Ari bingung, mau membawa kemana wanita yang pingsan di atas pangkuannya itu. Dia sudah kehabisan tenaga kalau harus menggendongnya lagi. Sudah sekitar satu jam Santi pingsan. Namun, Ari tidak tau harus berbuat apa. Sebenarnya, Ari kasihan melihat gadis itu. Luka di wajahnya terlihat agak membengkak. Tetapi kalau dia membawanya ke rumah sakit. Dimana dia akan mendapatkan uang untuk membayar administrasi nanti. Sedangkan dia saja masih minta uang pada orang tuanya.
"Ya Allah, apa yang harus hamba lakukan sekarang?" Gumam Ari sambil merintih. Luka bekas goresan pohon bonsai di lengannya terasa perih. Dia melirik jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. Waktu subuh sebentar lagi tiba. Dia harus membawa Santi ke tempat yang aman. Sebelum orang-orang berperasangka buruk padanya. Melihat kondisi mereka yang sangat berantakan. Tentu, akan membuat orang lain berfikir yang tidak-tidak tentang mereka.
Ari mencoba bangkit, mengumpulkan kembali sisa-sisa tenaganya. Dengan susah payah, dia berhasil menaikkan Santi ke atas punggungnya. Santi menggelayut lemas di sana. Untung saja tubuh Ari tinggi besar. Entah, bagaimana jadinya kalau postur tubuhnya tidak seperti itu.
Ari terus berjalan, walaupun langkahnya agak tertatih karena kecapekan. Dia tidak berani, walaupun hanya untuk berhenti sejenak. Hanya matanya yang celingukan, karena dia sudah memasuki komplek perumahannya.
Ari menggedor-gedor gerbang rumahnya dengan sebelah tangannya, agar satpam segera membukakan pintu. Takut, keberadaannya dilihat tetangga. Apalagi dengan situasinya yang sedang menggendong seorang wanita seperti ini. Dia hanya tidak mau merusak nama baik keluarganya.
"Siapa yang bertamu sepagi ini." Gerutu Pak Parjo sambil mengucek matanya yang masih mengantuk.
Betapa kagetnya Pak Parjo melihat Ari yang berjalan masuk sambil menggendong seorang gadis.
"T..tuan muda. Siapa yang anda bawa ini, Tuan?"
"Jangan bertanya, Pak. Bantu aku membawanya ke ruang tamu." Ucap Ari, dengan nafas ngos-ngosan.
"Ta..tapi, bagaimana dengan Tuan besar dan Nyonya, Tuan?"
"Aku sudah bilang, jangan bertanya, Pak. Kalau Pak Karjo bertanya lagi, aku sumpal mulut Bapak." Ucap Ari, sedikit menggertak, agar Pak Parjo tidak bertanya lagi.
Pak Parjo tidak berani membantah lagi. Dia lansung membantu Ari menurunkan Santi. Pak Parjo membelalakkan matanya, terkejut saat melihat wajah Santi yang penuh dengan luka lebam.
"Astagfirullahal'adzim, a..apa yang terjadi dengannya, Tuan?"
Ari menghembuskan nafasnya dengan kasar. "Aku sudah bilang sama Bapak, jangan bertanya. Kenapa Bapak masih bertanya juga, Pak?" Ari mengeratkan giginya karena kesal
Pak Parjo langsung diam. Dia melanjutkan langkahnya untuk membawa Santi sesuai dengan permintaan Tuannya.
Pak Parjo membaringkan Santi di sofa ruang tamu sesuai dengan permintaan Ari. Dia langsung berpamitan setelah tugasnya selesai.
Menyimpan rasa penasarannya yang teramat sangat. Dia lansung meninggalkan ruang tamu dan kembali ke post jaganya.
* * *
Pagi ini, keributan tidak bisa dihindari di rumah Pak Akmal. Bagaimana tidak, Pak Akmal sangat tidak menduga, putranya sampai berani membawa anak gadis orang ke dalam rumahnya. Bahkan, Pak Akmal sampai membatalkan jadwal rapatnya pagi ini, karena mengurus masalah ini.
"Ari mohon, Abi, Ummi. Bawa gadis ini ke Rumah Sakit. Kasihan dia, lukanya sudah membengkak. Dia bahkan belum sadar sejak tadi malam."
"Kau sungguh tidak tau malu, Ari. Semalam, kau pergi begitu saja tanpa menghiraukan nasihat kami. Dan sekarang, kau tiba-tiba muncul dengan membawa anak orang dalam keadaan seperti ini. Kau apakan anak orang, Nak?!" Tanya Pak Akmal berapi-api. Rahangnya mengeras, menandakan dia benar-benar sedang marah. Berulang kali kepalan tangannya melayang ke muka Ari.
"Demi Allah, Abi. Ari tidak pernah menyentuhnya. Ari hanya menyelamatkannya!" Jawab Ari sedikit berteriak, tidak terima dengan tuduhan Abinya.
"Alasan apa itu, Ari?!"
"Sungguh, Abi. Ari benar-benar tidak pernah melewati batasan. Ari memang meminta kebebasan pada Abi dan Ummi. Tapi, bukan kebebasan yang seperti ini, Abi."
Pak Akmal hanya mendengus tanpa mau menatap anaknya. Ari yang sudah berlutut sejak tamparan pertama Abinya melayang, hanya pasrah. Bingung, mau menjelaskan apa lagi, agar Abinya mempercayai semua ucapannya.
