Menikahimu Tanpa Ridha Ummi

Menikahimu Tanpa Ridha Ummi

Satu

"Berhenti menyakiti Ummi dan Abi, Dek. Kasinan Abi dan Ummi, Dek."

"Kapan Ari menyakiti Ummi dan Abi, Kak? Kalian yang memaksaku untuk melakukan hal-hal di luar kendali."

"Tidak, Nak. Kami hanya ingin melihatmu menjadi manusia yang taat beragama, Nak. Kami tidak ada niat untuk membuatmu merasa tertekan." Ucap Bu Fatimah seraya mengusap-usap punggung anaknya.

"Kalau Ummi benar-benar menyayangi Ari. Hanya satu permintaan Ari, Ummi." Ucap Arianto sambil menggenggam tangan Bu Fatimah dengan erat.

"Apa, Nak? Jika Ummi mampu memenuhi keinginanmu. InsyaAllah, Ummi akan penuhi, Nak."

"Keluarkan aku dari pondok pesantren itu, Ummi. Ari capek di sana. Ari tertekan, Ummi."

Ainun langsung bangkit mendengar permintaan adiknya. Lalu..

Plak !

Tangan mulus Ainun berhasil menampar muka Arianto. "Permintaan macam apa itu, Dek?! Kamu malah semakin menyakiti Ummi dan Abi dengan permintaanmu itu."

"Sudah, Nak! Biarkan dia melakukan apapun yang dia mau. Abi sudah capek mengurusnya." Timpal Pak Akmal yang sudah tidak bisa menahan rasa kesalnya. Dia langsung beranjak meninggalkan ruang keluarga.

Arianto tersenyum kecut sambil memalingkan wajahnya, mengusap wajah bekas tamparan kakaknya tadi.

Bu Fatimah semakin sesenggukan. Dia tidak kuasa menahan rasa sesak di dadanya karena tingkah anak laki-lakinya.

"Kamu keterlaluan, Dek. Kamu tau dosa besar seorang anak yang membuat orang tuanya menangis ?"

"Aku tidak perduli, Kak Ainun mau bilang apa lagi. Aku sudah terlanjur menjadi anak yang tidak berbakti."

Arianto langsung berlalu.

Brak !

Bu Fatimah dan Ainun tersentak kaget.

Arianto membanting pintu ruangan itu sekuat tenaga.

"Maafkan Ummi, Ainun. Ummi gagal mendidik adikmu, Nak."

"Tidak, Ummi. Ini bukan salah Ummi. Mungkin, ini adalah ujian untuk keluarga kita, Ummi."

Bu Fatimah mengangguk, sesenggukan dalam pelukan anak gadisnya.

"Besok, Ainun akan kembali ke asrama, Ummi. Ainun akan mencoba menjelaskan pada pengurus pesantren."

"Terimakasih, Nak. Kamu sudah mau membantu Ummi."

Ainun tersenyum menatap Umminya. "Sekarang, Ummi istirahat dulu. Ini sudah larut malam. Tidak baik untuk kesehatan Ummi." Ucapnya, seraya menuntun Umminya kembali ke dalam kamar.

"Hubungi adikmu, Nak. Ummi mengkhawatirkan keadaannya."

"Jangan hubungi dia, Ainun. Biarkan saja dia berbuat semaunya."

Pak Akmal tiba-tiba muncul di belakang mereka.

Bu Fatimah menoleh menatap suaminya. "Ari itu anak kita, Abi. Bagaimanapun kelakuannya, dia tetap anak kita."

"Abi tau, Ummi. Tapi, untuk kali ini, dengarkan kata Abi. Biarkan Ari merasakan kerasnya kehidupan di luar sana. Mungkin, dengan cara ini, dia akan sadar. Betapa kita memperjuangkan kebaikannya, untuk kehidupan masa depannya."

Bu Fatimah kembali menitikkan air matanya. "Tapi, Ummi tidak kuat, jika harus melihatnya sengsara di luar sana."

"Untuk kali ini, kuatkan hati Ummi." Ucap Pak Akmal, lalu meninggalkan istrinya.

* * *

Sementara itu..

Seorang remaja laki-laki yang berumur sekitar dua puluh satu tahun, berjalan menyusuri trotoar jalan, menendang-nendang kerikil-kerikil kecil yang menghalangi jalannya. Air matanya menitik.

Dia adalah Arianto.

Dia menangis?

Iya, dia menangis. Dia menyesali perbuatannya yang telah membantah orang tuanya, hanya karena menginginkan kebebasan.

Arianto ingin bebas seperti kebanyakan remaja pada umumnya. Dia lelah hidup di pesantren. Sejak lulus dari sekolah dasar, Ummi dan Abinya memasukkannya ke pesantren, sampai saat ini, sudah kuliah semester enam. Sudah sering melanggar peraturan pesantren, agar bisa keluar dari tempat itu. Namun, selalu saja hukuman ringan yang dia dapatkan.

