"Kau dapat dari mana anak pungut, lusuh seperti ini, Fatimah." Seorang wanita mencuil pundak Santi, membuat gadis itu langsung menoleh.
"Percaya diri sekali dia memakai seragam keluarga. Dia dari mana?" Sambungnya lagi.
Berbagai macam hinaan dia lontarkan sampai membuat telinga orang yang mendengarkan terasa panas.
"Sudahlah, Mbak Rita. Dia ini temanya Ari. Ari langsung yang meminta pada Abinya, agar Santi diikut sertakan dalam anggota keluarga." Jawab Bu Fatimah. Tidak enak dengan Santi yang hanya bisa menunduk mendengar semua hinaan kakaknya.
"Memangnya dia ini calon menantumu, kenapa Ari sampai berlebihan seperti ini?"
"Tidak, Mbak. Dia hanya teman Ari. Tapi, Santi adalah anak yang baik. Jadi kami tidak keberatan ketika Ari mengutarakan permintaannya pada kami." Bu Fatimah mengusap kepala Santi yang duduk di sampingnya. Gadis itu hanya bisa menunduk. Tidak tau bagaimana akan membela dirinya.
"Maafkan kakak Ummi, nak." Bisik Bu Fatimah di telingaSanti."
Santi hanya tersenyum terpaksa sambil menganggukkan kepalanya. "Santi ke kamar mandi dulu, Tante."
"Iya, nak. Segera kembali ya. Acaranya belum selesai."
Santi kembali mengangguk. Meninggalkan pesta pernikahan Ainun setelah kata-kata pedas wanita yang mengaku kakaknya Bu Fatimah itu mengobrak-abrik harga dirinya. Sebenarnya, wanita itu hanya risih melihat kehadiran Santi bersama keluarga besar Pak Akmal. Air mata yang di tahan sejak tadi, akhirnya mengalir juga.
Santi berdiri di pinggir kolam ikan. Tidak pergi ke kamar mandi. Keluar dari pesta itu hanya untuk memungut kembali harga dirinya yang sudah berceceran karena ucapan wanita yang bernama Rita tadi. Para santri yang lain masih sibuk di pesta itu. Hanya dirinya yang berdiri sendirian di temani oleh pohon mahoni yang berjejer rapi.
Santi sesenggukan memeluk lututnya di atas bangku panjang. "Apa salahku ya Allah. Kenapa wanita itu berkata seperti itu." Ucapnya seraya menenggelamkan wajahnya diantara lututnya. Meratapi penderitaannya yang tak kunjung berakhir.
Sementara itu di pesta pernikahan..
Bu Fatimah terlihat agak gelisah karena tidak mendapati Santi kembali lagi setelah dia minta izin untuk ke kamar mandi tadi. Ari sudah dua kali bolak balik untuk menanyakan keberadaan Santi padanya. Namun, jawabannya masih sama.
"Ummi, apa benar Santi ke kamar mandi? ini sudah ketiga kalinya aku menanyakannya pada Ummi." Ucap Ari terlihat khawatir.
"Iya, nak. Tadi dia bilang begitu pada Ummi. Tanyakan saja pada Tante Rita kalau kamu tidak percaya."
Ari mengedarkan pandangannya untuk mencari tau keberadaan Santi.
"Kenapa kamu menanyakannya berulang kali, Ari. Dia pasti pergi menangis gara-gara masalah tadi." Timpal Bu Rita dengan ketus.
"Masalah apa, Tante."
"Dia hanya tersinggung. Kamu cari saja dia di sekitar sini. Dia tidak akan bisa pergi jauh."
Bu Fatimah hanya diam tanpa mengiyakan ucapan kakaknya.
Ari beralih menatap Umminya. "Apa yang terjadi, Ummi? Ummi pernah berjanji pada kami untuk tidak menyakiti Santi lagi. Tapi, kenapa ini terjadi lagi, Ummi."
Bu Fatimah terkejut mendengar ucapan anaknya. "B..bukan Ummi yang melakukannya, nak. Tapi.."
"Tante Rita." Timpal Ari, memotong ucapan Umminya.
