Bab 5

Sementara itu di kediaman Cucu, Kinar dan Damar sudah tertidur karena kelelahan. Citra merasa kasihan melihat wajah kedua anaknya.

“Apa yang akan kau lakukan selanjutnya?” tanya Cucu begitu mereka berdua meninggalkan kamar tamu tempat keberadaan Kinar dan Damar.

“Aku akan menggugat cerai mas Pram, setelah kondisi ibunya stabil. Mertuaku punya riwayat penyakit jantung.” lirih  Citra dengan wajah sendu.

“Keenakan dong perempuan jalang itu. Sudah numpang makan di perusahaan suamimu, bahkan jadi benalu dalam rumah tanggamu. Kamu harus berbuat sesuatu. Rebut kembali!”

“Aku merasa hancur, dan tidak percaya diri. Perempuan itu penampilannya begitu sempurna dan sangat cantik.”

Cucu mendengus kesal, “Cantik apa, dempul sana sini. Mendingan lo, nek. Sebelas dua belaslah ama Pretty  Zeinta.  Lo itu cantik, bodi goals, tinggal  poles dikit jadi deh.”

Citra tersenyum mendengar ucapan Cucu yang cukup menghiburnya. “Kamu terlalu mengada-ada. Kalau iya, nggak mungkin mas Pram menduakanku, dan lebih memilih sekretarisnya.”

“Aku nggak bercanda. Emang betul, kok. Lo aja nggak percaya diri. Mungkin saat ini Allah ingin menaikkan derajat kalian, dengan memberi ujian pada rumah tanggamu. Harusnya kamu kuat menjalani semua itu.” Cucu memandangnya dengan lekat. “Allah membenci perceraian, walaupun itu diperbolehkan.“

“Ya, Ustadzah. Tumben lo sekarang jadi alim?” Citra merasakan omongan Cucu masuk akal, dan ia tak menyangkalnya. “Tapi mas Pram berubah semenjak pindah ke kantor pusat. Dan empat bulan belakangan ini sikapnya tidak hangat seperti yang dulu.”

Apakah ada sesuatu yang membuatmu tidak ingin mempertahankan rumah tanggamu dengan mas Pram? Mungkin service-mu yang kurang memuaskan, atau goyangan yang kurang hot. Tarik mang…” mulai sifat kocak Cucu.

“Mungkin jodoh kami hanya sampai di sini. Dan biarlah mas Pram mencari kebahagiaannya dengan perempuan itu. Kau tau, masalah hati dan perasaan, itu nggak bisa dipaksa.” Citra berkata lirih.

“Udah berapa lama sih kalian nggak ML…?” ceplos Cucu sambil menghirup kopi yang sudah disiapkan asisten rumah tangganya.

“Hampir 4 bulan.” Citra menunduk sedih, “Aku pernah memancing mas Pram dua kali. Tapi dia menolak dengan alasan lelah…”

“Ck,ck, ck … sangat menyedihkan nasibmu, nek.” Cucu menggelang-gelengkan kepalanya merasa prihatin. “Aku yakin pasti benalu itu yang merayu suamimu. Karena aku mengenal mas Pram bukanlah tipe player…”

“Karena itulah yang membuatku terluka. Dan ingin mengakhiri pernikahan ini. Mas Pram sudah tidak menginginkan ku lagi.” desisnya lirih.

Cucu manggut-manggut, “Aku tau, mungkin sekarang suamimu sedang tersesat. Yang namanya hati mudah dibolak-balik. Perbanyak doa, semoga Yang Kuasa segera mengembalikan kesadaran mas Pram.”

Citra mengangguk lirih. Kesedihan masih menggerogoti hatinya. Perlakuan dan penolakan Pram telah melukai hati sanubarinya yang terdalam. Ia mampu bertahan dalam kesakitan, tetapi Damar, Kinar? Bagaimana ia mengobati kesedihan mereka sementara ia sendiri masih terpuruk dalam duka.

“Sekarang waktunya me time.” Cucu menatap wajah Citra, “Besok aku akan membantumu mengurus kepindahan sekolah Kinar dan Damar. Berapa lama kamu ke Solo?”

“Paling lama 3 hari. Aku juga akan mengajukan cuti ke kantor besok pagi.”

“Tenang saja aku akan membantumu membalas perbuatan jalang itu. Kita akan merebut  kangmas Pramono Erlangga Wijaya.”

“Apa maksudmu?” Citra mengernyitkan dahinya tak mengerti dengan perkataan Cucu.

“Tenang aja. Bereskan dulu urusan sekolah anak-anak di Solo. Untuk kepindahan mereka  besok aku akan mendatangi sekolah Damar dan Kinar.”

