Dengan menikmati angin, aku mulai menutup mata. Menikmati angin sambil mengingat masa kuliahku lalu. Aku sangat berusaha untuk masuk ke sana, aku juga mulai belajar sejak lama. Aku selalu meyakinkan kedua orang tuaku, jika aku baik-baik saja.
Ah! Ngomong-ngomong tentang orang tua, bagaimana mereka? Apakah mereka mencari ku? Ataukah tidak? Itu bahkan aku tak tau. Theo tau caranya menyembunyikan orang, bahkan seketika aku merasakan aku seperti terisolasi sendirian. Tak ada informasi apapun yang aku dapatkan, ini aku bahkan tak tau di mana ini.
"Hanya ada satu pilihan" itulah yang selalu aku pikirkan.
Bukankah itu sudah jawaban dari Theo, bahwa dia tidak akan pernah melepaskan ku hingga aku meninggal. Aku sedikit membuka mataku, saat aku merasakan pagar yang dibuat untuk membatasi balkon ini sangatlah menghalangi ku.
'Apa yang kamu pikirkan? Bukankah dia tidak akan melepaskan mu hingga kamu meninggal? Apa yang lebih sulit dari ini, siksaan atau kematian? Semuanya sama-sama menyakitkan' itulah yang aku pikirkan, sambil melihat ke bawah di mana tidak banyak orang berlalu lalang.
Banyak orang-orang memakai jas hitam, dengan pakaian rapi. Diam tak bergerak di sekitar gerbang, lalu ada juga di bawah balkon. Rencana keluar dari sini adalah kurang dari satu persen. Dengan aku tak memiliki pengalaman apapun, atau bahkan kemampuan bertarung. Jangankan bermimpi untuk kabur, bahkan keluarga dari kamar ini saja aku tak mampu.
"Ayo... Kita lakukan...." ucapku pada diriku sendiri.
Seketika aku mulai menaiki pembatas balkon, mulai berdiri sambil menutup mataku sendiri. Aku semakin merasa hilir angin yang terus menerpa wajahku, merasakan kehangatan angin di antara dinginnya musim.
Tenang, sungguh menenangkan. Satu langkah kembali maka aku akan terbebas dari sini.
"Emelin!" Teriak seseorang yang memanggilku dari belakang.
Itu adalah Theo, entahlah dia menampakkan wajah yang seperti apa. Terkejut? Cemas, tidak dia pasti Marah. Kenapa yang membuatku seperti ini? Itu karena salah Theo. Semuanya salah Theo, dia awal dari kehancuran diriku sendiri. Membuatku tidak menikmati kehidupan ku lagi. Awal dari semua ini, dan pertanyaan yang selama ini belum aku temui.
"Emelin!" teriak Theo kembali, sambil berlari ke arahku.
Terlambat, karena semua yang aku lakukan ini karena Theo. Bukankah, jika aku bunuh diri di sini, karena Theo yang membunuhku. Ini semuanya adalah salah Theo, ini karenanya.
Aku mulai tersenyum simpul sambil melihat ke arah Theo. Aku melihatnya berlari, dengan melemparkan barang yang di bawa. Ekspresi yang belum pernah aku lihat sebelumnya, dan saat yang sama kaki ku mulai melangkah maju. Menentukan pilihanku, dan pergi dari tempat ini.
"Sial! Apa yang kamu lakukan bodoh!" teriak Theo saat berhasil menangkap ku.
Sejak kapan tanganku bisa si gapai olehnya. Aku hanya diam, sambil melihat Theo yang terus memegangi tanganku.
"Kenapa! Kenapa hanya diam! Sialan, cepatlah!" teriak Theo kembali sambil mengulurkan salah satu tangannya.
"Hanya ada satu pilihan bukan? Ini pilihanku, terimakasih..." jawabku dengan pelan, sambil tersenyum ke arah Theo.
Terlihat wajah Theo yang terkejut melihatku. Tak ada ucapan ataupun umpatan yang keluar dari mulutnya seperti tadi. Wajahnya benar-benar terkejut, matanya membulat sempurna aku benar-benar akan merindukan eskpresi seperti ini.
"Sayonara..." lanjut ku kembali sambil memegangi tangan Theo yang menahanku, dan mulai memberontak agar dia melepaskan ku.
Sial, dia tidak akan pernah peduli. Bahkan saat ini tanpa adanya perlawanan, dia mulai melepaskan tangannya.
Inilah keadaan yang sebenarnya, tanpa sadar aku terlalu berharap dia akan tetap mempertahankan tangannya. Tapi dengan mudah dia melepaskannya.
