Bab 4

Citra berjalan menuju taman kecil di samping rumahnya. Memandang aneka bunga yang ada di taman mengurangi beban di kepalanya. Ia masih malas bertemu muka dengan Pram. Tapi ia harus membicarakan masalah Kinar, karena itu yang sangat mendesak. Kalau dibiarkan akan berdampak tidak baik bagi perkembangan psikologisnya.

Pram memandang Citra dari atas, karena ia berada di kamar Damar. Sudah lama ia tak melihat matahari tenggelam, karena kesibukan yang menyita waktunya. Ia turut merasakan kesedihan Citra tapi tak berani menghampirinya.

Citra mencoba menghubungi Gayatri  istri mas Singgih saudara satu-satunya Pram. Tak  lama telpon langsung diangkat.

“Assalamua’laikum, ada apa dek ?” suara lembut Gayatri membuat hati Citra sedih.

“Mbak dan mas Singgih bisa datang ke rumah ntar malam?”

“Ada masalah penting, ya. Apa kalian nggak bisa mampir ke rumah…Kebetulan juga udah 4 bulan nggak main ke rumah. Aku dan masmu udah rindu pada Kinar dan Damar lho.”

“Kami tunggu ya, mbak.” Citra langsung memutus telponnya, membuat Gayatri jadi bingung. Tidak biasanya Citra memutuskan pembicaraan seperti itu.

Pada saat makan malam, hanya Damar dan Pram yang berada di meja makan, karena Citra langsung ke kamar Kinar mengantarkan makanan sekaligus menyuapinya. Usaha Citra membuahkan hasil, Kinar masih mau menikmati makan malam, walaupun hanya sedikit.

Tak lama kemudian Citra mendengar suara yang ramai di lantai bawah. Ia tersenyum manis ke arah Kinar. “Mbak istirahat dulu ya, ada pak dhe dan bu dhe Gayatri di bawah.” yang dibalas anggukan Kinar.

Citra menghampiri keduanya dan segera memeluk Gayatri dengan hangat. “Mas Damar ke kamar dulu, ya. Mama ada perlu sama bu dhe dan pak dhe.”

“Apa ini ada kaitan dengan hubunganmu dengan sekretarismu itu?” Singgih langsung menghentikan kesunyian yang melingkupi ruang keluarga itu. “Dari pertama aku sudah curiga, bahwa kamu ada hubungan dengan sekretaris itu.”

Gayatri mengerutkan keningnya tak mengerti dengan pembicaraan yang terjadi. Ia menatap  Singgih yang to the point memojokkan adiknya. Tatapannya beralih pada Citra yang duduk terpaku di sampingnya penuh rasa ingin tau.

“Aku udah sepakat dengan Citra untuk mengakhiri pernikahan ini.” Tanpa perasaan bersalah Pram mengucap kata itu dengan lugas.

Singgih menghela nafas dengan kasar, “Sebagai pemimpin tidak hanya dalam perusahaan, kamu juga pemimpin bagi keluarga kecilmu. Keberhasilan dalam memimpin perusahaan tercermin dari berhasil tidaknya kamu memimpin keluarga. Itu adalah barometer orang menilai kita.”  Singgih berusaha mengingatkan Pram yang masih tersesat di persimpangan.

“Itu hanya pemikiran yang kolot. Buktinya baru 6 bulan aku menggantikan papa, investasi mengalami peningkatan.” Pram berkata dengan lantang, tidak suka mendengar perkataan Singgih.

Kebencian menyeruak di dada Citra. “Kami akan berpisah, kangmas. Saya dan anak-anak akan kembali ke Solo. Kinar udah nggak betah tinggal di sini.” Citra langsung menyela. “Untuk prosesnya  biar diurus mas Pram.”

“Apa maksudmu, dek?” Gayatri memandang Citra tak berkedip.

“Saya nggak ingin memperpanjang masalah ini. Kasihan Kinar. Dia trauma di sekolah, karena teman sekelasnya adalah ponakan kekasih mas Pram.” Citra beranjak dari kursi. “Saya hanya ingin melindungi anak-anak saya.”

Singgih menatap Pram dengan tajam, “Aku tak habis pikir dengan kelakuanmu, Pram. Apa lagi yang kau cari dalam kehidupanmu. Allah telah menyempurnakan kehidupanmu. Mempunyai istri yang sempurna, anak-anak yang pintar.”

