NovelToon NovelToon
Cinta Di Atas Abu

Cinta Di Atas Abu

Status: sedang berlangsung
Popularitas:1.6k
Nilai: 5
Nama Author: RizkaAube

Hidup Nara berubah dalam satu malam. Gadis cantik berusia dua puluh tahun itu terjebak dalam badai takdir ketika pertemuannya dengan Zean Anggara Pratama. Seorang pria tampan yang hancur oleh pengkhianatan. Menggiringnya pada tragedi yang tak pernah ia bayangkan. Di antara air mata, luka, dan kehancuran, lahirlah sebuah perjanjian dingin. Pernikahan tanpa cinta, hanya untuk menutup aib dan mengikat tanggung jawab. Namun, bisakah hati yang terluka benar-benar mati? Atau justru di balik kebencian, takdir menyiapkan sesuatu yang lebih dalam dari sekadar luka? Dan diantara benci dan cinta, antara luka dan harapan. Mampukah keduanya menemukan cahaya dari abu yang membakar hati mereka?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon RizkaAube, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter : 10

“DI MANA ZEAN?!”

Masih dengan amarah yang membara usai bertemu Dela di restoran, Lusi nekat menerobos ke perusahaan Zean, tanpa peduli apa pun yang akan terjadi

Suara Lusi memecah ketenangan lobi megah perusahaan milik Zean. Tumit sepatunya menghentak lantai marmer, sementara matanya liar mencari sosok yang begitu ingin ia temui.

Wajahnya merah padam, bukan karena malu, tapi karena amarah yang menggelegak.

Sejak keluar dari tempat ia bertemu Dela, pikirannya tak bisa diam. Poster undangan itu terus terbayang-bayang.

Zean menikah? Dan bukan dengannya?

Setelah semua yang mereka lalui bersama? Lusi tak terima!.

“Maaf, Nona. Tuan Zean sedang tidak ada di tempat. Beliau sedang sibuk dengan persiapan pernikahannya,” ujar Pak Satpam dengan tegas tapi tetap sopan.

Namun ucapannya justru menjadi bensin bagi api di dada Lusi.

“Apa kau bilang?!” Ia melangkah maju, matanya menatap tajam ke arah satpam.

“Berani sekali kau bicara begitu padaku? LUPA SIAPA AKU? Aku kekasih Tuan Zean! Kekasihnya!”

Suasana di lobi jadi tegang. Para karyawan mulai keluar dari ruangan, berbisik-bisik sambil melirik ke arah Lusi.

Beberapa wajah menunjukkan keterkejutan. Beberapa malah terlihat senang akhirnya, drama yang selama ini hanya mereka dengar lewat gosip, kini tersaji langsung di depan mata.

“Ayo, Nona. Tolong jangan buat keributan. Kami mohon, tinggalkan tempat ini sebelum kami bertindak lebih jauh.”

Satpam yang mulai kehilangan kesabaran mencoba menarik lengan Lusi pelan namun tegas.

“LEPASKAN! AKU MAU TEMUI ZEAN! SEKARANG!!” Lusi menjerit seperti orang kesurupan.

Dan saat itulah…

Langkah tenang seorang pria berpakaian jas hitam elegan memasuki lobi. Wajahnya datar. Sorot matanya tajam. Ray.

“Ada apa ini?” suaranya tenang tapi membawa tekanan.

“Ah, kebetulan sekali Tuan Ray datang,” ucap Pak Satpam. “Nona ini dari tadi berteriak-teriak mencari Tuan Zean. Kami sudah mencoba menenangkan, tapi…”

Ray menatap Lusi, datar.

“Ada keperluan apa, Nona Lusi?” suaranya dingin seperti es.

“Ray… aku… aku mau ketemu Zean,” ujar Lusi tergagap, nada suaranya mulai bergetar. Ia mendekat, menggenggam pergelangan tangan Ray penuh harap. “Tolong bantu aku. Aku mau minta maaf padanya. Aku sadar… aku salah…”

Ray menepis tangan Lusi secepat kilat, jijik.

“Jangan sentuh aku dengan tanganmu yang kotor itu.”

Perkataannya menampar Lusi seperti cambuk.

“Tuan Zean sedang mempersiapkan pernikahannya. Dia tidak punya waktu untuk omong kosong seperti ini,” lanjut Ray, lalu berbalik hendak pergi.