Tubuhku mulai terjatuh bebas ke bawah. Theo, Theo Walcott itulah wajah yang terakhir aku lihat. Alasan kenapa aku sampai di sini, dan mulai merasakan sakit kembali. Aku akan mengingatnya selalu, bahkan jika aku sudah tiada aku akan terus mengingatnya.
BRAK
Terdengar suara tubuhku yang mulai terbentur dengan benda lainya, bukan tanah ataupun pafing melainkan hal lain.
"Tuan saya sudah menangkapnya" Teriak seseorang bertubuh sedikit besar, dengan pakaian dan jas rapinya.
Tanpa sadar aku tidaklah terjatuhnya di melainkan di tangkap olehnya.
"Eh-? Kenapa kamu menangkap ku dasar bodoh!" teriakku sambil memberontak.
"Bagus! Aku akan kebawah, terus tahan dia!" teriak Theo dari atas.
Hanya anggukan singkat yang di lakukan oleh orang yang menangkap ku. Dia terus memegangi ku, dengan cara memelukku. Tidak sakit, ataupun kuat terasa tapi... pegangan ini sangatlah kuat hingga aku tak bisa melepaskannya.
"Bodoh! Aku mohon... Kamu Tak lihat kah... Dia akan membunuhku sekarang... Badanku saja sudah banyak luka karena orang itu, aku mohon padamu..." ujarku dengan wajah yang memelas melihat ke arah penjaga tersebut.
Dia hanya melihatku sekilas, tak merasa peduli laku beberapa saat terdengar langkah kaki yang menghampiri kami. Bahaya, itu adalah Theo. Dia akan membunuhku dengan tangannya sendiri, lebih baik mati bunuh diri daripada aku mati do tangan Theo. Dia... Dia pasti akan menyiksa ku dengan perlahan.
Mataku membulat lebar saat Theo sudah hampir sampai.
"Tak bisakah kamu lihat! Dia akan membawaku kembali ke tempat itu lagi! Biarkan aku pergi atau bun-" teriakkan ku terhenti, saat Theo membalik kepalaku.
Wajahku tepat menghadap kearahnya, dia menatapku datar dengan tatapan yang sulit di artikan. Tidak, jiwaku memberontak tapi aku bahkan tak bisa berbicara atau berteriak saat Theo menatap seperti ini.
"Kenapa kamu sangat ingin mati?" tanta Theo sambil menutup mataku dengan salah satu tangannya.
Di saat yang bersamaan juga, aku merasakan tangan Theo ada di tengkuk ku. Pada saat itulah aku merasakan bibir Theo, mulai menyentuh bibirku. Ciuman singkat, berubah jadi panas saat ciuman Theo bertambah dalam.
'Sial! Aku bahkan tidak bisa bergerak. Theo menahan tengkuk ku, sedangkan penjaga ini masih menjagaku. Aku tak bisa lari, bahkan untuk menyingkirkan ciumannya aku tak bisa!' umpatku dalam hati, berusaha untuk memberontak.
Beberapa saat kemudian aku baru tersebut, jika Theo memasukan sesuatu kedalam mulutku. Ini seperti pil, mungkin saja aku tak bisa melihat itu. Aku berusaha untuk tidak menelannya, tapi sayang ciuman Theo yang membuatnya masuk bahkan tanpa air. Aku cukup terengah-engah, dengan ciuman yang lama ini aku mulai kehabisan nafas. Theo, dia benar-benar tak memberikanku ruang.
Beberapa saat kemudian Theo mulai melepaskan ciumannya, terlihat wajah puas dengan seringai di bibirnya. Saat itu juga kesadaran ku mulai hilang, entahlah nafasku mulai terengah-engah dengan pandangan yang kabur. Aku tak tau ini efek ciuman tadi, atau justru pil yang Theo paksa untuk aku telan.
Lama-kelamaan aku mulai terdiam, dengan badanku lemas dan lungkai. Tubuhku mulai ambruk, untungnya saja penjaga ini masih memegangi ku. Hingga dalam suatu keadaan, kesadaran ku benar-benar hilang.
"Aku tau apa mau mu, masi kita pergi sekarang ke tempat yang berbeda dari sebelumnya... Sayang..." itulah silir angin yang menyeruak masuk ke dalam telingaku.
Setelah itu, semuanya benar-benar kosong. Hanya rasa hitam legam. Ini menenangkan, tapi saat aku terbangun akan kekangan di neraka, ataupun kebebasan surga. Hal itu bahkan yang masih aku pikrikan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments
yoongi07_💜
Up thor
2021-09-15
2
Pankhurie Alxia
serasa baca curhatan seseorang...
next episode please percakapan nya harus dihidupkan back Thor,. agar para readers senang....🙏
2021-09-11
1
Mie Love
iiih bagus banget gilak
2021-09-11
1