"Kenapa, Ari. Kamu marah, karena Tante merendahkan wanita itu? sudahlah, Ari. Jangan dipermasalahkan. Ini pesta pernikahan kakak kamu. Jangan sampai pestanya jadi berantakan, gara-gara keributan yang kamu buat."
Ari mengeratkan giginya kesal. "Aku kecewa sama Tante." Ucapnya seraya berlalu.
"Hei, Ari dengarkan Tante dulu!" Bu Rita berteriak. Namun, Ari sudah terlanjur kecewa dan enggan menoleh.
Setelah keluar dari pesta pernikahan itu. Ari bingung mau mencari Santi kemana. Kalau ke asramanya, dia tidak mungkin berani. Mengingat semua santri sedang ada di acara itu.
Ari mengusap mukanya kasar. "Astagfirullah, maafkan aku, Santi. Aku sudah berjanji akan melindungi mu. Tapi, aku tidak melakukan itu dengan sempurna." Ucapnya lirih.
Ari mengembangkan senyumnya saat melihat dua orang santri yang keluar dari tempat pesta itu. Senyumnya semakin merekah saat mengetahui salah satu dari santri itu adalah Qonita.
"Qonita, kamu mau kemana?" Tanyanya, lebih mendekat pada Qonita.
"Aku mau ke asrama sebentar. Kenapa Kak Ari bertanya?"
"Apa aku boleh ikut."
"Tidak, Kak. Kak Ari mau ngapain ke asrama kami. Kak Ainun sekarang tidak di sana."
"Iya aku tau. Tapi, aku mau mencari Santi."
"Santi bersama Umminya Kak Ari tadi."
"Iya, tapi dia izin ke kamar mandi dan sampai sekarang belum kembali lagi."
Qonita menautkan alisnya. "Apa ada masalah kak."
"Aku juga tidak tau."
"Biar aku yang mencarinya, kak. Kak Ari masuk saja."
"Tidak. Aku harus mengetahui keadaanya."
"Nanti aku kabari Kak Ari keadaannya, jika aku berjumpa dengannya."
"Tapi..."
"Apa Kak Ari mengkhawatirkannya?"
Ari mengangguk mantap. "Iya, aku sangat mengkhawatirkannya."
"Kenapa?"
Ari terdiam.
"Kenapa Kak Ari mengkhawatirkannya?"
"A..aku tidak tau Qonita. Segera kembali dan kabari aku keadaannya. Aku akan tunggu kamu disini. Aku segera kembali." Ari langsung berlalu dari hadapan Qonita.
"Ada masalah apa lagi ini." Lirih Qonita. Melanjutkan langkahnya yang sempat tertunda.
Qonita menghentikan langkahnya saat melihat seorang gadis yang sedang duduk termenung di pinggir kolam ikan. Gadis itu memakai pakaian khusus yang digunakan keluarganya pak Akmal. Qonita bisa menebak, kalau gadis itu adalah Santi.
Qonita berjalan lebih mendekat dan berdiri di belakang gadis itu. "Kamu duluan saja. Aku akan menemani Santi." Bisik Qonita pada temannya yang bernama Salsa.
Gadis itu mengangguk. Meninggalkan Qonita dan Santi di tempat itu.
"Assalamualaikum, Santi. Kenapa kamu ada disini dan meninggalkan pesta yang baru saja dimulai?"
Santi tersentak kaget. Mengangkat kepalanya sambil mengusap air matanya yang masih mengalir. "M..mbak Qonita. Kenapa Mbak ada disini?"
"Aku yang bertanya padamu, kenapa kamu ada disini, Santi?"
Santi mengalihkan pandangannya. "Aku.. sedang mencari angin segar, Mbak."
"Ayo kita kembali. Kamu sudah cukup lama meninggalkan tempat pesta."
"Mbak Qonita duluan saja. Nanti aku menyusul."
"Kita kembali sama-sama, Santi. Kamu bersamaku jika kamu tidak nyaman dengan keluarganya Kak Ari."
"B..bukan begitu, Mbak."
