kamu membuatnya takut!" kata laki-laki itu, menyingkirkan badan Theo agar menjauh dariku.
"Kamu Emelin Emueis kan? Bila bilang kamu di ikuti pengantit beberapa hari, ap-"
"SIALAN!"
...BUK...
Pukulan kuat melayang dari tangan Theo tepat ke wajah laki-laki itu. Sontak semua pandangan orang tertuju pada kami.
"Sialan! Jika kamu tak punya pasangan, jangan menggoda pasangan orang!" teriak Theo langsung menarik tanganku, dan membuatku berdiri.
"Kamu! Kamu pen-"
...BUK...
Lagi-lagi pukulan keras melayang pada orang itu, tapi bedanya sekarang adalah laki-laki berbadan besar dengan pakaian seperti pengunjung pada umumnya.
"Bereskan dia" kata Theo, langsung menggandeng tanganku agar pergi menjauh.
"Theo tunggu! Ini sa-"
"Hukuman mu ada di rumah Emelin, ada banyak hal yang ingin aku tanyakan" kata Theo menarik wajahku.
Wajah Theo benar-benar marah sekarang. Urat nya bahkan terlihat jelas di bagian lehernya. Aku tak tau apa yang terjadi, sekilas melihat kebelakang dengan pemandangan laki-laki yang tengah di rundung beberapa orang.
"Kenapa kamu melihat dia? Dia pacarmu sebelumnya?" tanya Theo kasar, langsung memeluk badanku agar tak bisa melihat kebelakang.
"Apa... Apa yang kamu lakukan.... " tanyaku dengan nada gemetar.
Aku pikir Theo telah berubah, berpikir Theo mengizinkanku keluar. Namun semua itu hanyalah ilusi tetap saja orang-orang berbadan besar itu adalah bawahan Theo yang sedang menyamar.
Aku tak tau, Theo langsung melaju dengan sangat kencang sesaat setelah kami sampai di mobil. Dia mulai memotong jalan, bahkan tak menghiraukan pemudi di depannya.
"Theo! Apa yang kamu lakukan! Berhati-hatilah!" teriakku terus sambil menundukkan kepalaku karena tak bisa menatap kedepan.
Sampainya di rumah, Theo langsung menyeret tanganku. Aku berusaha menyeimbangi langkah Theo yang tentu saja lebih cepat dariku.
"Theo, aku mohon pelan sedikit kita bi-"
...PLAK...
Tamparan kuat, tepat membuatku tak bisa melanjutkan ucapanku.
"Siapa... Siapa dia Emelin! Katakan!" teriak Theo sambil menjambak rambutku, agar membuat wajahku menatap kearahnya.
"Aku, aku tak tau lepaskan ini sakit..." titahku berusaha untuk menyingkirkan tangan Theo.
...PLAK...
Tamparan kedua Theo, tapi sekarang lebih sakit karena rambutku di jambak olehnya membuat rasa perihnya lebih hanya sekedar tamparan.
"Satu tamparan untuk satu kebohongan, katakan yang sebenarnya kamu ada hubungan apa dengan laki-laki tadi?" tanya Theo kembali dengan wajah marahnya.
"Aku tak tau sungguh!"
"Kenapa kamu masih saja berbohong Emelin!" kata Theo dengan pelukan kasar, membuat tubuh kami dekat.
"Kenapa... Kenapa kamu bisa perhatian kepada dia, dan menatap balik saat dia sedang di pukuli?"
"Orang pada umumnya juga akan melakukannya Theo! Pasti orang normal akan merasa kasian dan ingin mem-"
"Bukan orang normal Emelin! Itu kamu! Hanya kamu! Lihat! Orang banyak di sana bahkan tak peduli dengan kehadirannya. Bisakah... Kamu jangan membiasakan itu Emelin? Aku tak suka. Tatapan penuh perhatian dan khawatir, hanya untukku saja...."
"Jika aku menghentikan kebiasaan ini mungkin kita tak akan bersama Theo" kataku dengan nada datar, menundukan kepalaku ke bawah.
Aku muak dengan Theo, dia bersikap kasar dan merasakan cemburu yang membuatnya bersikap kasar padaku.
"Apa, apa yang kamu bilang?" tanya Theo menatap bingung ke arahku.
"Lepaskan, aku muak Theo" ucapku mencoba untuk melepaskan pelukan Theo.