Bu Fatimah yang dari tadi terisak dalam pelukan putrinya, bangkit. Dia mencoba menatap gadis yang belum sadarkan diri di sofa depannya. "Kalau bukan kamu, siapa yang membuatnya seperti ini, Nak?" Tanyanya. Suaranya putus-putus karena Isak tangisnya.
"Ari tidak sekejam itu, Ummi."
"Lalu?!" Tanya Ainun dengan ketus.
"Aku menyelamatkannya dari kekejaman Ayahnya."
"Kenapa kamu mencampuri urusan pribadi orang, Nak ? Ummi mohon, Nak. Bawalah dia kembali pada keluarganya."
"Dia yang mendatangiku, Ummi. Dia juga yang memintaku, untuk membawanya kabur."
"Apa kamu bisa mempertanggung jawabkan semua yang kamu katakan tadi?" Timpal Pak Akmal.
Ari mengangguk mantap. "Ari berkata jujur, Abi. Ari tidak pernah ada niat untuk menyembunyikan sedikitpun sesuatu yang Ari dan wanita ini lakukan." Ucapnya sambil mengalihkan perhatiannya pada Santi yang masih belum sadarkan diri.
"Kenapa tidurnya sangat pulas? Dia bahkan tidak terganggu dengan perdebatan ini." Ucap Ainun tiba-tiba, heran melihat Santi yang tidak pernah mengubah posisi tidurnya.
"Aku sudah jelaskan dari awal. Dia tidak tidur, Kak. Tapi, dia pingsan."
Ainun langsung membelalakkan matanya. "Astagfirullahal'adzim, kasihan sekali dia, Dek."
"Itulah mengapa aku memohon pada Abi dan Ummi untuk membawanya ke Rumah Sakit. Semalam, aku berniat untuk membawanya. Tapi, aku tidak bawa apa-apa."
"Bawa dia sekarang!" Perintah Pak Akmal tiba-tiba.
Ari mengembangkan senyumnya. "Terimakasih, Abi."
"Mmm.." Jawab Pak Akmal singkat.
"Ummi, Aku mau berangkat ke kantor. Suruh sopir untuk segera mempersiapkan mobil." Perintah Pak Akmal.
"Biar Ainun, Abi. Ummi akan membantu Ari membawa wanita itu ke Rumah Sakit." Ucap Ainun, bergegas meninggalkan ruangan itu.
* * *
"Bagaimana keadaannya, Dokter?" Tanya Bu Fatimah pada dokter yang menangani Santi.
"Luka anak ibu sangat parah. Dari hasil visum, beberapa bagian yang memar di tubuhnya adalah hasil pukulan benda keras. Bahkan, ada luka sayatan di lengannya."
Bu Fatimah menautkan alisnya, terkejut mendengar penuturan dokter itu. "Maaf, Dok. Gadis itu bukan anak saya. Tadi malam, anak saya menemukannya dalam keadaan pingsan di pinggir jalan."
Dokter itu hanya mengangguk. Namun, enggan mengomentari pengakuan Bu Fatimah.
"Apa dia membutuhkan perawatan yang lebih serius, Dokter?"
"Kita observasi dulu, Bu. Tapi, sepertinya dia akan dirawat inap."
"Lakukan yang menurut dokter terbaik. Kami hanya akan mengikuti instruksi dari dokter saja."
Dokter itu mengangguk. "Baik, Bu."
"Terimakasih, Dokter."
"Sama-sama, Bu."
Bu Fatimah meninggalkan ruangan itu. Dia kembali untuk menengok keadaan Santi.
"Bagaimana keadaannya, Nak Pi cm?" Tanya Bu Fatimah pada Ainun yang duduk di dekat brankar Santi.
Sedangkan Ari, terlihat duduk agak jauh dari mereka.
"Tadi dia batuk, Ummi. Tapi, Aku kaget karena mulutnya mengeluarkan darah." Tutur Ainun. "Kata perawat yang menanganinya tadi, ada luka dalam yang harus segera ditangani."
Bu Fatimah menghembuskan nafasnya dengan kasar. "Semoga Allah selalu melindunginya."
"Amiinn.." Jawab Ari dan Ainun serentak.
Ari menguap. Tubuhnya benar-benar butuh istirahat. Semalaman beraktivitas, membuat tubuhnya terasa lemah. Dia mendekati Bu Fatimah dan Ainun.
"Boleh aku titip dia sebentar, Kak." Tanyanya, menepuk pundak kakaknya.
"Kamu mau kemana, Dek? Bagaimana kalau nanti dia sadar dan mencari kamu ?"
"Aku hanya mau istirahat sebentar, Kak. Boleh, ya. Kepalaku pusing sekali."
Ainun berfikir sejenak. "Iya, deh. Tapi kalau kamu sudah merasa baikan, segera kembali kesini. Kakak kan belum kenal sama dia. Mau bilang apa nanti kakak kalau sampai dia sadar ?"
"Terimakasih, Kak."
"Iya. Sudah, pulang sana."
Ari dan Bu Fatimah meninggalkan Rumah Sakit. Menyisakan Ainun yang duduk termenung, menatap wanita yang belum ada tanda-tanda akan segera sadar.
* * *
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 141 Episodes
Comments
☠⏤͟͟͞R🎯™𝐀𝖙𝖎𝖓 𝐖❦︎ᵍᵇ𝐙⃝🦜
kasian knp dia sampe luka2 begitu parah, ayahnya parah🤬
2022-03-31
0