Terlahir dari penjaja cinta satu malam membuat Eleanora Davidson menjadi sosok yang tidak mempercayai cinta.
Hidup karena pengasihan kakek Robert Birdie sesudah kematian misterius ibunya membuat Eleanora bertekad harus sukses demi misi menghukum ppembunuh ibunya dengan tangannya sendiri tapi dunianya seakan jungkir balik karena ONS yang menghasilkan benih-benih kehidupan dalam rahimnya sedangkan pria penanam benih ternyata anak penjahat yang selama ini dicarinya
Don't judge by the cover..
Jangan tertipu dengan sinopsis..
Let's check it out 😎
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Base Fams, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
LOST IN MISSION #10
Nah tak bonus satu chapter lagi buat kalian. 🤭 Jangan lupa tinggalkan like, and jejak kalian ya. Yang belum rate⭐ 5, monggo rate dulu. Terimakasih.
...****************...
"Dulce, panggil aku saja Dulce." Balas Eleanora tidak memudarkan senyumannya.
William menarik kedua sudut bibirnya, membalas senyuman manis dari gadis itu. "Dulce? manis?" tanya William agak ragu. Tapi, no problem... Ini semakin menarik.
Entah magic apa yang di berikan gadis itu, sehingga mampu membuat seorang William Dixon yang terkenal dengan sikap dinginnya, dalam sekejap pria itu berubah menjadi sosok pria yang hangat. Bahkan senyuman yang terukir di bibirnya itu jarang diperlihatkannya.
"hmm, aku rasa panggilan itu sangat berarti untukmu." ujar William seraya menyesap minumnya.
"Yes, that's exactly right! mendiang ibuku kerap memanggilku dengan panggilan itu." Balasnya bersemangat.
Ibu? ucap William dalam hatinya, mendadak William terdiam dengan rahang tegasnya mengerat. Ia mencengkram genggaman tangannya pada gelas kemudian, lalu ia mengangkat gelas tersebut, dan menegak lagi minumannya sampai tidak tersisa.
Sejenak, ia teringat tentang wanita yang melahirkannya itu.
Eleanora yang melihat perubahan wajah William, merasa khawatir. "Apakah, aku telah menyinggung perasaanmu, Will?" tanya Eleanora kemudian. Ia memperhatikan jika pria itu sedang meluapkan emosinya.
William memutar lagi wajahnya, kembali ia menatap Eleanora. Lantas, ia menggeleng. "Tidak, Dulce. Kau tidak perlu khawatir." Balas William dengan suara lembut membuat rasa kekhawatiran Eleanora menghilang.
Desaah panjang dari William pun terdengar. "Kau sangat beruntung memiliki seorang ibu yang sangat menyayangimu, Dulce." lanjutnya tiba-tiba, William pun tersenyum samar untuk menutupi luka dalam hatinya yang masih membekas. "Tidak seperti ibuku, " bisik William yang masih terdengar oleh Eleanora.
Eleanora menelaah kalimat William barusan, dapat ia simpulkan jika hubungan pria itu dengan ibunya tidak dalam keadaan baik.
Tapi apa penyebabnya ? hei Eleanora hilangkan rasa penasaranmu. Jangan melibatkan diri dalam masalah orang lain. Batinnya memekik.
Segera Eleanora menepis rasa penasarannya. Sebab, kedepannya, ia berharap tidak ada lagi pertemuan diantara mereka.
William menyibakkan tangannya. "Lupakan! itu hanya masa lalu. Lagipula, ibu ku sudah tiada." Rupanya pria itu tidak ingin membahas masa lalunya. Baguslah.
"Nasib kita tidak jauh berbeda Will." kekeh Eleanora di sela ucapannya "Ku pikir nasibku saja yang menyedihkan, ternyata kau juga."
"Apakah artinya, kita berjodoh?" kelakar pria itu mendapatkan pukulan di bagian bisepnya.
"Hei kenapa kau memukulku?" William memprotes seraya mengusap bekas pukulan dari Eleanora. Tidak sakit, tapi ini terlalu manis.
"Ucapan mu, semakin tidak-tidak Will. Sepertinya kau sudah mulai mabuk." Eleanora lagi-lagi tertawa membuat seorang William terpana. Sepasang manik hazelnya terpaku memandang Eleanora tanpa berkedip, dan ia begitu saja tenggelam pada pesona yang dipancarkan Eleanora dengan jantungnya berdegup sangat kencang.
William berdeham. "Kau ingin wine, Dulce?" tawar pria itu sembari membuka penutup botol wine yang dibawakan bartender, tadi.
Eleanora mengangguk, setuju. "Tolong tuangkan, Will!" William pun menuangkan minuman itu ke dalam gelas milik Eleanora yang sudah kosong. Setelahnya, ia mengisi gelasnya.
"Terimakasih Will. Mari kita bersulang."
