Hanum Salsabila, seorang dosen cantik harus menerima kenyataan jika ia harus dijodohkan dengan seorang CEO. Ia hanya bisa pasrah dengan ketegasan Halim sang ayah yang membuatnya tidak berdaya.
Ravindra Aditama, CEO yang begitu membenci perjodohan. Ia bersumpah akan mengerjai Hanum sampai ia puas dan pergi meninggalkan negeri ini setelahnya.
Kisah cinta mereka baru saja dimulai, namun Tama harus menerima kenyataan jika Hanum lebih memilih untuk berpisah darinya.
Akankah mereka bisa mempertahankan rumah tangga atau memilih untuk berpisah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon bucin fi sabilillah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Apa aku siap?
"Belum Dad, tidak mungkin bisa mengajukan cuti secepat itu!" ucap Tama.
"Kenapa tidak? Kamu CEO, dan Hanum mengajar di kampus keluarga Ayah Halim, kenapa kalian tidak bisa mengajukan cuti dengan cepat?" Tanya Pasya.
"Dad, bukan seperti itu. Banyak pekerjaan yang akan terbengkalai nanti, jika aku mengajukan cuti tiba-tiba," ucap Hanum dengan suara lembutnya.
"Iya, Daddy tau, Nak. Tapi, sekarang Dad mau kalian pergi berbulan madu. Sudah cukup kalian bekerja terus tanpa ada waktu untuk berlibur. Sekarang sudah waktunya untuk kalian memberikan kami cucu!" ucap Pasya tersenyum.
Halim mengeluarkan dua buah tiket ke luar negeri untuk mereka berbulan madu.
Tama dan Hanum terkejut melihat itu. Mereka merasa tidak percaya dengan apa yang di inginkan oleh para orang tua itu.
"Ayah!" seru Hanum tidak suka.
"Ayah tidak menerima penolakan!" ucap Halim tegas.
"Aku tidak bisa dalam waktu dekat ini, Dad. Proyek bersama perusahaan Ayah baru saja aku mulai, tidak mungkin aku tinggalkan begitu saja!" ucap Tama berusaha untuk menolak itu.
Namun Pasya hanya menatap Tama dengan tajam. Selalu saja seperti ini ketika mereka berbicara, selalu ada perdebatan yang membuat mereka emosi dan tidak ada yang ingin mengalah.
"Nanti malam kalian akan pergi!" ucap Pasya tanpa bisa dibantah.
Tama dan Hanum terdiam, mereka tidak tau harus berbuat apa lagi. Berdebat hanya akan sia-sia dan menghabiskan tenaga mereka yang tersisa.
Nafisa melihat Hanum dengan iba, ia tidak memiliki kekuatan untuk membantah sang suami, walaupun ia sudah mencoba berbicara dengan baik. Namun, Halim memang memiliki watak yang keras dan sulit untuk dibantah.
Maafkan Bunda, Sayang! Semoga kalian memang benar-benar berjodoh. Semoga usaha dan pengorbanan kalian terbayar lunas dengan rasa cinta yang perlahan tumbuh nantinya. Batin Nafisa.
"Barang semalam belum dibongkar, 'kan?" tanya Alifiya.
"Belum, Mom!" ucap Hanum lirih.
"Bagus! Nanti bereskan lagi, dan bersiap untuk pergi bulan madu!" ucap Alifiya bertepuk tangan.
Tama tersenyum tipis ketika mendapatkan sebuah rencana baru agar mereka tidak pergi berbulan madu.
Karena bisa dipastikan, akan terjadi hal-hal yang membuatnya tidak tahan untuk melakukan sesuatu kepada Hanum. Apa lagi mereka akan tinggal satu kamar bersama.
Sepertinya, akan ada malam penuh keringat dan desahaan di sana. Batin Tama menyeringai.
Mereka langsung mengantarkan Hanum dan Tama hingga masuk ke ruang tunggu sebelum check-in. Pasya juga sudah mengirim beberapa orang untuk mengawasi pengantin baru itu agar tidak berbuat hal lain selama masa bulan madu nanti.