Namun belum sempat ia melangkah jauh, Lusi berlari mengejarnya dan berlutut sambil memeluk kakinya.

“Ray! Kumohon! Tolong! Aku mohon, hanya sebentar saja! Aku harus bicara dengannya! Aku… aku gak bisa hidup tanpa Zean!” Suara Lusi kini berubah menjadi raungan pilu.

Tapi Ray hanya menatapnya dingin, seolah sedang melihat makhluk menjijikkan di tanah.

“Lepas! Kau tidak tahu malu?” Ray menghentakkan kakinya keras hingga tubuh Lusi terjungkal ke belakang, jatuh dengan menyedihkan di lantai lobi yang dingin.

Desahan kaget terdengar dari para karyawan yang menonton. Sebagian membelalak, sebagian menutup mulut menahan tawa atau rasa simpati yang terpaksa.

Tadinya mereka mengira Zean kejam. Tapi melihat Lusi sekarang, mereka mulai paham mungkin bukan Zean yang bersalah.

“Ray… aku mohon…” Lusi merangkak di lantai, air matanya tumpah tak terbendung. Tubuhnya gemetar.

Namun Ray tak bergeming. Ia hanya memberi instruksi tegas.

“Usir dia. Dan pastikan nama Lusi tidak pernah lagi bisa masuk ke daftar tamu atau pengunjung perusahaan ini.”

Lusi berteriak, mengguncang ruangan. Tapi Ray sudah pergi.Tak seorang pun menoleh lagi padanya.

Ia kini sendirian. Terlantar.

Seperti boneka usang yang dibuang

...\~⭑ ⭑ ⭑ ⭑ ⭑\~...

Setelah sesi foto yang melelahkan namun memuaskan, Melisa memutuskan untuk mengajak Zean, Cika, dan calon menantunya, Nara, makan siang bersama. Ia memilih sebuah restoran elit yang hanya bisa dimasuki dengan reservasi khusus,tempat yang tak sembarang orang bisa duduki, bahkan hanya untuk sekadar mencicipi satu sendok sup pembuka.

Nara melangkah pelan, mengikuti dari belakang. Matanya sibuk menjelajahi interior mewah restoran.

Lampu gantung kristal berkilau di atas kepala, lantai marmer yang licin, pelayan dengan jas formal berdiri siap menyambut.

Ia sedikit menunduk bukan karena malu, tapi takut terlihat tidak pantas berada di tempat seperti ini.

Ia hanya gadis biasa. Setiap hari berdiri di balik etalase toko garment, melipat pakaian dan melayani pelanggan.

Melisa, seperti biasa, memesan menu tanpa memikirkan harga. Steak wagyu dengan saus red wine, udang karang impor, dan penutup mousse cokelat Belgia.

Nara hanya bisa menganga saat melihat daftar harga. Satu porsi makanan ini mungkin cukup untuk biaya makannya hingga satu minggu kedepan.

Tapi ia tetap tersenyum. Ia tidak ingin membuat Melisa merasa tidak nyaman.

Pelan-pelan ia mengaduk minuman jus segar yang bahkan terasa seperti disajikan langsung dari surga.

Hidangan datang. Tidak banyak percakapan. Yang terdengar hanya gesekan sendok dan garpu menyentuh piring kaca.

Tiba-tiba

Dering ponsel mengusik keheningan. Sebuah benda tipis yang terletak di meja bergetar dan menyala.

Semua mata melirik sejenak, tapi hanya Zean yang tahu siapa di balik layar itu.

Wajah Zean menegang sesaat. Tapi ia tak menjawab. Hanya meletakkannya kembali dengan tenang.

“Zean? Kamu kenapa, Nak?” tanya Melisa pelan, sedikit khawatir.

“Tidak ada, Ma,” jawabnya singkat.

Namun sorot matanya menunjukkan sesuatu yang tak dikatakannya.

Melisa tahu benar nada bicara anaknya. Itu bukan nada ‘tidak ada apa-apa’.

Itu nada ‘ada sesuatu yang tidak ingin dibahas’. Dan satu nama pun langsung muncul di benaknya, Ray.

Dan benar saja. Tak lama setelah selesai makan, Zean berdiri.

“Ma, aku ada sedikit urusan pekerjaan. Bisa tolong antar Nara pulang ke rumah mama dulu? Nanti aku yang akan mengantarnya ke rumahnya sendiri,” ucap Zean tenang, sambil merapikan jasnya

Melisa hanya mengangguk. Ia mencium pipi putranya kanan kiri seperti biasa.