"Kak Ari sudah menunggumu sejak tadi. Jangan biarkan dia menunggu terlalu lama. Kasihan dia, sangat mengkhawatirkan mu."
Santi tersenyum kecut. "Mbak Qonita duluan saja. Katakan padanya, aku akan ngomong padanya besok pagi."
"Tidak, Santi. Kamu harus menemuinya sekarang." Qonita menarik pelan tangan Santi.
"A..aku tidak mau, Mbak." Santi berusaha melepaskan tangan Qonita yang menggenggam erat tangannya.
"Kenapa kamu tidak mau menemui Kak Ari. Ayo, ikut aku. Jangan membantah!"
Qonita menarik paksa tangan Santi walaupun gadis itu memberontak. "Aku tau kamu menyimpan rasa pada Kak Ari, Santi. Katakan padanya kalau kamu mencintainya."
"Mbak Qonita sudah gila. Aku tidak mungkin mengatakan hal itu kepadanya."
"Jangan memendam perasaan, Santi. Itu tidak baik. Ungkapkan semuanya, biar jelas."
"Tidak. Lepaskan aku, Mbak."
Terlambat. Ari sudah berdiri di depan mereka. Menatap Santi dengan tatapan yang tak biasa. Santi berhenti memberontak. Menatap pria yang berdiri di depannya.
"Perasaan apa yang kamu pendam, Santi. Dan..apa yang harus kamu ungkapkan itu?"
Santi masih terdiam.
"Kenapa kamu diam, Santi. Jelaskan semuanya pada Kak Ari." Ucap Qonita. "T..tapi, kenapa Kak Ari bisa ada disini."Sambungnya. Baru menyadari kalau Ari berada di ujung kolam ikan itu. Tidak menunggunya di tempat perjanjian.
"Aku sudah lelah menunggumu disana, Qonita. Kamu tidak kunjung membawa Santi kembali kepadaku. Jadi, aku memutuskan untuk mencarinya sendiri."
"Kenapa Kak Ari sangat mengkhawatirkan Santi. Ada apa dengan Santi, sehingga Kak Ari sampai seperti ini?"
"Aku hanya ingin melindunginya."
"Tapi, tidakkah kamu sadari, Kak. Tindakanmu ini membuat Santi merasa kalau..."
"Aku mencintaimu, Kak Ari. Aku mencintaimu!" Teriak Santi.
Sontak, ucapannya membuat Ari dan Qonita menoleh.
"Apa aku tidak salah dengar, Santi?" Tanya Ari. Lebih mendekat pada Santi.
Qonita mengembangkan senyumnya. "Tidak. Kak Ari tidak salah dengar. Santi memang mencintai Kak Ari. Bahkan, sejak Kak Ari membawanya ke pondok pesantren ini." Jelas Qonita.
"Katakan Santi, apakah benar yang dikatakan Qonita itu?" Ari semakin mendekat dan menggapai pundak Santi.
"Jangan sentuh aku, Kak! maafkan aku yang salah mengartikan kebaikan Kak Ari padaku.
Aku memang bodoh, Kak. Sekali lagi maafkan aku."
Santi menghempaskan tangan Ari dari pundaknya. Berlari menjauh dari pria itu.
Ari masih berdiri tertegun. "Kenapa kamu membiarkan dirimu jatuh cinta, Santi."
"Kenapa Kak Ari berkata begitu." Ucap Qonita yang masih berdiri di belakangnya. "Wanita itu sensitif, Kak. Apalagi tindakan Kak Ari yang terlihat sangat berlebihan di mata kami para wanita. Aku pun jika diperlakukan seperti itu, pasti akan merasa dicintai."
Ari berbalik menatap Qonita.
"Renungkan kata-kataku tadi, Kak. Jika Kak Ari tidak memiliki perasaan apapun padanya. Berhenti memberinya perhatian yang berlebihan. Bersikaplah padanya seperti cara Kak Ari bersikap pada kami. Assalamualaikum, Kak."
Qonita langsung pergi. Meninggalkan Ari yang masih tertegun mendengar kata-katanya.
* * *
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 141 Episodes
Comments