Sore itu, Pak Akmal mengajak istri dan kedua anaknya duduk bersama di ruang keluarga. Tidak lupa, Santi juga diikut sertakan duduk di ruang keluarga. Hal itu membuat Bu Fatimah kembali menatap gadis itu dengan sinis. Namun, Bu Fatimah tidak berani mengeluarkan suara kasar untuk Santi di depan suaminya. Hanya tatapan tidak suka yang tidak bisa dia sembunyikan saat itu.
Pak Akmal memperhatikan tingkah istrinya secara diam-diam. Dia terus melirik, tatapan sinis Bu Fatimah pada Santi. Ainun dan Ari juga ikut memperhatikan kelakuan Umminya.
Santi menunduk, tidak berani mengangkat kepalanya. Karena, kalau dia mengangkat kepala, tatapan Bu Fatimah akan langsung menusuk ke dalam dadanya.
Ainun membuka percakapan untuk menghilangkan kecanggungan di ruangan itu. "Abi, lima hari lagi kami akan kembali ke pesantren. Biasanya, sebelum kami kembali, Abi selalu mengajak kami jalan-jalan dulu."
"Iya, Abi." Timpal Ari.
Pak Akmal menatap kedua anaknya sambil tersenyum. " Abi sedang mencari waktu, nak. Abi tidak mungkin melupakan kebiasaan kalian yang selalu minta jalan-jalan."
"Alhamdulillah," ucap Ainun dan Ari kompak.
"Abi mau mengajak anak-anak kemana liburan kali ini?" Tanya Bu Fatimah.
"Kayaknya, kalau kita ke pantai rame-rame seru, deh."
"Ke pantai mana Abi ?!" Tanya Ainun antusias.
"Abi juga sedang memikirkannya, nak."
"Kirain udah ditentuin sama Abi."
Pak Akmal beralih menatap Santi yang hanya diam menunduk. "Coba kita tanya dulu sama Santi. Siapa tau, dia tau dimana pantai yang menyuguhkan pemandangan yang indah."
Santi terkejut dan langsung mengangkat wajahnya. "M..maaf, Om. Aku tidak tau."
"Anak jalanan mana tau tempat yang indah. Taunya ya cuma pinggir jalan." Gerutu Bu Fatimah.
Pak Akmal menatap istrinya heran. " Apa yang melatar belakangi Ummi, sehingga Ummi tidak suka pada Santi? Perasaan, Abi tidak pernah
mengajarkan Ummi untuk dendam."
Mulut Bu Fatimah hanya komat-kamit tidak karuan. Dia memalingkan wajahnya, enggan menatap suaminya yang sedang menceramahi-nya.
"Apa Ummi mendengarkan semua yang aku katakan?" Tanya pak Akmal.
Bu Fatimah hanya diam, tidak menjawab pertanyaan suaminya sama sekali.
Ainun dan Ari ikut diam. Namun, mereka menyimak nasihat yang disampaikan oleh Abi mereka.
"Apa Ummi dengar? " Tanya pak Akmal lagi. Dia menatap kedua anaknya yang menunduk mendengar ucapannya. "Ainun, Ari. Bawa Santi ke taman belakang. Masalah jalan-jalan, nanti kita bahas lagi. Abi mau ngomong dengan Ummi kalian."
Ainun dan Ari beranjak bangun, Santi juga ikut bangun. Lalu mereka langsung berlalu dari hadapan dua orang tua yang sedang tersulut emosi itu.
Ikut Aku ke kamar, Fatimah." Ucap Pak Akmal tanpa menghiraukan istrinya yang masih menggerutu.
Brak!
Pak Akmal membanting pintu kamarnya.
"Jangan membanting pintu, Abi!" Teriak Bu Fatimah pada suaminya.
"Kalau sekali lagi Abi bicara dan Ummi masih seperti ini. Ummi tidak akan pernah mendapatkan ridha Abi sebagai suami Ummi."
"Apa maksud Abi menyangkut pautkan masalah ini dengan ridha mu pada istri, Abi?" Timpal Bu Fatimah dengan ketus.
"Abi tidak suka melihat Ummi punya dendam sama orang. Aku merasa telah gagal mendidik istriku sendiri." Ucap pak Akmal dengan suara lantang. "Aku benci sifat-mu yang seperti ini, Fatimah!"
Bu Fatimah langsung menunduk mendengar ucapan suaminya.
"Mana Fatimah yang dulu aku kenal?! Fatimah yang ramah pada orang, Fatimah yang selalu menjunjung silaturrahmi. Fatimah yang sekarang, kenapa seperti ini?!"
"Aku tidak suka pada gadis itu, Abi!"
"Apa alasanmu membencinya? Apa dia pernah menyakitimu? Apa dia pernah berkata kasar padamu? Bukankah Ummi yang selalu menyakitinya dengan ucapan Ummi yang kasar padanya?"
"Aku tidak suka melihatnya dekat dengan Ari. Itu saja, Abi. Nggak lebih." Timpal Bu Fatimah.
"Tapi tidak begini caranya, Ummi. Tidak dengan melukai harga dirinya. Ummi tau sendiri, kan? Dia sudah lelah menderita. Ummi jangan menambah lagi penderitaannya."
"Ummi takut, nanti dia merayu Ari."
"Dia itu anak baik-baik, Ummi. Jangan hanya memandang orang dari penampilannya."
"Auratnya berkeliaran, Abi."
"Abi sudah katakan pada Ummi. Jangan melihat orang hanya dari penampilannya. Ummi tau sendiri kan, dia siapa?"
Bu Fatimah hanya diam mendengar ucapan suaminya.
Pak Akmal meraih kedua tangan istrinya. "Abi mohon, Ummi. Hilangkan sifat tidak suka itu dari hati Ummi. Jangan biarkan sifat buruk itu mendarah daging dalam hatimu, Ummi."