“Hati-hati, Sayang.”

Di luar restoran, mobil hitam mewah Zean melesat dengan kecepatan tinggi. Setir dibelokkan ke arah jalan pintas, tanpa ragu, tanpa jeda.

Ray mengirim kabar. Wanita itu datang Lagi.

Wanita yang dulu pernah mengisi harinya dengan tawa. Wanita yang dulu ia panggil cinta. Dan kini… wanita yang hanya menyisakan jijik dan luka.

Begitu tiba di perusahaannya, dari kejauhan Zean bisa melihat dengan jelas.

Lusi.

Masih berdiri di depan lobi perusahaan. Masih dengan air mata dan suara yang memekakkan telinga.

Masih dengan cara menyedihkan yang sama seperti saat dia memohon setelah kepergok mengkhianatinya.

Ada sebersit perasaan aneh di hati Zean.

Rasa iba, mungkin. Atau sisa luka lama yang belum benar-benar sembuh.

Tapi ketika bayangan malam itu kembali menghantam pikirannya, Wajah Lusi memerah karena ciuman dengan pria lain, suara desah manja dan rayuan menjijikkan yang masuk ke telinga Zean dari balik pintu. semua rasa iba itu berubah menjadi amarah dan luka yang membatu.

Zean melangkah cepat. Mantap. Wibawanya menghantam udara. Dan begitu suaranya keluar, Lusi terhenti.

“Apa yang kau lakukan di sini?”

Lusi, yang sejak tadi berteriak-teriak bak orang kehilangan akal, langsung diam.

Ia menoleh dan menatap pria yang dulu begitu mencintainya.

Wajah yang dulu selalu membuatnya merasa aman, kini memancarkan dingin yang menusuk.

Secepat kilat, Lusi berlari dan memeluk Zean.

Pelukan manja yang dulu selalu membuat Zean tersenyum, Kini tidak menghasilkan reaksi apa pun.

Zean diam. Tak satu pun jari terangkat membalas pelukan itu. Matanya menatap kosong ke depan. Dingin. Hambar.

“Lepaskan pelukanmu, Lusi,” katanya pelan, tapi tajam.

Namun Lusi malah memeluknya lebih erat.

“Aku merindukanmu sayang… aku salah, aku bodoh…”

Zean memejamkan mata sejenak,lalu

Brughh!

Tubuh Lusi terdorong keras ke belakang.

Terhuyung, hampir jatuh.

“Berapa banyak pria yang kau rindukan seperti itu, hah?” Nada Zean bukan marah. Tapi lebih tajam dari kemarahan, penyesalan yang dalam.

“Kamu berubah, Zean. Dulu kamu nggak pernah sekeras ini ke aku!”

“Karena dulu kamu belum jadi pengkhianat,” balas Zean dingin.

Lusi tercekat.

“Mulai hari ini, kau jangan pernah muncul lagi dalam hidupku.Aku, Zean Anggara Pratama, secara resmi memutuskan Kau adalah bagian masa lalu yang aku kubur hari ini.”

Langkah Zean melewati tubuh Lusi. Tapi belum semeter ia berjalan, suara tajam itu meledak.

“Kau tinggalkan aku karena gadis muda pelacur itu, kan?!”

Seketika suasana lobi terdiam. Semua pegawai terpaku.Zean berhenti. Perlahan ia berbalik. Tatapannya… mengerikan.

Mata yang biasa menatap hangat itu kini seolah membunuh dalam diam.

“Kau menyebutnya pelacur?” Zean mendekat, suara pelan tapi setiap kata seperti petir.

“Dia gadis suci, Justru kaulah pelacur, Lusi. Pelacur yang berbalut kemewahan, ego, dan pengkhianatan.”

Lusi terpaku. Mulutnya terbuka tapi tak mampu berkata.

“Usir wanita ini dari sini. Hari ini juga. Dan pastikan dia tidak pernah lagi bisa menginjakkan kaki di tempat yang sama denganku.”

Zean pergi. Meninggalkan jejak dingin di udara.

Dan Lusi? Ia tak menangis lagi. Ia hanya berdiri diam, wajahnya kosong. Mungkin, untuk pertama kalinya… ia sadar. Ia telah kehilangan segalanya.

1
Bintang
Smgt 🌷
Etit Rostifah
lanjut ...
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!