Sore itu Pram terpaksa menuruti keinginan Widya yang mengajaknya dinner sepulang kerja. Berhubung Roby ada keperluan keluarga, terpaksa Pram meminta pak Maman untuk menjemputnya. Ia bertekad, setelah makan malam akan mengakhiri hubungannya dengan Widya.
Walaupun tidak romantis seperti biasa, Widya yakin sesudah dinner, Pram akan mengajaknya shopping. Matanya sudah gatal pengen lihat brand terbaru yang ada di lantai tiga tempat mereka menikmati dinner sekarang.
“Hm..” Pram menyelesaikan makannya, langsung menghabiskan air putih yang berada di hadapannya. Ia menatap Widya dengan perasaan tak menentu, “Aku ingin mengakhiri hubungan terlarang kita. Aku merasa berdosa pada Citra dan anak-anak.”
Widya terperangah mendengar ucapan Pram. Ia menggelengkan kepala dengan cepat. Tak menyangka Pram akan memutuskannya secara sepihak, disaat selangkah lagi ia akan menjadi nyonya boss Angkasa.
“Semenjak kepergian mereka dari rumah, aku merasakan kesepian dan kehilangan…” Pram berkata dengan lirih.
“Tapi aku nggak bisa berpisah denganmu, mas…” Widya memulai jurus manjanya dengan suara mendayu-dayu. “Bukankah kau berjanji akan menikah denganku begitu berpisah dengan istrimu.”
Pram menatap wajah Widya lekat, namun bayangan Citra dan kedua anaknya bergantian mengganggunya. “Kamu masih muda, Wid. Masih banyak lelaki baik yang akan kau temui. Tetapi aku, anak-anakku masih membutuhkanku. Aku mencintai keluargaku.” ujar Pram sambil menghela nafas berat.
Widya mulai mengeluarkan jurus airmata buayanya, “Tapi aku mencintaimu, mas. Aku nggak bisa hidup tanpa kamu. Aku akan berusaha menjadi ibu sambung yang baik untuk anak-anakmu…”
“Kita tak bisa meneruskan hubungan terlarang ini, Wid. Akan banyak hati yang terluka. Terutama Kinar, aku merasa bersalah pada putriku…”
“Bagaimana dengan keluargaku, kedua orangtuaku…” Widya masih berusaha mematahkan keinginan Pram. Ia mulai menangis terisak-isak.
“Sebelum dekat denganku, aku tau kau telah menjalin hubungan dengan Juanda…” ujar Pram akhirnya. Ia memang telah menunggu saat-saat ini, dimana ia akan melihat sejauh apa Widya membohonginya, “Dan sampai saat ini ia masih menunggumu …”
Widya terperangah. Bagaimana Pram bisa mengetahui kedekatannya dengan pengusaha batubara yang berusia di atas Pram itu. Padahal selama ini ia telah bermain cantik.
Pram menatap Widya yang menunduk tak berani membalas mata hitam laksana elang yang siap menerkamnya. Dan Pram sangat bersyukur dengan menghadiri undangan kuliah umum di universitas Trisakti ia bertemu Juanda pengusaha omes dari Kalteng, sehingga pikiran dan hatinya terbuka dan mengetahui kebenarannya. Dan ia mulai mempertimbangkan hubungan mereka.
Ketika itu, saat jamuan makan siang kebetulan ia duduk berdampingan dengan Juanda. Mereka sempat mengobrol ringan masalah keluarga. Pada saat itulah Juanda menunjukkan wallpaper ponselnya seorang wanita yang sedang tidur menyamping, sehingga wajahnya tidak terlalu jelas dan tubuhnya ditutupi selimut.
Pram mendengarkan Hartoyo yang menceritakan kedua anak kembarnya dengan semangat. Perempuan dan laki-laki yang kini berumur 10 tahun. Ia cerita penuh antusias dengan wajah bahagia dan mata berbinar-binar.
Pram hanya menjawab seperlunya tanpa menceritakan keadaan yang sebenarnya. Tak mungkinlah ia menceritakan aib rumah tangganya saat Hartoyo menanyakan keluarganya, karena Pram masih dalam kebimbangan. Saat Hartoyo dan Pram mengalihkan tatapan pada Juanda dan ingin mendengar kisah keluarganya, saat itulah pikiran Pram terbuka.