Bu Fatimah mengalihkan pandangannya, tidak kuasa menatap mata suaminya. Air matanya jatuh setetes. "Ummi hanya takut, dia merebut Ari dari Ummi, Abi. Ummi merasa, dia telah jatuh cinta pada Ari."
Pak Akmal menangkup pipi istrinya. "Kita tidak bisa melarang orang untuk jatuh cinta, Istriku. Dia juga belum tentu mau, kalau rasa itu tumbuh dalam hatinya. Tapi, Ummi juga tau sendiri, kalau rasa cinta itu datang dari Allah. Jadi, Ummi jangan menyalahkan Santi, jika dia mencintai putra kita."
Bu Fatimah menarik nafas dalam, air matanya kembali menetes. Dia memberanikan diri menatap mata suaminya. "Maafkan Ummi, Abi. Mulai sekarang, Ummi akan berusaha mengubur rasa tidak suka itu."
Pak Akmal tersenyum menatap istrinya. Kedua tangannya masih menempel di pipi istrinya. "Terimakasih, sayang." Ucapnya seraya mengecup bibir istrinya.
Bu Fatimah langsung menunduk malu diperlakukan seperti itu oleh suaminya. Dia tidak bisa menyembunyikan rona merah di wajahnya. Dia menarik sedikit sudut bibirnya.
"Sekarang, minta maaflah pada Santi. Kasihan dia, Ummi. Dari kemarin, gadis itu terlihat murung."
Bu Fatimah mengangguk.
Pak Akmal langsung memeluk istrinya. "Terimakasih, sayang."
* * *
Malam itu, Bu Fatimah duduk di dekat Santi. Sebenarnya, gadis itu tidak mau ikut makan malam bersama mereka. Tapi, Ainun berhasil membujuknya dan menjamin, bahwa semua akan baik-baik saja.
Usai makan malam Bu Fatimah meraih tangan Santi dan menggenggam tangan gadis itu dengan erat. Santi sampai terlonjak kaget dan tidak percaya dengan yang dilakukan Bu Fatimah padanya. Santi mencoba menarik tangannya. Takut, kalau Bu Fatimah akan menyakitinya.
"Jangan takut, nak. Ummi tidak akan menyakitimu."
Santi langsung menatap Bu Fatimah. Tanda tanya besar melintas di kepalanya. Apa gerangan yang terjadi sehingga Bu Fatimah berubah secepat itu.
"Maafkan Tante, nak." Ucap Bu Fatimah, masih menggenggam tangan Santi. "Tante mau minta maaf atas kelakuan buruk Tante selama ini." Ucap Bu Fatimah. Dia hampir mencium tangan gadis itu. Namun, dengan cepat Santi berhasil melepaskan tangannya dari genggaman Bu Fatimah.
"Tante, tidak usah seperti ini."
"Kamu belum mengatakan, kalau kamu memaafkan Tante, nak." Bu Fatimah kembali menarik tangan Santi.
"Iya, Tante. Tapi, apa salah Tante sama aku?"
"Tante jahat sama kamu, nak. Tante selalu menghinamu, Tante selalu merendahkan harga dirimu."
"Itu hak mu, Tante. Aku hanya numpang di sini."
"Jangan katakan itu lagi, nak. Tante benar-benar menyesal telah mengeluarkan kata-kata yang tidak baik itu dari mulut Tante."
Santi hanya diam menundukkan kepalanya. Air matanya mengalir, dadanya naik turun. Entah, darimana datangnya rasa haru itu membuncah di dadanya.
Ari yang dari tadi hanya menganga menyaksikan drama di depannya, berdiri mendekati Santi. "Kamu baik-baik saja kan, Santi." Ucapnya sambil menyentuh pundak gadis yang sesenggukan itu.
Santi mendongak menatap Ari. "Kak Ari jangan menyentuhku. Kita ini bukan muhrim." Ucap Santi sambil menyingkirkan tangan Ari dari pundaknya.
Pak Akmal tersenyum menonton drama yang terlihat semakin seru di depannya.
Ainun ikut tersenyum. Namun, dia tidak berkomentar dan hanya duduk bersandar seperti yang di lakukan Abinya.
Ari terdiam mendengar ucapan Santi.
"Memangnya, kamu sudah tau artinya muhrim itu apa?" Tanya Ari, menahan senyumnya.
Santi menautkan alisnya. "Kak Ari meragukan pengetahuanku? Aku sudah tau sekarang, Kak. Aku sudah punya guru yang menjelaskan semuanya padaku."
Ari tersenyum mengejek pada Santi. "Kamu, ponsel aja nggak punya, dimana mau dapat guru. Kalau kamu pernah keluar rumah sih, aku akan percaya. Tapi, kamu kan cuma diam di rumah ini. Dapat guru darimana coba?"
"Itu, guruku." Tunjuk Santi pada Ainun. "Dia sudah menjelaskan kata-kata istilah yang kemarin tidak aku ngerti maksudnya. Dia murah hati. Nggak pelit seperti Kak Ari."
Pak Akmal tidak bisa menahan tawanya mendengar ucapan Santi. Bu Fatimah juga ikut tersenyum, walaupun masih terlihat kaku.
* * *
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 141 Episodes
Comments
☠⏤͟͟͞R🎯™𝐀𝖙𝖎𝖓 𝐖❦︎ᵍᵇ𝐙⃝🦜
pak akmal.sabar banget👍🏻👍🏻👍🏻
2022-04-02
0
☠⏤͟͟͞R🎯™𝐀𝖙𝖎𝖓 𝐖❦︎ᵍᵇ𝐙⃝🦜
semoga sesalah pahamanya mencair seperti esssa
2022-04-01
0