Ck, aku tidak bisa mengelak kali ini. Mereka benar-benar berniat untuk membuat kami bersatu padu. Batin Tama berdecak kesal.
Hanum tidak bereaksi apa-apa. Dia hanya sibuk dengan ponsel karena mencari tau tentang negara Korea Selatan, tempat mereka akan berbulan madu nanti.
Suhu di negara itu sedang dingin. Apa aku kuat selama berada di sana? Apa ayah tidak mencari tahu ini sebelumnya. Batin Hanum cemas.
Ia terkena alergi dingin sedari kecil setelah berlibur ke luar negeri yang sedang menghadapi musim salju. Sehingga ia menghindari musim tersebut ketika berliburan.
Tama yang melihat Hanum hanya mendelik kesal. Pasti di sana dia tidak bisa melakukan apa pun yang ia inginkan. Karena ada Hanum yang pasti akan mengekorinya.
"Di sana nanti jangan berantem. Ingat, pulang nanti sudah ada berita baik untuk kami," ucap Alifiya tegas.
"Itu Mommy bisa tanya sendiri sama yang punya badan!" ucap Tama ketus.
"Bisa, 'kan, sayang?" tanya Alifiya penuh harap.
Hanum hanya tersenyum manis ke arah Alifiya. Ia tidak ingin membuat orang lain kecewa dengan harapan yang mereka sematkan kepada dirinya.
Hingga panggilan untuk masuk ke pesawat sudah terdengar. Tama menggandeng Hanum hingga tidak terlihat lagi oleh para orang tua.
Menaiki penerbangan business class, agar mereka bisa nyaman ketika melakukan penerbangan dalam waktu yang cukup jauh.
"Nanti sampai di sana aku akan memesan kamar lagi, kamu bisa tidur di kamar yang sudah dipesan oleh orang tua kita," ucap Tama dengan wajah datarnya.
"Atur saja, Mas. Yang penting saya bisa beristirahat selama di sana," ucap Hanum.
Ia tidak ingin memikirkan rute perjalanan yang akan di lalui nanti. Melihat suhu di kota Seoul ia tidak tertarik untuk melakukan apa pun di sana.
Tama terdiam ketika mendengar panggilan yang terdengar sedikit berbeda dari biasanya. Ia menatap Hanum dengan lekat, berharap gadis itu kembali memanggil dirinya dengan sebutan tadi.
Dia bukan memanggilku dengan 'anda' lagi, 'kan? Itu terdengar aneh dan juga indah!. Batin Tama.
Ia menatap Hanum yang mulai duduk dengan nyaman dan mengeluarkan buku yang sudah di bawa dari rumah tadi.
Tidak ingin membuang waktu, Tama juga membuka Laptopnya untuk menyelesaikan pekerjaan yang akan terbengkalai selama ia pergi.
Pesawat mulai terbang meninggalkan Indonesia menuju Korea Selatan. Hanya keheningan yang menemani sepasang suami istri itu.
Tama sedikit melirik dan baru menyadari jika Hanum membawa jaket yang cukup tebal ke dalam pesawat.
"Apa di sana akan dingin, Bu?" tanya Tama.
"Iya, lumayan. Ini persiapan saja nanti," ucap Hanum menatap Tama yang terlihat tampan dengan kaca mata bulat yang bertengger di hidungnya.
Tama hanya mengangguk dan menutup Laptopnya. Ia sudah merasa mengantuk kali ini.
"Tidurlah, Bu! Perjalanan kita masih jauh! Saya tidak cukup kuat untuk menggendong ibu hingga ke hotel!" ucap Tama ketus.
Hanum tidak merespon apapun, ia hanya termenung dan tidak melakukan apa pun. Mengingat pesan dari orang tuanya tadi.
Apakah aku sanggup untuk menjadi seorang istri? Apa aku siap jika Tama meminta haknya sebagai suami nanti?. Batin Hanum cemas.