Namun, seburuk-buruk perangai seorang Arianto, dia masih mengingat dosa.

"Ampuni hamba ya Allah! Maafkan Ari, Ummi, Abi!" Teriaknya.

Ari duduk di tepi jalan, menundukkan kepalanya menahan Isak tangisnya.

Dia terkejut saat sebuah tangan menepuk pundaknya. Mengangkat kepalanya pelan. Mendongak, menatap seorang wanita yang berdiri di sampingnya.

Tengkuknya agak merinding melihat wanita yang berpakaian serba putih itu. Dia menatap sekeliling. Namun, tidak ada satupun orang lain selain mereka berdua.

Ketakutannya semakin menjadi saat memperhatikan wanita itu. Ujung bibirnya berdarah, pipinya agak lebam dan rambutnya sangat berantakan. Walaupun hanya diterangi lampu jalanan. Namun, Ari bisa melihat dengan jelas semuanya. Belum lagi, ada bercak darah di beberapa bagian pakaian wanita itu.

"K..kamu siapa?"

Wanita itu tersenyum manis. "Kamu jangan takut. Aku bukan hantu. Aku juga manusia, sama sepertimu."

Ketakutan Ari berangsur hilang mendengar pengakuan gadis itu. Dia menautkan alisnya, memperhatikan dengan seksama mata gadis itu. Matanya sembap seperti lelah menangis. "Kalau kamu manusia biasa, kenapa penampilanmu seperti hantu? Apa yang membuatmu tampil seburuk ini di hadapanku ?"

Wanita itu tersenyum kecut. "Aku tidak bisa menceritakannya padamu. Aku tidak mau membuka masalah pribadiku pada orang yang baru aku kenal. Tapi, sepertinya kamu juga sedang ada masalah, sama seperti aku."

Ari menarik sudut bibirnya. "Aku juga sama sepertimu, tidak mudah percaya dengan orang yang baru aku kenal."

Wanita itu tersenyum. Sepertinya, dia tertarik untuk berkenalan dengan Ari. Dia mengulurkan tangannya.

"Perkenalkan, namaku Santi Aurora."

"Maaf, aku tidak suka bersentuhan dengan lawan jenis." Ucap Ari, menangkupkan tangannya di depan dada. "Aku Arianto. Biasa di panggil Ari."

Wanita itu terlihat sedikit kecewa. Namun, dia kembali tersenyum. "Maafkan aku, tidak memahami ajaran agamamu."

Arianto terlihat keheranan. "Maksud kamu, apa?"

"Maaf, Ari. Aku non muslim." Jawab wanita itu.

"Astagfirullah.." Ucap Arianto terkejut.

"Kenapa? Apa kamu kaget?"

"B..bukan begitu. Tapi, ini adalah pengalaman pertamaku bertemu dengan saudara yang non muslim."

Santi tertawa kecil. "Pantesan, kamu terlihat kaget saat mendengar pengakuanku tadi."

Ari hanya tersenyum, tidak membalas ucapan Santi.

"Ini sudah larut malam, Ari. Kamu mau tidur dimana?"

Arianto hanya menggeleng, lalu menundukkan kepalanya.

"Aurora! Dimana kamu?! Cepat kembali sebelum kesabaranku habis!"

Muka Santi langsung terlihat tegang mendengar suara itu. Dia bertukar pandang dengan Ari.

"Siapa yang berteriak ma..."

"Dia Ayahku!" Santi langsung memotong pertanyaan Ari yang belum selesai.

Ari membelalakkan matanya.

"Bantu aku bersembunyi, agar dia tidak menemukanku. Aku mohon, Ari.

Santi menangkup kedua tangannya di depan wajah, berdiri bertumpu pada lutut. Memohon dengan sangat, agar Ari mau membawanya pergi dari tempat itu.

Tanpa berfikir panjang, Ari langsung meraih tangan Santi. Membawa gadis itu pergi, berlawanan arah dari sumber suara tadi.

Sambil berlari, Ari menoleh ke kanan dan ke kiri jalan untuk mencari tempat berlindung. Tidak mungkin mereka akan berlari menyusuri jalan. Karena ayahnya Santi terus mengejar mereka di belakang. Sekali-kali, Ari menoleh ke belakang untuk melihat keberadaan ayah Santi.

Pria itu masih mengejar mereka sambil terus berteriak, membawa sebuah pisau, mengumpat Santi yang menghindari amukannya.

Ari dan Santi berhenti di pertigaan jalan raya yang sudah sepi. Karena tidak ada kendaraan yang lalu lalang.

"Kita ke kanan atau ke kiri?" Tanyanya dengan nafas ngos-ngosan.

"Terserah kamu, Ari. Aku ikut kamu." Ucap Santi yang terlihat lemas.

Ari berbelok ke kanan. Dia berhenti sejenak, berfikir bagaimana caranya agar mereka bisa bersembunyi dengan aman.

"Kenapa kamu berhenti, Ari? Apa kamu menyesal telah membantuku?" Tanya Santi. Suaranya semakin lemah.

"T..tidak. Aku cuma sedang berfikir. Bagaimana caranya agar kita bisa mengelabui orang sangar itu."

"Dia ayyahku, Ari."

Ari tidak menghiraukan pernyataan Santi. Dia hanya menatap Santi sekilas.

Tiba-tiba, Ari berjongkok di dekat pohon bonsai yang berjejer rapi sepanjang jalan itu. Dia menarik tangan Santi, agar segera mengikuti yang dilakukannya.

"Kita kembali lagi ke tempat semula lewat sini. Tapi, apa kamu masih kuat untuk berjalan?" Tanya Ari pada gadis yang terlihat sangat lemah di sampingnya.

Santi hanya mengangguk pasrah. Daripada harus kembali lagi ke rumah neraka itu. Dia lebih baik mengikuti Ari, walaupun kehidupannya tentu akan berbeda. Tapi, setidaknya dia tidak akan tersiksa lagi.

* * *

Episodes
1 Satu
2 Dua
3 Visual
4 Tiga
5 Empat
6 Lima
7 Enam
8 Tujuh
9 Delapan
10 Sembilan
11 Sepuluh
12 Sebelas
13 Dua belas
14 Tiga belas
15 Empat belas
16 Lima belas
17 Enam belas
18 Tujuh belas
19 Delapan belas
20 Sembilan belas
21 Dua puluh
22 Dua puluh satu
23 Dua puluh dua
24 Dua puluh tiga
25 Dua puluh empat
26 Dua puluh lima
27 Dua puluh enam
28 Dua puluh tujuh
29 Dua puluh delapan
30 Dua puluh sembilan
31 Tiga puluh
32 Tiga puluh satu
33 Tiga puluh dua
34 Tiga puluh tiga
35 Tiga puluh empat
36 Tiga puluh lima
37 Tiga puluh enam
38 Tiga puluh tujuh
39 Tiga puluh delapan
40 Tiga puluh sembilan
41 Empat puluh
42 Empat puluh satu
43 Empat puluh dua
44 Empat puluh tiga
45 Empat puluh empat
46 Empat puluh lima
47 Empat puluh enam
48 Empat puluh tujuh
49 Empat puluh delapan
50 Empat puluh sembilan
51 Lima puluh
52 Lima puluh satu
53 Lima puluh dua
54 Lima puluh tiga
55 Lima puluh empat
56 Lima puluh lima
57 Lima puluh enam
58 Lima puluh tujuh
59 Lima puluh delapan
60 Lima puluh sembilan
61 Enam puluh
62 Enam puluh satu
63 Enam puluh dua
64 Enam puluh tiga
65 Enam puluh empat
66 Enam puluh lima
67 Enam puluh enam
68 Enam puluh tujuh
69 Enam puluh delapan
70 Enam puluh sembilan
71 Tujuh Puluh
72 Tujuh puluh satu
73 Tujuh puluh dua
74 Tujuh puluh tiga
75 Tujuh puluh empat
76 Tujuh puluh Lima
77 Tujuh puluh enam
78 Tujuh puluh tujuh
79 Tujuh puluh delapan
80 Tujuh puluh sembilan
81 Delapan puluh
82 Delapan puluh satu
83 Delapan puluh dua
84 Delapan puluh tiga
85 Delapan puluh empat
86 Delapan puluh lima
87 Delapan puluh enam
88 Delapan puluh tujuh
89 Delapan puluh delapan
90 Delapan puluh sembilan
91 Sembilan puluh
92 Sembilan puluh satu
93 Sembilan puluh dua
94 Sembilan puluh tiga
95 Sembilan puluh empat
96 Sembilan puluh lima
97 Sembilan puluh enam
98 Sembilan puluh tujuh
99 Sembilan puluh delapan
100 Sembilan puluh sembilan
101 Seratus
102 Seratus satu
103 Seratus dua
104 Seratus tiga
105 Seratus empat
106 Seratus lima
107 Seratus enam
108 Seratus tujuh
109 Seratus delapan
110 Seratus sembilan
111 Seratus sepuluh
112 Seratus sebelas
113 Seratus dua belas
114 Seratus tiga belas
115 Seratus empat belas
116 Seratus Lima Belas
117 Seratus enam belas
118 Seratus tujuh belas
119 Seratus delapan belas
120 Seratus sembilan belas
121 Seratus dua puluh
122 Seratus dua puluh satu
123 Seratus dua puluh dua
124 Seratus dua puluh tiga
125 Seratus dua puluh empat
126 Seratus dua puluh lima
127 Seratus dua puluh enam
128 Seratus dua puluh tujuh
129 Seratus dua puluh delapan
130 Seratus dua puluh sembilan
131 Seratus tiga puluh
132 Seratus tiga puluh satu
133 Seratus tiga puluh dua
134 Seratus tiga puluh tiga
135 Seratus tiga puluh empat
136 Seratus tiga puluh lima
137 Seratus tiga puluh enam
138 Seratus tiga puluh tujuh
139 Seratus tiga puluh delapan
140 Seratus tiga puluh sembilan
141 Seratus empat puluh
Episodes

Updated 141 Episodes

1
Satu
2
Dua
3
Visual
4
Tiga
5
Empat
6
Lima
7
Enam
8
Tujuh
9
Delapan
10
Sembilan
11
Sepuluh
12
Sebelas
13
Dua belas
14
Tiga belas
15
Empat belas
16
Lima belas
17
Enam belas
18
Tujuh belas
19
Delapan belas
20
Sembilan belas
21
Dua puluh
22
Dua puluh satu
23
Dua puluh dua
24
Dua puluh tiga
25
Dua puluh empat
26
Dua puluh lima
27
Dua puluh enam
28
Dua puluh tujuh
29
Dua puluh delapan
30
Dua puluh sembilan
31
Tiga puluh
32
Tiga puluh satu
33
Tiga puluh dua
34
Tiga puluh tiga
35
Tiga puluh empat
36
Tiga puluh lima
37
Tiga puluh enam
38
Tiga puluh tujuh
39
Tiga puluh delapan
40
Tiga puluh sembilan
41
Empat puluh
42
Empat puluh satu
43
Empat puluh dua
44
Empat puluh tiga
45
Empat puluh empat
46
Empat puluh lima
47
Empat puluh enam
48
Empat puluh tujuh
49
Empat puluh delapan
50
Empat puluh sembilan
51
Lima puluh
52
Lima puluh satu
53
Lima puluh dua
54
Lima puluh tiga
55
Lima puluh empat
56
Lima puluh lima
57
Lima puluh enam
58
Lima puluh tujuh
59
Lima puluh delapan
60
Lima puluh sembilan
61
Enam puluh
62
Enam puluh satu
63
Enam puluh dua
64
Enam puluh tiga
65
Enam puluh empat
66
Enam puluh lima
67
Enam puluh enam
68
Enam puluh tujuh
69
Enam puluh delapan
70
Enam puluh sembilan
71
Tujuh Puluh
72
Tujuh puluh satu
73
Tujuh puluh dua
74
Tujuh puluh tiga
75
Tujuh puluh empat
76
Tujuh puluh Lima
77
Tujuh puluh enam
78
Tujuh puluh tujuh
79
Tujuh puluh delapan
80
Tujuh puluh sembilan
81
Delapan puluh
82
Delapan puluh satu
83
Delapan puluh dua
84
Delapan puluh tiga
85
Delapan puluh empat
86
Delapan puluh lima
87
Delapan puluh enam
88
Delapan puluh tujuh
89
Delapan puluh delapan
90
Delapan puluh sembilan
91
Sembilan puluh
92
Sembilan puluh satu
93
Sembilan puluh dua
94
Sembilan puluh tiga
95
Sembilan puluh empat
96
Sembilan puluh lima
97
Sembilan puluh enam
98
Sembilan puluh tujuh
99
Sembilan puluh delapan
100
Sembilan puluh sembilan
101
Seratus
102
Seratus satu
103
Seratus dua
104
Seratus tiga
105
Seratus empat
106
Seratus lima
107
Seratus enam
108
Seratus tujuh
109
Seratus delapan
110
Seratus sembilan
111
Seratus sepuluh
112
Seratus sebelas
113
Seratus dua belas
114
Seratus tiga belas
115
Seratus empat belas
116
Seratus Lima Belas
117
Seratus enam belas
118
Seratus tujuh belas
119
Seratus delapan belas
120
Seratus sembilan belas
121
Seratus dua puluh
122
Seratus dua puluh satu
123
Seratus dua puluh dua
124
Seratus dua puluh tiga
125
Seratus dua puluh empat
126
Seratus dua puluh lima
127
Seratus dua puluh enam
128
Seratus dua puluh tujuh
129
Seratus dua puluh delapan
130
Seratus dua puluh sembilan
131
Seratus tiga puluh
132
Seratus tiga puluh satu
133
Seratus tiga puluh dua
134
Seratus tiga puluh tiga
135
Seratus tiga puluh empat
136
Seratus tiga puluh lima
137
Seratus tiga puluh enam
138
Seratus tiga puluh tujuh
139
Seratus tiga puluh delapan
140
Seratus tiga puluh sembilan
141
Seratus empat puluh

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!