Citra baru tersadar setelah melihat sekelilingnya, “Eh, aku nggak melihat suamimu, dan maafkan aku karena telah merepotkanmu.” Ia melihat suasana rumah mewah tampak sepi, hanya mereka yang berada di sana.

Cucu tersenyum, “Sekarang aku masih menikmati waktu luang. Seminggu lagi suamiku Abraham akan kembali dari Jerman bersama  Jena dan Jeni putri kembarku yang kini seusia Damar.”

“Wah selamat ya. Aku sangat berbahagia setelah bertemu denganmu.” Citra kembali memeluk Cucu dengan perasaan haru.

“Namanya juga sodara. Cit. Kamu dan keluargamu adalah dewa penolong bagi kami. Ayah dan ibu selalu mendoakan kebahagiaanmu. Semoga prahara dalam rumah tanggamu segera berlalu.” Keduanya  berpelukan saling memberi kekuatan satu sama lain.

Hati Citra yang terluka sedikit terhibur atas kehadiran sobat rasa saudara. Di saat ia merasa terpuruk ke jurang yang paling dalam, Cucu mampu menguatkan dirinya. Hingga ia bisa berpikir dengan normal.

Mobil yang membawa Citra bersama kedua anaknya sudah memasuki Kawasan perumahan yang tidak jauh dari Keraton Solo, karena eyang putri masih termasuk kerabat dekat keraton solo.

Suasana rumah tampak adem dan tenang dengan rerimbunan pohon-pohon yang membuat teduh halaman. Mobil berhenti tepat di rumah. Citra segera membayar taxi bandara yang telah membawa mereka  sampai ke tujuan.

“Assalamu’alaikum…” Citra membunyikan bel beberapa kali, hingga terdengar jawaban dari dalam.

“Waalaikum salam.” terdengar jawaban dari dalam sambil membukakan pintu. “E, cah ayu  datang berkunjung bersama  mbak Kinar dan mas Damar…” bu lik Lasmi adik bungsu  ayah Citra menghampiri mereka dengan raut terkejut namun penuh kebahagiaan, karena sudah lama mereka tidak berkunjung.

“Ya, bu lik.  Ayah dan Ibu dimana ?”

“Di taman samping, Mbak. Mari saya antar.” Lasmi segera membantu mengangkat tas kepunyaan Kinar yang paling besar diantara yang lain.

Begitu bertemu dengan kedua orang tuanya Citra langsung memeluk keduanya dengan perasaan sedih, karena telah  mengecewakan kedua orangtuanya.

Malam itu suasana terasa hening. Kinar dan Damar sudah di antar  Lasmi ke kamar  peristirahatan mereka masing-masing. Di rumah besar itu, selain Sunaryo Broto Seno dan istrinya Anjar Sri Prameswari ortunya Citra juga ada Lasmi bersama suaminya Santoso dan kedua putranya yaitu Agung yang masih kelas 1 SMA dan Arya yang masih seusia Damar, membuat Kinar dan Damar merasa senang tinggal bersama eyangnya.

Di dalam kamar kedua orang tunya, Citra duduk di sofa menghadap mereka  yang sudah tidak sabar ingin mendengar curhatan putri tunggalnya.

“Saya dan mas Pram akan berpisah ayah, ibu…” Citra langsung menceritakan permasalahan dalam rumah tangganya  serta trauma yang dialami Kinar secara panjang lebar.

Anjar mengelus dadanya turut prihatin atas kesedihan yang dialami Citra. Air matanya mengalir membasahi pipinya yang  mulus dan tetap terawat walaupun di usia yang sudah tidak muda. Ia merasakan kesedihan putri tunggalnya itu.

“Apa pun keputusanmu, ayah akan mendukung. Kinar dan Damar harus bahagia. Ayah akan menjaga mereka di sini.” ujar Broto setelah Citra selesai berbicara. “Jakarta bukan kota yang tepat untuk Kinar dan Damar.”

“Benar, nduk. Ibu juga mendukung apapun rencanamu. Masalah trauma Kinar, kita akan menghubungi dr. Aji. Mudahan Kinar bisa melaluinya dengan cepat.”

Kedua orang tua Citra tidak menyalahkan Pram sepenuhnya. Mereka berkaca pada diri sendiri dan lingkungan. Setiap pernikahan selalu ada pasang dan surut, apalagi kehidupan anak dan menantu mereka yang dianugerahi dengan kemewahan, tentulah cobaannya akan semakin banyak. Mereka hanya mendoakan yang terbaik bagi keutuhan rumah tangga Citra dan Pram serta kebahagiaan cucu mereka Kinar dan Damar.

 

 

Terpopuler

Comments

Yanti Sanusi

Yanti Sanusi

Pram penyesalanmu akan segra tiba

2023-04-27

1

Paul Onti

Paul Onti

makin sedih

2021-06-27

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!