“Kehidupan percintaanku begitu rumit…” tutur Juanda sambil membelai gambar perempuan itu dengan perasaan berkecamuk.
“Wah, menyedihkan nasibmu. Bro.” Hartoyo menepuk bahu menghiburnya.
Pram penasaran dengan wallpaper Juanda. Ia menajamkan matanya seolah tak percaya dengan apa yang ia lihat. “Tunanganmu?” Pram jadi kepo, karena Juanda mulai membuka foto-foto lain yang tersimpan di ponselnya. Pram melihat sendiri foto mesra Juanda dan Widya dengan berbagai latar, dan berbagai tempat wisata yang ada di Indonesia.
“Namanya Anita Widya Sari. Aku sangat mencintainya.” Juanda menatap foto itu dengan lekat. “Kami sudah berhubungan lebih dari lima tahun, tapi dia selalu menolak saat ku ajak menikah. Padahal segala keinginannya selalu kuturuti. Dan aku sedang mempersiapkan paket honeymoon ke Swiss, jika tahun ini ia menerima lamaranku.”
“Deg.” Jantung Pram berdetak cepat. Ia tak menyangka wanita yang akan ia pilih untuk menjadi pendamping hidupnya ternyata memiliki PIL.
“Mas…” panggilan Widya memutus lamunannya.
“Aku menyesal telah menyia-nyiakan keluargaku hanya untuk kebahagiaan semu.” Pram mengusap wajahnya dengan raut sendu. Ia meraih jus lemon yang masih utuh dan meminumnya hingga kandas tak bersisa.
Widya tersenyum puas melihat Pram menghabiskan jus lemon yang telah ia pesan khusus dengan membayar salah seorang pelayan. Sejak keluar dari kantor jam tujuh tadi, ia mulai merencanakan sesuatu. Ia tak bisa menunggu lebih lama, Pram harus segera menjadi miliknya.
Widya sudah mengetahui bahwa Citra dan anak-anaknya telah pergi dari rumah megah itu. Ia yakin, keinginannya menjadi nyonya Pramono Erlangga Wijaya akan segera terwujud, karena selama empat bulan hubungan mereka, segala kemewahan sudah dipenuhi Pram. Walaupun Pram tak pernah mengizinkan ia berkunjung ke rumahnya.
Tapi saat melihat kehadiran Citra di kantor, serta pertemuan yang tidak mereka sengaja selama beberapa kali telah mengubah pandangan Pram terhadapnya. Sikap Pram yang mesra dan selalu perhatian kini berubah dingin dan datar seperti saat pertama mereka bertemu. Tidak pernah lagi Pram membalas ciuman yang selama ini selalu mereka lakukan sebagai mood booster sebelum mulai bekerja di pagi hari dan saat mengakhiri hari.
Pram merasakan tubuhnya tiba-tiba hangat. Ia menatap Widya tajam. Ia merasa Widya telah mencampurkan sesuatu ke dalam minumannya. Sebelum kewarasannya hilang, Pram dengan setengah berlari keluar dari restoran dan menghampiri pak Maman di basement.
“Mas …” Widya tak percaya melihat Pram yang tergesa-gesa meninggalkannya. Ia menghentakkan kaki dengan kesal.
“Cepat pak. Langsung antar saya ke apartemen Kuningan!” perintah Pram berusaha melepas jasnya dan dasinya dengan kasar. Ia merasa gusar dengan perbuatan Widya yang berusaha menjebaknya dengan cara seperti ini.
“Tuan baik-baik saja?” pak Maman merasa keheranan melihat kelakuan tuannya. Muka Pram tampak merah menahan sesuatu. Ia mempercepat laju mobilnya mengikuti arahan Pram yang gelisah dan mulai melempar jas serta dasinya sembarangan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 37 Episodes
Comments
YuWie
elahhh...itu perempuan yg kau bangga2 kan bisa membuatmu bergairah..ternyata punya PIL..wkkwkkk
2024-11-06
0