Malam pun semakin larut. Para pengunjung club semakin banyak yang berdatangan. Namun hal itu, tidak membuat Eleanora, maupun William berniat untuk pergi dari sana. Mereka semakin menikmati waktu kebersamaan dengan bertukar cerita. Entah sudah berapa banyak Alkohool yang masuk ke dalam tubuhnya sehingga keduanya sedikit mabuk.
I'm at a party I don't wanna be at
And I don't ever wear a suit and tie, yeah
Wondering if I could sneak out the back
Nobody's even looking me in my eyes
Then you take my hand
Finish my drink, say, "Shall we dance?" (hell, yeah)
You know I love you, did I ever tell you?
You make it better like that
"Ouch, lagu i don't care." lagu dari Justin timberlake, lagu favorit Eleanora diputar. "Aku ingin turun Will." ucap Eleanora yang sudah mabuk, lalu ia pun memaksa tubuhnya untuk berdiri.
"Come, Will! " ajaknya lagi seraya menggapai pergelangan tangan William yang begitu saja mengikuti kemauan Eleanora.
Dengan langkah gontai, Eleanora dan William menuruni anak tangga sambil menatap ke arah kumpulan para manusia yang masih bersemangat, berjoget ria mengikuti alunan musik.
Mereka menggiring kakinya sampai ketengah, dimana lampu berbentuk lingkaran dan berwarna warni berada diatas mereka.
William memutar tubuh Eleanora untuk menghadapnya.
Kedua sudut bibir William naik. Dia memajukan wajahnya lalu berbisik dengan suara serak tepat di telinga Eleanora. "Apakah kau serius ingin berjoget, Dulce? " William bertanya untuk memastikan lagi.
Eleanora terkekeh pelan. "Of course. Kau lihatlah." Eleanora mulai mengangkat kedua tangannya seraya menggerakkan tubuh serta pinggulnya, mengikuti musik yang sedang diputar oleh Dj di depan sana.
William tidak mengalihkan tatapan dari Eleanora. Ia dibuat terpesona pada gadis itu. Senyumannya, tawanya, cara bicaranya, dan sungguh gadis yang baru ia kenal beberapa jam lalu sangat berbeda.
Eleanora mengibaskan tangannya di depan wajah William. "Hey kenapa kau diam, Will? ayo menari bersamaku. " Dengan tiba- tiba, Eleanora membawa tangan William untuk memegangi pinggang rampingnya.
Pria itu pun tersentak. "Kau terlihat kaget Will." Eleanora kembali tertawa, tanpa sadar ia telah mengunci tangannya di tengkuk leher William.
William bergeming, ia masih menatap wajah Eleanora dengan jarak dekat. Kedua matanya pun bergerak menjelajah struktur wajah Eleanora, dari alis, mata, hidung, bibir, tidak ada yang terlewati. Kini atensinya pada kedua mata wanita itu. Indah, gumam dalam hatinya.
"Kau sangat cantik, Dulce." puji pria itu tiba-tiba menciptakan garis melengkung di bibir Eleanora.
"Simpan saja rayuan mu, Will." kata Eleanora seraya memukul dadaa bidang pria itu. 'Rayuan mu tidak akan membuatku melayang ke angkasa."
"Benarkah?" tanya William seraya menarik pinggang Eleanora, sehingga tidak ada lagi cela diantara mereka, dan keduanya bisa merasakan napas mereka yang keluar tidak beraturan.
"Ya itu benar. " Jawab Eleanora dengan tatapan sayu, dan memuja. William pun memiringkan wajahnya mengikis jarak wajah mereka hingga bibir kedua pun bertemu, melummat dengan sangat pelan, dan begitu saja keduanya terbuai.
William melepaskan panguutanya lalu berbisik. "Arrima la lacebolleta?" bisiknya parau, nyaris tidak terdengar.
🇪🇸 Arrima la lacebolleta : menjadi ungkapan yang dipakai untuk menjelaskan kontak fisik secara dekat antar dua orang. (sumber gulugulu.)
🇪🇸 Dulce : Manis
☀ VISUAL LOST IN MISSION.
Udah ya ini visualisasi dr versi ku 🤣 aku udah g ada utang lagi sama kalian. Sile jika tidak cocok monggo cari versi yg menurut kalian oke, g usah komentar. Cukup jgn dipandang 😳😳 biar aku saja.
gw nunggu bomnya nih...
hebat tp Angela mau berbesar hati memaafkan dan menemui ibunya walau ibunya udh jahat
kmna pikiranmu saat lg asyik2 sama calon mertuamu sendiri
kok Fabio mau aja sama emak2..apa lebh pengalaman lbh aduhai kahh
Milih kok sama yg emak2..apa krn yg pengalaman lebih aduhai kah..wkwkw
pacar anaknya main embat kayak ga ada laki2 lain😱🤦♀️
Fabio mauu aja lagi..
anak angkatnya Robert yg sdh sangat dipercaya ternyata anak dr pmbunuh kekasihnya...
tp bukan salah William kann..semoga saja mereka mengerti walau Will pasti merasa bersalah