Pram mengusap rambutnya, “Aku merasa jenuh dengan kehidupan pernikahan kami. Citra selalu sibuk dengan seminar dan kegiatan kantornya.”

“Lalu bagaimana denganmu sendiri…”

“Kangmas tau, semenjak memegang kantor pusat kesibukanku semakin meningkat.”

“Sekretarismu itu…”

“Ia banyak membantuku, dan terus mendukungku sehingga perusahaan semakin berkembang.” Pram memejamkan mata membayangkan wajah Widya yang mempesona, yang selalu menemaninya selama 6 bulan belakangan ini. Karena itulah ia berusaha kuat menahan gairahnya saat di rumah, karena tidak ingin mengkhianati hubungannya yang mulai terbina dengan Widya sang sekretaris kesayangan.

“Dia memang dibayar mahal untuk itu.” Tukas Singgih. “Tidakkah kamu berpikir, Citra mendampingimu sudah 14 tahun. Keberhasilan suami juga karena ada perempuan hebat di sampingnya. Dan kamu membandingkan dengan Widya yang baru 6 bulan menjadi sekretarismu.” Singgih semakin kesal dengan sikap Pram.

Tampaknya mata hati Pram masih tertutup kabut, sehingga kebenaran seolah-olah jauh dari hati nuraninya. Dan ia tak ingin mendengar apapun yang diucapkan Singgih, jika itu hanya merendahkan sekretarisnya.

“Apa karena dia kamu ingin berpisah dengan Citra. Kamu tidak memikirkan perasaan Citra dan anak-anakmu…”

“Aku tidak tau, bagaimana perasaanku sekarang. Pernikahan kami terasa hambar…” Pram termenung sesaat. Pesona Widya telah membutakan mata hatinya.

“Kamu berdosa pada keluargamu. Kau telah mengharamkan apa yang dihalalkan Allah. Dan menghalalkan apa yang diharamkan Allah. Tidakkah kau menyadari itu?”

Terdengar keributan dari atas. Tampak Kinar sudah membawa tas besar sambil menangis yang diikuti Damar yang juga menangis terisak-isak.

“Kinar nggak mau tinggal di rumah ini. Melihat wajahnya Kinar benci.” Ia terus menarik tas traveling yang biasa dibawa untuk bepergian. “Kinar ingin ke Solo sekarang juga!”

“Mbak, hari sudah malam. Besok pagi kita berangkat ke Solo.” Citra berjalan cepat menghampiri Kinar yang menarik tasnya dengan kasar menuruni tangga. Ia masih berusaha membujuk Kinar yang memiliki sifat keras kepala seperti papanya.

Pram terkejut melihat reaksi Kinar yang benar-benar diluar dugaannya. Ia menghadang langkah Kinar yang sudah di depan pintu.

“Mama, aku nggak ingin melihatnya…” Kinar bersembunyi di belakang Citra. Damar hanya terpaku tidak tau apa yang terjadi di antara orang dewasa itu.

Gayatri melihat pemandangan di depannya dengan sedih. Ia sendiri sudah 20 tahun menikah, tetapi tidak memiliki keturunan. Tetapi keluarga besar mereka tidak pernah mempermasalahkan hal itu, dan cinta mereka begitu kuat, sehingga tak mudah tergoyahkan.

Tiba-tiba kesedihan menyeruak di hati Pram. Ia mundur memberi jalan pada Citra dan kedua anaknya. Tatapannya luruh ke lantai, merasa rendah diri di hadapan kedua anaknya dan Citra.

Taklama klakson mobil terdengar. Sebuah mobil fortuner hitam memasuki halaman rumah besar. Mereka bertiga tidak tahu siapa sang pemilik mobil.

Citra mengantar Kinar dan Damar menuju mobil Cucu yang telah ditelpon Citra setengah jam yang lalu. Ia sementara tidak ingin memberitahu keluarga besarnya. Nanti sesudah sampai di Solo baru ia akan menceritakan masalah yang tengah menimpa rumah tangga mereka.

Tak lama kemudian Citra kembali ke dalam rumah untuk berpamitan. Ia langsung memeluk Gayatri dengan erat. “Maafkan saya mbak, kangmas. Mungkin saat ini yang terbaik  adalah menenangkan anak-anak. Saya akan menginap di rumah Cucu. Besok kami akan berangkat ke Solo.”