"Tidak! Katakan! Ada-"
"Aku menyesal karena telah membantumu waktu itu! Sebuah uluran tangan yang membuat seseorang terobsesi padaku, aku harap aku tidak pernah menolongmu waktu itu!" teriakku seraya melepaskan pelukan Theo.
Theo menatapku dengan tatapan kosong. Tak ada yang dia katakan. Entah dia berpikir, atau masih marah aku juga tak mengetahuinya. Yang aku tau, aku muak dengan permainan Theo saat ini.
"Cukup? Jika kamu tak ingin bersamaku, maka tak ada yang bisa bersamamu oke? Emelin.... " mata Theo dengan menodongkan pisau ukuran sedang tepat ke arahku.
"Darimana kamu mengambil itu..." kataku pelan.
Dengan cepat aku mencoba untuk lari ke dalam rumah.
"Hei... Hei Emelin, kenapa kamu lari bukankah kamu sudah muak kali ini?" tanya Theo seketika saat melihatku berlari.
'Dia orang gi-'
"AKH-!" teriakku spontan saat merasakan pisau itu telah menamcap di salah satu kakiku.
'Dia.... Dia melemparnya?' kataku batin tak percaya, saat aku dan Theo masih cukup jauh jarak nya.
"Jangan lari Emelin? Atau salah satu pisau lagi akan menamcap ke bagian yang lain" kata Theo seraya mengambil salah satu pisau, yang dia sembunyikan di kakinya.
'Sial, aku tak bisa menariknya, ini sangat dalam' kataku berusaha untuk menarik pisau yang telah menamcap di kakiku.
"SUDAH AKU BILANG JANGAN BERGERAK!!"
...JLEB...
"AKH!!!" teriakku spontan saat tanganku kini juga di tancapkan pisau secara langsung oleh Theo. Lebih tepatnya, salah satu tangan yang aku usahakan untuk menarik pisau yang ada di kakiku.
"Ini.... Sakit... " rintihku saat memenangi tanganku dimana ada pisau yang menamcap di sana.
Seperti mati rasa, tak bisa aku gerakan dan hanya rasa sakit yang aku rasakan. Aku berusaha untuk mengatur nafasku, saat ini semua benar-benar di luar kendaliku.
...SRAK...
Tarik Theo kuat, di pisau yang tengah tertancap di kakiku.
"Si... Sial!" umpatku saat aku benar-benar serak dan tak bisa untuk teriak.
"Bukan aku, tapi kamu" kata Theo bersiap untuk menusuk badanku.
Aku menatapnya, bahkan kali ini kematianku benar-benar akan datang. Pisau yang di lumuri darah bekas yang tertancap di kakiku.
"Selamat ti"
"THEO!"
...BRAK...
"AKH!" teriakkan Dergaz yang entah datang dari mana, memeluk Theo membuat badan mereka terjatuh ke lantai. Di saat yang bersamaan, bahu Dergaz juga tertancap oleh pisau yanga ada di tangannya Theo.
"Pergh, akh! Ce... Pat! Emelin!" teriak Dergaz mencoba untuk menahan Theo yang tengah meronta.
"Berisik! Kenapa kamu selalu menggangu!" kata Theo terus memukul Dergaz.
"Cepatlah ke kamar! Aku tak bisa menahannya lebih lama!" teriak Dergaz terus padaku.
"Der-"
"CEPATLAH!"
Teriakkan tersebut benar-benar membangunkanku. Aku mencoba untuk berlari tertatih dengan menyeret salah satu kakiku. Seperti orang pincang, yang membuatku tak bisa berjalan dengan cepat.
"Pergi! SIALAN!" teriak Theo menggema sebelum benar-benar aku tak bisa dengar setelah masuk. kamar.
Air mataku terus bercucuran, dimana menahan perih dan sakit yang aku rasakan. Sedikit memerosotkan badanku ke bawah.
Beberapa saat kemudian aku teringat ada kotak p3k di nakas, dengan perlahan dan sisa energi yang aku punya aku berjalan.
...BRAK...
Suara tubuhku yang tersungkur ke lantai.
"Sial.... Sepertinya... Tak bisa" kataku menahan mata yang lama kelamaan mulai menutup secara perlahan, dan aku mulai kehilangan kesadaran.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments