Santi berlari kecil mendekati ruangan asrama Ainun. Dia ingin menanyakan sesuatu padanya. Tangan kanannya membawa kitab suci Al-Qur'an.
"Hei Santi, kamu mau kemana?" Tanya salah seorang santri yang sedang duduk bergerombol di sepanjang jalan yang dia lalui.
"Aku mau ke ruangan Mbak Ainun." Jawabnya singkat.
"Mbak Ainun sedang kedatangan tamu. Lebih baik kamu kembali, tidak baik mengganggu pembicaraan orang."
"Memangnya tamunya siapa? aku cuma mau menanyakan sesuatu padanya. Aku akan kembali jika dia benar-benar tidak bisa diganggu."
"Apa aku boleh ikut?" Tanya santri itu lagi.
"Kamu itu, tadi melarang orang kesana. Sekarang, malah bilang mau ikut." Timpal salah satu santri yang lain.
"Aku hanya penasaran, ingin melihat lebih dekat adiknya Kak Ainun yang katanya sangat tampan itu."
Santi menautkan alisnya mendengar ucapan santri itu. "Maksud kamu, tamunya Mbak Ainun itu Kak Ari?"
"Apa kamu mengenal Kak Ari?" Tanya santri itu antusias.
"Tentu saja. Kak Ari adalah malaikatku. Aku tinggal di rumah mereka sebelum aku di bawa ke pondok pesantren ini."
Para santri yang duduk di depan Santi menganga tak percaya.
"Aku pergi dulu, silahkan lanjutkan obrolan kalian." Ucap Santi sambil berlalu. Baru beberapa langkah, dia kembali lagi.
"Kenapa kamu kembali lagi?"
"Aku lupa mengucapkan salam. "Assalamualaikum," Santi tersenyum, kembali melanjutkan langkahnya.
"Wa'alaikumsalam, seorang mualaf yang rajin menebar salam." Ucap santri yang tadi mau ikut.
Sampai di depan ruangan Ainun...
"Assalamualaikum, Mbak Ainun, aku datang."
"Wa'alaikumsalam, adik manis. Wah, kamu terlihat semakin bahagia saja sekarang. Apa kabar?" Ucap Ari basa basi, menundukkan kepalanya, agar Santi tidak bisa melihat wajahnya.
"Hah, kak Ari! benarkah ini Kak Ari?!" Santi menepuk pundak Ari dengan keras.
"Hei, sakit! tanganmu kenapa keras sekali, Santi?!" Ari menoleh dan menatap Santi yang masih berdiri di belakangnya.
"Akhirnya, Kak Ari menyerah juga."
"Kamu apa kabar, dek?"
"Wah, Kak Ari panggil aku adik sekarang?"
"Karena kita sedang di asrama sekarang. Peraturan disini, yang lebih dewasa, memanggil yang lebih kecil dengan 'Adik'. Kamu paham kan, dek?"
"Iya, Kak Ari."
"Sudah berapa hari ya, kita tidak bertemu?"
"Sudah sepuluh hari, Kak. Terakhir kita bertemu saat di majelis ta'lim, saat aku resmi menjadi seorang Muslim."
Ainun yang baru keluar dari kamarnya di asrama, langsung menyela perbincangan dua orang itu. "Santi, kamu ada disini? ada apa, ada yang ingin kamu tanyakan?"
"Iya, Mbak. Ini ayat Al-Qur'an surat Al Baqarah ayat dua ratus lima puluh lima, apakah benar disebut ayat kursi?"
Ainun dan Ari tersenyum mendengar pertanyaan Santi. "Apa ada yang menanyakan itu padamu?" Tanya Ari sambil menepuk pelan kepala Santi.
Sontak, tindakannya membuat Santi mundur beberapa langkah.
"Aku sudah peringatkan pada Kak Ari untuk tidak melakukan hal itu lagi padaku." Ucap Santi lirih.
"Astagfirullah, maafkan aku, Santi. Aku benar-benar lupa."
"Iya, Kak. Tidak apa-apa."
Ainun menatap Ari dengan kesal. "Kakak sudah peringatkan kamu, Ari. Jaga sikapmu jika datang kesini. Tapi, kamu masih saja tidak ada perubahan. Masa hukuman kamu karena pelanggaran yang bulan lalu saja, belum kamu selesaikan. Jangan buat masalah baru lagi."
"Iya, Kak. Ari minta maaf."
"Santi, sini, duduk di dekat kakak. Jaga jarak dengan Ari. Kita sedang di asrama sekarang."
"Kak Ainun berlebihan." Ucap Ari lirih.
"Jangan protes, Ari. Kakak mendengar semua ocehan mu."
Sedangkan Santi yang sudah ambil posisi aman, duduk di dekat Ainun, tersenyum mendengar Ari dimarahi oleh Kakaknya sendiri.
"Coba kamu baca dulu ayat ini." Ainun meminta Santi membaca Al Baqarah yang dia sebut tadi.
"Memangnya, Santi sudah bisa baca Al Qur'an, Kak?" Tanya Ari.
"Dengarkan saja. Jangan sampai kamu tidak bisa berkedip saat mendengar suaranya nanti."
Ari hanya menelan ludahnya mendengar jawaban kakaknya.
"Ayo, Santi. Baca ayatnya sekarang. Jangan lupa baca bismillah dulu."
Santi memulai bacaannya. Benar kata Ainun, Ari hampir tidak bisa berkedip saat mendengar gadis itu membaca ayat suci Al Qur'an.
"MasyaAllah! kau benar-benar membacanya dengan fasih, Santi. Kau memang luar biasa. Kau baru sepuluh hari jadi mualaf dan kamu sudah bisa membaca Al Qur'an dengan benar. Pencapaian yang luar biasa." Ucap Ari antusias diiringi dengan tepuk tangan.
"Santi tersenyum simpul. "Terimakasih, Kak. Tapi, aku memang sudah belajar baca Al Qur'an sejak masih di rumah Kak Ari."
"Aku jelaskan dulu ya, maksud ayat yang kamu baca tadi." Ainun menyela percakapan dua manusia di depannya.
"Iya, Mbak." Jawab Santi, mulai khusyuk mendengar penjelasan Ainun.
Ari duduk terdiam, memperhatikan Santi yang sedang mendengarkan penjelasan Ainun.
"Jadi, kalau temanmu memberikan soal lagi, jawab dengan jawaban yang tidak bisa mereka bantah kebenarannya."
"Baik, Mbak. Kalau begitu, aku mau kembali ke asrama dulu, Mbak. Nanti mereka mencari ku."
"Iya, hati-hati."
Santi tersenyum..
"Kamu tidak mau berpamitan denganku?" Tanya Ari yang merasa dirinya diabaikan.
"Astagfirullah, Santi lupa, Kak. Maaf ya.."
"Tunggu, Santi."
Santi berbalik lagi, saat mendengar Ainun memanggilnya.
"Ada apa, Mbak?"
"Aku lupa memberitahumu kalau besok, aku dan Ari akan pulang."
"Kenapa kalian akan pulang? A..apa aku tidak diajak?"
Ainun dan Ari saling pandang.
"Dua minggu lagi, acara pernikahanku dan Kak Ismail akan di gelar. Jadi, kami harus pulang, Santi. Acaranya akan digelar disini. Tapi, aku harus pulang dulu untuk mempersiapkan diri." Jelas Ainun.
"Apa kalian tidak akan kembali lagi kesini?"
"Astagfirullah, kamu salah paham, Santi. Kami akan pulang beberapa hari saja. Kak Ainun akan menetap disini karena dia akan menikah dengan anak pemilik Pondok Pesantren ini. Jadi kamu jangan khawatir kalau kami akan meninggalkanmu." Jelas Ari panjang lebar.
"Jadi, Kak Ismail yang sering Mbak Ainun ceritakan itu, anak dari pemilik Pondok Pesantren ini, Mbak?"
"Iya, Santi. Jadi, kamu tidak keberatan kan, kalau kami pulang beberapa hari saja."
"Tapi, Kak Ari juga akan kembali kan?"
"Iya." Jawab Ari sambil tersenyum.
"Kak Ari terlihat berbeda kalau berpenampilan seperti ini." Santi memperhatikan Ari dari ujung kaki sampai ujung kepala.
"Maksud kamu?" Ucap Ari ikut memperhatikan penampilannya.
"Di rumah, Kak Ari tidak pernah pakai sarung seperti ini."
"Di rumah kan beda, Santi."
"Berapa hari kalian akan pulang?" Tanya Santi lagi.
"Mungkin, satu minggu."
Santi tersenyum dengan terpaksa. "Aku pasti akan sangat merindukan kalian."
"Assalamualaikum!"
Suara ucapan salam membuat mereka semua menoleh serentak ke arah pintu.
"Wa'alaikumsalam."
"Kenapa kamu kesini, Nara?" Ucap Ari lebih mendekat pada wanita yang masih berdiri di depan pintu.
"Aku merindukanmu, Kak. Kamu kenapa tidak pernah menghubungiku lagi."
Santi mundur beberapa langkah mendengar ucapan wanita yang di panggil Nara itu.
"D..dia siapa, Mbak?" Tanyanya pada Ainun yang terlihat tidak suka dengan kedatangan gadis itu.
Gadis itu menatap ke arah Santi dengan tatapan mengintimidasi. "Kenapa gadis mualaf itu ada disini, Kak?" Tanyanya pada Ari yang masih menatapnya.
"Kamu jangan cemburu. Dia kesini mau mencari Kak Ainun dan dia juga tinggal di rumah kami sebelumnya."
"D..dia siapa, Mbak?" Tanya Santi sekali lagi pada Ainun yang masih diam.
"Dia kekasihnya Ari yang tidak tau malu. Yang membuat Ari sampai berurusan dengan pihak pesantren karena meladeni keinginan wanita ini." Jawab Ainun, menunjuk Nara, yang berdiri beberapa langkah di depannya.
"Apa yang membuat Kak Ainun tidak menyukaiku?" Tanya Nara, menatap Ainun dengan tatapan menantang.
"Aku bukan tidak menyukaimu, Nara. Aku hanya tidak melihat cara licik mu menjebak adikku."
"Lihat, Kak. Kak Ainun begitu membenciku. Apa kamu tidak mau memberikan pembelaan mu untukku?" Adu Nara pada Ari.
"Tidak, Nara. Aku tidak mau membuat masalah lagi. Aku sudah berjanji pada Abi dan Ummi untuk menjadi anak yang baik mulai sekarang."
"Jadi, Kak Ari tidak mau lagi membawaku keluar dari tempat ini lagi."
"Keluar kamu, Nara. Jangan pernah kamu berani lagi menginjakkan kaki di ruangan ku."
"A..aku permisi, Mbak." Santi langsung meninggalkan ruangan Ainun tanpa memperdulikan lagi kehadiran Ari disana.
"Aku mengusir Nara, Santi. Bukan kamu." Ainun sedikit berteriak untuk menghentikan langkah Santi. Tapi, Santi sudah berlalu dan berlari kecil ke asramanya.
Nara hanya tersenyum ketus, mencium pipi Ari sekilas lalu pergi begitu saja tanpa menghiraukan Ainun.
* * *
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 141 Episodes
Comments
☠⏤͟͟͞R🎯™𝐀𝖙𝖎𝖓 𝐖❦︎ᵍᵇ𝐙⃝🦜
santi cemburu itu makanya langsung kabur🤭🤭🤭
2022-04-05
0
☠⏤͟͟͞R🎯™𝐀𝖙𝖎𝖓 𝐖❦︎ᵍᵇ𝐙⃝🦜
waaah parah nara, berani cipiki didepan ainun🤭🤭🤭
2022-04-04
0