Singgih menahan langkah Citra, “Kalau bisa mama nggak usah tahu permasalahan ini. Beliau dalam kondisi yang tidak stabil. Taklama lagi  ada pernikahan Retno putri pak dhe Karwo, mas mengharapkan kehadiranmu dan anak-anak….”

Citra memandang Singgih sekilas, “Akan saya usahakan.”

Tanpa menoleh pada Pram, Citra melangkahkan kakinya meninggalkan rumah besar yang sudah 14 tahun menaunginya bersama anak-anak dan cintanya. Ia bertekad tidak akan menoleh ke belakang apapun yang terjadi.

Setelah kepergian Citra dan anak-anaknya, Singgih kembali duduk berhadapan dengan Pram didampingi Gayatri.

“Kangmas tidak menyangka kamu berselingkuh dengan sekretarismu, dan mencerai beraikan rumah tanggamu. Apa yang kamu cari, Pram?”

Pram lama terpekur tidak bisa menjawab. Setelah menghela nafas beberapa saat, “Aku  merasa Widya lebih pantas mendampingiku. Sebagai  pengusaha, aku sering mendapat undangan yang belum tentu Citra berada di sisiku. Hanya Widya yang sedia saat aku perlukan. Dia mampu mengimbangiku saat berhadapan dengan dunia usaha. Sedangkan Citra, dia selalu berkutat di kantor, dan tidak layak untuk diajak ke acara kalangan usahawan…”

“Kamu terlalu meremehkan Citra. Widya sudah terlanjur jauh menyesatkanmu. Sejauh apa hubunganmu dengannya?” Singgih menatap Pram dengan tajam. Ia benar-benar kesal mendengar perkataan Pram. Ia  yakin pasti sekretarisnya berbuat sesuatu, sehingga sikap Pram berubah  terhadap keluarganya.

“Aku bukanlah manusia alim. Tapi aku bukan lelaki bejat untuk berhubungan suami istri tanpa pernikahan. Hanya sekedar peluk dan cium. Jika  aku dan Citra sudah bercerai, aku akan segera menikahi Widya.”

“Kau sungguh keterlaluan Pram.” Singgih marah mendengar pengakuan Pram, “Aku hanya mengingatkan Widya bukanlah perempuan baik-baik. Sudah banyak pengusaha yang jadi korban. Ia hanya menginginkan uang dan hartamu. Jangan kau sia-siakan Citra dan anak-anakmu. Kau akan menyesal setelah mereka tidak lagi berada disisimu. Tidak ada perempuan yang tulus memperlakukan kita, kecuali istri kita. Camkan itu!” Rutuk Singgih kesal.

“Aku hanya ingin merasakan suasana baru, dan Widya mampu mengatasi kebosananku.”

“Apa  kamu tidak memiliki rasa malu jika diketahui rekan kantormu…”

“Tidak. Kami masih dalam tahap penjajakan. Tidak ada rekan yang tau. Untuk proses perceraian aku akan mengurusnya. Citra tinggal menandatanganinya. Akupun tak ingin terlalu  lama menyembunyikan hubunganku dengan Widya.”

Singgih benar-benar kecewa dengan sikap adiknya. Pengen memukul Pram, tapi bukan anak kecil. “Ku harap kamu segera menyadari kesalahanmu. Jangan sampai kamu menyesal. Aku sangat mengenal Citra. Dia bahkan melebihi ekspektasimu sebagai seorang pria. Segera jemput keluargamu, sebelum Citra berubah pikiran untuk menggugat ceraimu.”

Pram tersenyum tipis, “aku yakin, mereka nggak akan lama meninggalkan rumah. Karena di rumah ini segala kemewahan sudah tersedia. Aku selalu memfasilitasi yang anak-anakku butuhkan. Mana mungkin keluarga di Solo mampu menyediakan kemewahan yang selama ini telah terbiasa mereka miliki.” Ujar Pram sesumbar.

Singgih segera mengajak Gayatri pulang. Ia malas berlama-lama di rumah Pram. Ia ingin adiknya bersikap dewasa dan menyesali perbuatannya. Dan kembali pada keutuhan rumah tangga mereka yang kini sedang diuji dengan kehadiran orang ketiga.

 

 

Terpopuler

Comments

YuWie

YuWie

sombong nya pak Pram

2024-11-06

0

arik

arik

Seruuu

2021-10-21

0

Paul Onti

Paul Onti

hmmm penasaran

2021-06-27

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!